Soal Ekspor Pasir Laut, Pemerintah Dinilai Lakukan Greenwashing
- Greenwashing adalah semacam strategi untuk memberi citra ramah lingkungan tanpa benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA—Pemerintah dinilai melakukan greenwashing usai menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Regulasi tersebut dinilai bertentangan dengan semangat pemulihan lingkungan.
Hal itu disampaikan Greenpeace Indonesia menyikapi terbitnya PP No.26/2023 yang salah satunya membolehkan ekspor pasir laut setelah dilarang sejak tahun 2003. Sebagai informasi, greenwashing adalah semacam strategi untuk memberi citra ramah lingkungan tanpa benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan.
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, mengatakan pemerintah kembali bermain dengan narasi dalam menerbitkan PP No.26/2023. “(PP) seakan mengedepankan semangat pemulihan lingkungan dan keberlanjutan, tapi nyatanya malah menggelar karpet merah untuk bisnis dan oligarki. Ini greenwashing ala pemerintah,” ujarnya dikutip dari greenpeace.org, Rabu 31 Mei 2023.
Pihaknya mengatakan PP No.26/2023 mengizinkan kembali pengerukan, pengisapan, dan ekspor pasir laut yang dilarang selama dua dekade terakhir. Menurut Afdillah, praktik ekspor pasir laut bakal menghancurkan ekosistem laut dan memicu percepatan tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitar loasi penambangan.
“Itu belum termasuk kerugian masyarakat pesisir yang akan terdampak langsung dari perubahan ekologis akibat tambang pasir laut,” ujar Afdillah.
- Akumulasi Kerugian Terus Membesar, Indofarma Minta Pinjaman Pemegang Saham Lagi
- Bakal Rombak Kepengurusan? Berikut Mata Acara RUPS Garuda Indonesia (GIAA) Hari Ini!
- Diumumkan Sore Ini, Berikut Bocoran Dividen Telkom (TLKM) untuk Tahun Buku 2022
Setidaknya ada dua pasal dalam PP 26/2023 yang berisi ketentuan soal ekspor pasir laut, yakni Pasal 9 dan Pasal 15. Pasal-pasal itu menyebutkan pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dapat digunakan untuk ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah era Megawati Soekarnoputri telah melarang ekspor pasir laut pada Februari 2003 lwat SKB Tiga Menteri. Kala itu SKB dibuat untuk mencegah kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil di wilayah Kepulauan Riau akibat penambangan pasir laut. Karena hanya melarang ekspor pasir laut, aktivitas penambangan pasir laut masih terus terjadi di Indonesia sejak SKB tersebut diterbitkan.
Jalan Pintas
Greenpeace menyatakan PP No.26/2023 hanya menambah catatan buruk pemerintah dalam penanganan sektor kelautan. Menurut Afdillah, pemerintah tidak mampu mengelola sumber daya laut dengan cerdas sehingga kerap mengambil jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan negara melalui cara-cara ekstraktif.
“Lebih parah lagi, kebijakan semacam ini bisa jadi diambil tanpa kajian yang matang serta mengabaikan aspek ekologis dan hak asasi manusia,” ucap Afdillah.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, membantah kebijakan soal pengerukan dan izin ekspor pasir laut bakal merusak lingkungan. Dia menyebut PP No.26/2023 justru untuk menjaga kelestarian laut. Pengerukan, imbuhnya, akan mencegah alur laut semakin dangkal. “Jadi untuk kesehatan laut juga,” klaimnya.
Lebih lanjut, Luhut menegaskan manfaat ekonomi pasir laut bakal lebih besar apabila ada keran ekspor untuk hal tersebut. “Sekarang kalau diekspor, pasti manfaatnya jauh lebih banyak untuk Badan Usaha Milik Negara, pemerintah,” ujarnya.

Ananda Astri Dianka
Editor
