Kaleidoskop Properti 2022: Otak-atik Harga di Tengah Kenaikan Suku Bunga
- Industri properti di Tanah Air mengalami pasang surut yang cukup hebat selama tahun 2022.

Feby Dwi Andrian
Author


JAKARTA - Industri properti di Tanah Air mengalami pasang surut yang cukup hebat selama tahun 2022.
Dilanda dengan beberapa ketidakpastian dan juga kenaikan suku bunga membuat para pelaku di sektor ini harus berpikir cukup keras untuk bisa bertahan.
Namun, keadaan itu tak lantas menjadi kenyataan. Seperti dilansir dari laporan bertajuk Property Market Outlook 2023, pasar properti nasional menunjukkan tren yang membaik pada tahun 2022.
Country Manager dari Rumah.com Marine Novita menyampaikan, adanya kebijakan pemerintah turut membantu tingkat optimisme pasar industri di Indonesia.
Marine melanjutkan, adanya pelonggaran dari segi protokol kesehatan (prokes) dan pengetatan suku bunga Bank Indonesia (BI) jadi kunci menjaga iklim industri properti di Indonesia.
"Ada beberapa kebijakan yang menjaga iklim industri properti di Indonesia tetap kondusif seperti pelonggaran protokol kesehatan (prokes) dan juga pengetatan suku bunga BI di angka 3,5 persen selama 18 bulan," kata Marine pada Kamis, 17 November 2022.
- APINDO Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,30 Persen Pada 2023
- Binance Akan Tambah Kepemilikan di Tokocrypto hingga Hampir 100 Persen
- Setelah Diakuisisi Binance, Tokocrypto Akan PHK Massal!
Sementara itu, masih dalam laporan Property Market Outlook 2023, indeks harga properti juga naik sebesar 4,9% secara tahunan.
Angka itu menunjukkan percepatan dibandingkan pada kuartal ketiga di tahun lalu. Saat itu, indeks harga naik sebesar 3,24% dibandingkan dengan kuartal ketiga 2020.
Selain itu, permintaan properti pada kuartal ketiga 2022 juga menunjukkan perkembangan yang cukup pesat, yakni sebesar 9,2% dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun sebelumnya.
Lebih lanjut, Marine menegaskan, jika melihat dalam jangka waktu setahun ke belakang, indeks harga dan indeks suplai menunjukkan peningkatan dari 2021 ke 2022 yaitu sebesar 5% untuk kenaikan indeks harga dan 4% untuk indeks suplai.
Marine juga menyampaikan, adanya pelonggaran prokes dan pengetatan suku bunga, beberapa kebijakan pemerintah turut memberikan katalis positif dalam menjaga iklim pasar properti di Tanah Air.
Ia memberi contoh seperti adanya pelonggaran uang muka kredit pemilikan properti hingga nol persen serta Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga sebesar 50%.
Selain itu, BI juga memutuskan untuk memperpanjang kebijakan down payment (DP) 0% atau pelonggaran rasio loan to value (LTV) serta financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) hingga 31 Desember 2023.
Kendati demikian, Marine mengingatkan bahwa pada September 2022 lalu, BI kembali menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) menjadi 4,25%, kenaikan itu juga yang akan berimbas pada pasar properti.
"Dampak naiknya suku bunga acuan BI adalah bank akan lebih selektif lagi dalam memberikan pinjaman pembiayaan termasuk KPR dan KPA. Meski hingga kini naiknya suku bunga acuan belum berpengaruh, namun suku bunga KPR dan KPA berpeluang naik menjelang akhir tahun," ungkapnya.
Akses Transportasi
Di kesempatan yang lain, Marine juga menilai bahwa di tahun depan prospek pertumbuhan properti akan ditopang juga oleh berbagai akses dan sarana transportasi.
Kedua hal tersebut akan senantiasa memberi dampak pada para property seeker untuk mencari lokasi yang sesuai dengan kebutuhan.
Marine juga mengklaim bahwa pasar properti saat ini lebih mengarah kepada konsumen yang memanfaatkan akses transportasi baru seperti Light Rapid Transit (LRT) Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
