Tren Global

Seorang Remaja yang Dijuluki ‘Influencer Tuhan’ Menjadi Santo Milenial Pertama

  • Pengangkatan seorang santo dari generasi masa kini telah membangkitkan antusiasme di kalangan umat Katolik. Santo Carlo Acutis menerima doa dan permohonan mukjizat dari seluruh dunia, sering kali, sesuai zamannya, melalui internet.
Jenazah Carlo Acutis telah disemayamkan sejak 6 April 2019 di Tempat Suci Perampasan di Gereja Santa Maria Maggiore di Assisi.
Jenazah Carlo Acutis telah disemayamkan sejak 6 April 2019 di Tempat Suci Perampasan di Gereja Santa Maria Maggiore di Assisi. (Valerio Muscella/NPR)

JAKARTA, TRENASIA. ID – Dalam heningnya Gereja St. Mary Major di kota bukit Italia tengah, sekelompok remaja asal Polandia berjalan melewati sebuah makam berkaca untuk melihat sosok yang sebaya dengan mereka. Wajah dan tangannya direkonstruksi menggunakan silikon.

Dilansir dari NPR, ia mengenakan jeans, jaket olahraga, dan sepatu Nike. Dialah Carlo Acutis, santo milenial pertama yang dijuluki Gereja Katolik sebagai “influencer Tuhan.”

Pada Minggu, 7 September 2025, Acutis, yang meninggal akibat leukemia pada 2006 saat berusia 15 tahun, dikanonisasi dalam sebuah upacara di Vatikan yang dipimpin oleh Paus Leo XIV dan dihadiri ribuan umat.

Sebagai remaja yang hidup di era awal internet, ponsel, dan media sosial, Acutis memanfaatkan teknologi komunikasi baru tersebut dengan membuat sebuah situs web untuk mengkatalogkan serta mempromosikan mukjizat ekaristi. (Mukjizat ekaristi merujuk pada sakramen Komuni dalam tradisi Katolik.)

Pengangkatan seorang santo dari generasi masa kini telah membangkitkan antusiasme di kalangan umat Katolik. Santo Carlo Acutis menerima doa dan permohonan mukjizat dari seluruh dunia, sering kali, sesuai zamannya, melalui internet.

Makamnya bahkan disiarkan langsung 24 jam melalui kamera web. Para devosi menuliskan pesan kepadanya di kolom komentar video doa di YouTube yang didedikasikan untuk Acutis.

Beberapa di antaranya berbunyi, “Beato Carlo, terima kasih telah mendoakan permohonan saya. Ini sebuah mukjizat, saya dinyatakan hamil pada usia 43 tahun,” tulis seorang umat.

Pesan lain berbunyi, “Beato Carlo, sembuhkanlah saya dari radang sendi.”

Ada juga yang menulis, “Sepupu saya kehilangan anjing mereka, dan saya berdoa kepada Carlo Acutis agar bisa menemukannya, dan secara ajaib anjing itu benar-benar ditemukan.”

Assisi selama ini dikenal sebagai tempat peristirahatan St. Fransiskus dan St. Klara. Namun kini, bagi banyak dari hampir satu juta peziarah yang menurut pihak gereja datang ke keuskupan tahun lalu, Carlo Acutis juga menjadi tujuan ziarah.

Toko-toko menjual berbagai suvenir bergambar dirinya, wajahnya yang dikelilingi cahaya kudus terpampang di mug, gantungan kunci, hingga rosario.

Di internet, sebuah patung kayu Carlo dijual lebih dari US$14.000. Bahkan, Gereja Katolik sampai meminta bantuan polisi untuk menindak penjualan helai rambut yang diklaim sebagai reliknya.

Dilansir dari BBC, prosesi kanonisasinya sebenarnya dijadwalkan pada akhir April, namun ditunda karena wafatnya Paus Fransiskus.

Diperkirakan lebih dari satu juta orang telah berziarah ke kota Assisi di Italia, tempat jasad Carlo disemayamkan dan dilapisi lilin untuk menjaga bentuknya.

Namun, ada pula lokasi ziarah lain yang terkait dengan Carlo Acutis dan kini semakin ramai dikunjungi sejak pengumuman bahwa ia akan dikanonisasi, yakni Gereja Our Lady of Dolours di London.

Di bagian belakang gereja Katolik Roma di kawasan Chelsea terdapat kolam baptis tempat Carlo dibaptis pada tahun 1991.

Di sisi lain gereja, sebuah bilik pengakuan dosa lama telah diubah menjadi tempat penghormatan baginya, berisi sebuah relik berupa sehelai rambut Carlo.

“Keluarganya bekerja di bidang keuangan dan hanya tinggal sementara di London,” ujar Pastor Paul Addison, seorang biarawan di gereja tersebut.

“Meskipun mereka tidak sering beribadah di sini, mereka memutuskan untuk membaptis anaknya. Jadi kehadiran Carlo bagaikan kilatan cahaya besar dalam kehidupan komunitas paroki ini,” tambahnya.

Carlo masih berusia kurang dari enam bulan ketika orang tuanya kembali ke tanah air mereka, Italia, dan sejak saat itu ia tumbuh besar serta menghabiskan hidupnya di Milan. Di kota tersebut, ia dikenal memiliki ketertarikan pada teknologi dan gemar bermain gim video.

Meski beberapa orang yang mengenalnya menilai Carlo Acutis tidak terlihat sangat religius, pada masa remajanya ia membuat sebuah situs web, sebagian halamannya kini dipajang dalam bingkai di gereja Chelsea, yang berisi dokumentasi tentang mukjizat.

Namun, Carlo meninggal akibat leukemia pada usia baru 15 tahun. Beberapa tahun setelah kepergiannya, sang ibu, Antonia Salzano, berkeliling ke berbagai gereja di dunia untuk memperjuangkan agar putranya diangkat menjadi santo.

Sebagai bagian dari proses tersebut, diperlukan bukti bahwa Carlo telah melakukan mukjizat.

“Mukjizat pertama terjadi pada hari pemakamannya,” ungkap ibunya.

“Seorang wanita penderita kanker payudara berdoa memohon perantaraan Carlo. Ia seharusnya segera menjalani kemoterapi, namun kankernya lenyap sepenuhnya,” jelasnya.

Paus Fransiskus mengakui dua mukjizat yang dikaitkan dengan Carlo Acutis, sehingga syarat untuk kanonisasi terpenuhi dan ia dijadwalkan resmi menjadi santo pada 27 April.

Namun, rencana itu terhenti karena Paus Fransiskus wafat pada pekan sebelumnya.

Sejumlah umat yang telah datang ke Roma untuk menghadiri kanonisasi akhirnya justru ikut dalam misa pemakaman Paus, di antara mereka adalah Diego Sarkissian, seorang Katolik muda asal London.

Ia mengaku merasa memiliki keterikatan dengan Carlo Acutis dan sangat antusias dengan kanonisasinya.

“Carlo dulu sering bermain gim Super Mario di konsol Nintendo lama, dan saya juga sangat menyukai gim,” kata Sarkissian.

“Rasanya luar biasa ketika membayangkan seorang santo melakukan hal-hal yang sama seperti kita, memakai jeans, sehingga terasa lebih dekat dibandingkan para santo lain di masa lalu,” tambahnya.

Biasanya, proses pengangkatan seseorang menjadi santo memakan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, namun ada kesan bahwa Vatikan mempercepat kanonisasi Carlo Acutis demi membangkitkan semangat iman di kalangan muda.

Gereja Katolik pun berharap peristiwa bersejarah hari Minggu itu dapat benar-benar memberikan pengaruh demikian.