kemendag-kemasan-rokok-polos-tanpa-merek-singgung-hak-pedagang-sqih2Xzzjv.png
Tren Ekbis

Rencana Kemenkes Seragamkan Kemasan Rokok Dinilai Ancam Ekonomi dan Picu Lonjakan Rokok Ilegal

  • INDEF memperkirakan bahwa penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dan berbagai pasal-pasal tembakau di PP 28/2024 dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp308 triliun, mencakup seluruh rantai pasok industri tembakau dari hulu ke hilir.

Tren Ekbis

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang menjadi aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 kembali menuai kritik tajam. Meski Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa kebijakan ini berbeda dari konsep kemasan polos (berwarna putih), pelaku industri maupun pengamat ekonomi menilai dampaknya tetap signifikan terhadap perekonomian nasional dan keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa kemasan standar yang dimaksud tidak menghapus logo dan merek, melainkan hanya menyeragamkan elemen seperti warna, informasi kesehatan, dan kadar kandungan.

"Jadi, mungkin yang kita pahami ya bahwa memang ada awalnya wacana untuk penerapan kemasan rokok yang polos ya. Tapi kalau kita kembali merujuk kepada PP 28 Tahun 2024 itu sebenarnya yang diharapkan itu adalah kemasan yang standar ya," ujarnya dalam program Kontroversi MetroTV beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan bahwa proses penyusunan kebijakan ini akan melibatkan harmonisasi dan diskusi publik. "Tapi perlu diingat juga ada kewenangan pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat," imbuhnya.

Namun, dari sisi ekonomi, kebijakan ini dinilai berisiko tinggi. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menyebut dampak dari penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan terasa luas, mulai dari sektor rokok, pertanian tembakau dan cengkeh, hingga industri percetakan dan perdagangan kertas.

INDEF memperkirakan bahwa penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dan berbagai pasal-pasal tembakau di PP 28/2024 dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp308 triliun, mencakup seluruh rantai pasok industri tembakau dari hulu ke hilir.

Dari sisi industri, Ketua Umum GAPRINDO, Benny Wachjudi menyoroti potensi lonjakan peredaran rokok ilegal sebagai dampak langsung dari kebijakan ini. Ia mencatat bahwa jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak meningkat tajam dari 253,7 juta batang pada 2023 menjadi 710 juta batang pada 2024.

"Rokok ilegal ini lah yang sebenarnya musuh kita bersama. Kalau regulasinya semakin ketat, maka rokok ilegal akan semakin banyak," katanya.

Menurut Benny, penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan mempermudah pemalsuan dan menyulitkan konsumen dalam membedakan produk legal dan ilegal. Hal ini tidak hanya merugikan industri dan petani, tetapi juga mengancam penerimaan negara dari sektor cukai, yang pada 2024 mencapai Rp216,9 triliun atau 72% dari total penerimaan kepabeanan dan cukai.

Ia juga menilai bahwa pembatasan informasi melalui kemasan bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok. Sebaliknya, pendekatan edukatif dan pengawasan ketat terhadap penjualan kepada anak di bawah umur dinilai lebih tepat.

Sebagai bentuk komitmen industri terhadap pengendalian konsumsi, Benny menyebut bahwa GAPRINDO telah meluncurkan situs cegahperokokanak.id dan mendistribusikan poster edukatif bekerja sama dengan asosiasi ritel.

“Kami sudah membuat poster untuk ditempelkan oleh distributor bekerja sama dengan asosiasi ritel sebagai bentuk pengendalian konsumsi tembakau,” jelasnya.