Tren Ekbis

Petani Bantu Petani, Solusi Distribusi Pangan di Tengah Bencana Aceh

  • Skema solidaritas pangan “Petani Bantu Petani” menghubungkan petani lintas daerah untuk menjawab krisis pangan di Aceh pascabanjir, sekaligus menjaga nilai ekonomi hasil panen cabai petani lokal yang sempat terhambat distribusinya.
ef126ad9-0c88-42b1-b602-d41ad5d1311f.jpg
Petani Bantu Petani (Kitabisa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Di tengah terputusnya jalur distribusi akibat banjir dan longsor di Aceh Tengah dan Bener Meriah, muncul skema solidaritas pangan berbasis petani yang menjawab dua persoalan sekaligus, yaitu krisis kebutuhan pokok di wilayah bencana dan surplus hasil panen di daerah lain.

Inisiatif yang dikenal dengan konsep “Petani Bantu Petani” ini dijalankan melalui kolaborasi platform donasi Kitabisa dan Rumah Tani. Skema tersebut bekerja dengan cara membeli beras langsung dari petani di Cilamaya, Karawang, untuk kemudian dikirimkan kepada warga terdampak bencana di Aceh. 

Di saat yang sama, hasil panen cabai milik petani di Aceh yang sempat terhambat distribusinya diborong dan disalurkan ke pasar Jabodetabek. Kegiatan ini juga diinisiasi oleh salah satu influencer yaitu Ferry Irwandi, yang kerap membagikan beberapa momen pelaksanaan bantuan kepada korban banjir secara aktif di media sosial.

Dalam postingan Instagram @irwandyferry, @kitabisa.com, dan @_rumah tani, Ferry menyatakan kegiatan ini dilakukan untuk mengembalikan kestabilan ekonomi yang ada di wilayah terdampak. 

“Aceh Tamiang ini kan menghasilkan cabai, kalau misalnya relawan atau beberapa lembaga bekerjasama sama pengusaha ini, bawa bantuan kesini daripada pesawatnya kosong kan. Jadi ekonominya jalan, pengusahanya profitnya oke, masyarakat ekonominya mulai hidup,” ujar Ferry, dalam postingannya pada Rabu, 17 Desember 2025.

Kondisi darurat di Aceh membuat kebutuhan pangan, terutama beras, menjadi sangat mendesak. Di sisi lain, petani cabai di wilayah terdampak menghadapi risiko kerugian karena hasil panen tidak dapat dijual akibat jalur logistik yang terputus. Skema pertukaran komoditas ini menjadi solusi konkret yang memastikan pangan sampai ke warga terdampak sekaligus menjaga pendapatan petani.

Beras yang dikirim ke Aceh merupakan beras hasil panen petani Karawang yang dibeli menggunakan dana galang donasi. Sementara itu, cabai dari Aceh dikirim kembali menggunakan pesawat kargo yang sama, serta siap dipasarkan kembali ke masyarakat Jakarta dan sekitarnya.

Sebanyak 9 ton beras telah dibeli dari petani Karawang dan disalurkan kepada warga Aceh Tengah dan Bener Meriah. Skema ini telah berjalan sejak Minggu, 14 Desember, dengan distribusi beras tiba di Aceh pada 16 Desember. Sementara itu, cabai yang dikirimkan dari Aceh sudah sampai Jakarta pada tanggal 15 Desember 2025. 

Berdasarkan data dari Badan Pangan Nasional, Jumat, 19 Desember 2025 dijelaskan bahwa harga cabai merah keriting di nasional mencapai Rp58.054. Harga ini merupakan akumulasi dari seluruh wilayah di Indonesia yang kian meningkat menjelang hari raya Natal dan tahun baru.

Namun, skema bantuan ini mampu memberikan keuntungan bagi beberapa wilayah khususnya Jabodetabek dan Pulau Jawa lainnya, untuk mendapatkan harga serta kualitas cabai yang baik. Pemborongan cabai dari petani Aceh dilakukan agar hasil panen tidak terbuang dan tetap memiliki nilai ekonomi. 

Langkah ini memastikan bahwa bantuan tidak berhenti pada aspek kemanusiaan semata, tetapi juga menjaga keberlanjutan ekonomi petani di kedua wilayah. Model distribusi pangan ini menunjukkan bahwa penanganan bencana tidak selalu harus memutus rantai produksi pertanian. 

Dengan pendekatan logistik yang terintegrasi, kebutuhan darurat dapat dipenuhi tanpa mengorbankan pelaku usaha tani. Skema ini memperlihatkan bahwa solidaritas antarpetani dapat menjadi alternatif nyata dalam menjaga ketahanan pangan di tengah krisis.

Di tengah tantangan distribusi pangan akibat bencana alam yang semakin sering terjadi, pendekatan berbasis kolaborasi petani lintas daerah, masyarakat, dan lembaga lainnya menjadi contoh bagaimana bantuan kemanusiaan mampu berjalan secara terbuka. Kondisi ini dapat terjalin seiring dengan penguatan ekonomi lokal dan perlindungan terhadap hasil panen para petani.