"Seiring dengan penyelesaian beberapa ruas jalan tol baru, sejumlah wilayah di Jabodetabek mengalami kenaikan yang pesat. Seperti contoh di Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan sebesar 28 persen secara tahunan pada kuartal ketiga 2022, kemudian Depok yang mengalami kenaikan sebesar 10 persen," ungkap Marine dalam acara Indonesia Property Market Outlook 2023 di Jakarta, Kamis, 15 Desember 2022.
Lebih lanjut, Marine menerangkan, sama seperti tahun sebelumnya, tren positif di kawasan Jabodetabek ini ditopang oleh perkembangan infrastruktur, baik transportasi umum maupun fasilitas umum.
Beberapa akses infrastruktur yang akan segera beroperasi menurut Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) adalah 16 ruas jalan tol baru di Jawa dan Sumatera pada 2022.
Ruas jalan tol tersebut adalah Serpong-Cinere Seksi 2 (3,5 Km), Cinere-Jagorawi Seksi 3 (5,5 Km), Bekasi-Kampung Melayu Seksi 1A, 2A, dan 2A-Ujung (6,6 Km), Serpong-Balaraja Seksi 1A (5,2 Km), Ciawi-Sukabumi Seksi 2 (11,9 Km), Cibitung-Cilincing Seksi 4 (7,52 Km), dan Cimanggis-Cibitung Seksi 2 (3,5 Km).
"Hunian adalah kebutuhan dasar, di mana sebanyak 12 juta keluarga masih belum memiliki rumah. Dari sisi piramida penduduk pun, sebanyak 88 juta jiwa atau 40 persen dari total jumlah penduduk Indonesia berada pada usia 20-44 tahun. Ini adalah rentang usia yang menjadi target pasar sektor properti hunian. Ini artinya, peluang pada pasar properti masih tetap dinamis dan resilient," tuturnya.
Tahun Depan Harga Rumah Subsidi Naik
Sementara itu, kabar baik akan segera menghampiri para pengembang industri properti di Indonesia.
Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie, dalam acara Indonesia Property Market Outlook 2023 di Jakarta, Kamis, 15 Desember 2022.
Hari mengatakan bahwa pada tanggal 13 Desember 2022, REI telah melaksanakan rapat kerja nasional (Rakernas) dan ia mengaku akan ada 'lampu hijau' mengenai rumah subsidi.
"Dua hari yang lalu, kita baru selesai rakernas, ada lampu hijau awal tahun (depan) Insha Allah rumah subsidi dengan harga baru akan segera dikeluarkan, ini jelas angin segar bagi kita semua," ungkapnya.
Ia juga memaparkan bahwa REI saat ini memiliki anggota berjumlah kurang lebih ada 5000 orang dan 80% di REI adalah para pengembang rumah subsidi yang harganya dipatok pemerintah, yaitu di kisaran angka 160-170 juta.
"Yang tiga tahun ini nggak naik-naik. Sehingga semua pengembang rumah subsidi sedang sangat-sangat kesulitan. Kita minta pemerintah untuk memberi perhatian khusus untuk rumah subsidi yang saat ini sedang mengalami masa-masa yang sangat sulit," terangnya.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP APERSI) Junaidi Abdillah mengatakan, bahwa di awal tahun 2023 harga baru rumah subdisi akan diberlakukan.
Junaidi membocorkan, masalah kenaikan sudah ada titik terang dari pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK), dan kenaikannya sekitar 7% dari yang diusulkan sebesar 10%.
Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih menunggu putusan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, soal penyesuaian harga rumah subsidi yang sudah tertahan sejak 3 tahun terakhir. Sebab, Kementerian Keuangan tengah menghitung dampaknya dari lonjakan harga BBM.
"Ya itu sama di Kementerian Keuangan. Kan itu kenapa agak lambat, karena keuangan harus menghitung lagi dari kenaikan BBM," kata Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri dan Lingkungan Endra S Atmawidjaja beberapa waktu lalu.
Menurut perhitungan Kementerian PUPR, harga rumah subsidi saat ini seharusnya sudah lebih tinggi 5-7%. Endra menyatakan, tanpa adanya eskalasi anggaran, pihak kontraktor akan semakin terbebani dengan nilai jual rumah subsidi yang belum ada kenaikan.

Ananda Astri Dianka
Editor
