Mengenal Program Magang Pemerintah di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan
- Pemerintah RI meluncurkan program magang 20.000 fresh graduate. Simak perbandingannya dengan Youth Guarantee di Uni Eropa serta Bridging Employment di Jepang dan Korea Selatan.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pemerintah Indonesia meluncurkan program magang bagi 20.000 lulusan baru (fresh graduate) dengan durasi enam bulan. Peserta akan memperoleh uang saku setara upah minimum regional (UMR) untuk mendukung transisi mereka dari dunia kampus ke dunia kerja.
Program ini bukanlah hal baru secara global. Sejumlah negara telah lebih dulu menjalankan skema serupa dengan tujuan menekan pengangguran pemuda dan menyiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Youth Guarantee di Uni Eropa
Uni Eropa sejak 2013 telah menjalankan Youth Guarantee, sebuah inisiatif untuk memastikan setiap anak muda berusia 15–29 tahun mendapatkan tawaran pekerjaan, pelatihan, magang, atau pendidikan lanjutan dalam waktu empat bulan setelah meninggalkan sekolah atau kehilangan pekerjaan.
Program ini dibiayai melalui European Social Fund+ dengan tambahan dukungan dari anggaran nasional masing-masing negara anggota. Fleksibilitas diberikan kepada tiap negara untuk merancang pelaksanaan sesuai kondisi lokal.
Youth Guarantee terbukti transformatif. Sejak dijalankan, lebih dari 57 juta pemuda di Eropa telah mendapat tawaran kerja, pendidikan, atau pelatihan. Angka pemuda NEET (Not in Education, Employment, or Training) juga menurun signifikan, meski tantangan masih ada untuk menjangkau kelompok paling rentan.
Bridging Employment di Jepang
Jepang menghadapi masalah demografi berupa penuaan populasi yang cepat. Untuk menjaga produktivitas tenaga kerja, pemerintah Jepang meluncurkan Bridging Employment Program, yang membantu lulusan baru masuk ke dunia kerja melalui penempatan sementara di perusahaan.
Dalam skema ini, pemerintah bekerja sama dengan industri memberikan pelatihan intensif serta subsidi gaji kepada perusahaan yang menerima peserta. Tujuannya adalah mempersempit kesenjangan antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan dunia kerja yang sangat spesifik, khususnya di sektor manufaktur, teknologi, dan layanan kesehatan.
Program ini sekaligus menjadi sarana adaptasi budaya kerja Jepang yang terkenal ketat, sehingga lulusan baru bisa bertransisi lebih mulus.
Korea Selatan: Sistem Magang Terintegrasi
Korea Selatan menerapkan program serupa melalui Employment Success Package Program (ESPP) yang didukung Kementerian Ketenagakerjaan. Melalui program ini, anak muda dan fresh graduate mendapatkan konseling karier, pelatihan keterampilan, hingga penempatan magang bergaji di perusahaan.
Skema ini dirancang untuk menjawab fenomena “job mismatch” di Korsel, di mana banyak lulusan perguruan tinggi kesulitan memperoleh pekerjaan sesuai bidangnya. Pemerintah memberikan subsidi kepada perusahaan yang menampung peserta magang, sekaligus mendorong sektor swasta membuka jalur perekrutan khusus dari program tersebut.
Hasilnya, ribuan pemuda Korea Selatan berhasil memperoleh pekerjaan tetap setelah mengikuti masa magang, terutama di sektor teknologi digital dan industri kreatif.
Indonesia Ikut Menapaki Jalan Serupa
Peluncuran program magang bergaji UMR untuk 20.000 fresh graduate di Indonesia menunjukkan langkah pemerintah meniru praktik baik global. Program ini akan dijalankan dua gelombang, dengan anggaran Rp198 miliar per semester.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, skema ini ditujukan agar minimal 10% lulusan baru dapat langsung terserap di dunia kerja, dengan industri tidak hanya terpusat di kota besar, melainkan juga di daerah.
Belajar dari pengalaman Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan, keberhasilan program ini akan bergantung pada desain pelaksanaan, kolaborasi industri, serta keberlanjutan pendanaan. Jika dijalankan konsisten, skema magang nasional ini berpotensi menjadi pintu masuk reformasi pasar kerja Indonesia.

Ananda Astri Dianka
Editor
