Bitcoin Rontok, Momen Rebound atau Turun Lebih Dalam?
- Bitcoin kembali babak belur setelah anjlok ke US$86.000 akibat aksi jual whale senilai US$1,3 miliar dan kekhawatiran lama soal keamanan komputasi kuantum. Lebih dari US$220 juta posisi long terlikuidasi dalam semalam, memicu kepanikan pasar. Meski begitu, analis menilai tekanan ini belum tentu menandai berakhirnya siklus bullish.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pasar kripto kembali memasuki fase bergejolak. Bitcoin, yang selama beberapa pekan terakhir sulit mempertahankan momentumnya, ambruk di bawah US$87.000 atau sekitar Rp1,45 miliar pada Kamis 20 November 2025 malam.
Penurunan ini dipicu aksi jual besar-besaran dari para investor besar (whale) senilai US$1,3 miliar, dan diperparah sentimen negatif terkait isu keamanan komputasi kuantum yang kembali mencuat. Akibat tekanan tersebut, lebih dari US$220 juta posisi long terlikuidasi hanya dalam satu malam, mendorong volatilitas pasar yang memang sudah panas sejak awal pekan.
Sumber kepanikan bermula dari pernyataan miliarder Ray Dalio yang menyebut potensi celah keamanan Bitcoin seiring kemajuan komputasi kuantum. Komentar itu memunculkan kembali kekhawatiran lama soal kemungkinan sistem kriptografi Bitcoin ditembus teknologi tersebut.
Namun sejumlah analis menilai kekhawatiran itu terlalu jauh. Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menyebut narasi “quantum panic” lebih bersifat psikologis ketimbang fakta teknis.
“Risiko komputasi kuantum terhadap Bitcoin masih berada pada level teoretis. Kalau benar ada teknologi yang bisa memecahkan Bitcoin, sistem perbankan global dengan RSA justru lebih dulu terdampak. Jadi ini lebih persepsi, bukan realitanya,” jelas Fyqieh, Jumat 21 November 2025.
Whale Jual Ribuan BTC, Pasar Kian Tertekan
Situasi makin menurun setelah Arkham Intelligence mengungkap bahwa Owen Gunden, salah satu early adopter Bitcoin sejak 2011, melepas seluruh kepemilikan 11.000 BTC miliknya. Aksi ini dianggap sebagai kapitulasi besar yang menambah suplai di pasar, memperkuat tekanan jual.
Fyqieh menilai langkah investor besar ini tidak selalu menggambarkan sentimen pasar jangka panjang. “Penjualan besar dari satu entitas tidak otomatis jadi penentu arah tren. Banyak investor besar membuat keputusan berdasarkan kebutuhan portofolio masing-masing,” katanya.
ESKALASI kepanikan juga terlihat dari jumlah trader yang terlikuidasi. Dalam 24 jam terakhir, lebih dari 222.000 akun tersapu pasar, dengan likuidasi long menembus US$264 juta hanya dalam satu jam awal sesi AS. Angka ini menegaskan tingginya leverage di pasar derivatif kripto.
ETF Mulai Masuk Lagi, Tapi Sentimen Masih Campur Aduk
Menariknya, di tengah tekanan pasar, ETF Bitcoin di Amerika Serikat mencatat arus masuk US$75 juta setelah lima hari berturut-turut mengalami koreksi. BlackRock IBIT menjadi penyumbang terbesar.
Namun menurut Fyqieh, investor institusional belum benar-benar agresif.
“Arus masuk ini menandakan minat tetap ada, tapi volumenya belum cukup menjadi katalis besar. Banyak institusi masih menunggu stabilitas makro sebelum menambah posisi,” ujarnya.
Ia menambahkan area “max pain” Bitcoin berada antara US$84.000 hingga US$73.000, area harga rata-rata pembelian dua pemain besar: BlackRock dan MicroStrategy. Jika harga menurun ke rentang ini, pasar bisa memasuki fase kapitulasi terakhir.
Sentimen pasar juga dibebani ketidakpastian arah kebijakan The Fed pada Desember. Turunnya ekspektasi pemotongan suku bunga membuat risiko pengencangan likuiditas meningkat, kondisi yang biasanya kurang ramah bagi Bitcoin.
Namun ada titik cerah. Cadangan stablecoin di bursa mencapai rekor US$72 miliar, mengindikasikan banyak “peluru” menunggu untuk masuk kembali ketika pasar menemukan titik stabil.
Apakah Siklus Bull Sudah Selesai?
Laporan CryptoQuant menunjukkan indeks Bull Score Bitcoin berada di level rendah 20/100, dan harga kini sudah menembus di bawah MA 365 hari, sinyal yang biasanya muncul dalam fase bearish kuat. Fyqieh menilai hal ini tidak serta-merta menandai berakhirnya siklus bullish.
“Penurunan 25–30% itu normal bahkan di market bullish. Bitcoin punya sejarah rebound kuat meskipun kondisi sedang berat. Level US$84.000–US$90.000 akan menjadi area penting untuk pantau potensi pembalikan,” katanya.
Sentimen trader ritel juga mulai ekstrem. Data Santiment menunjukkan mayoritas pelaku pasar justru memprediksi Bitcoin akan jatuh ke bawah US$70.000, yang secara historis sering menjadi indikator bahwa pasar bersiap bergerak berlawanan.
Indeks Fear and Greed turun ke level ekstrem 15/100 kondisi yang beberapa kali dalam sejarah diikuti pemulihan besar beberapa bulan setelahnya.
Benturan antara panic selling, isu komputasi kuantum, aksi jual whale, hingga dinamika ETF menciptakan badai volatilitas yang belum menunjukkan tanda mereda. Beberapa hari ke depan akan menjadi penentu: apakah arus institusional cukup kuat menahan tekanan, atau pasar masih mencari titik dasar baru.
“Volatilitas seperti ini adalah karakter Bitcoin. Investor jangka panjang fokus pada struktur besar, bukan gejolak harian. Yang penting adalah manajemen risiko, bukan mengejar harga.”

Ananda Astri Dianka
Editor
