Kawasan Industri Krakatau - Panji 2.jpg
Nasional

RI Masih Sibuk Urus Preman Kala Investasi Mengucur Deras di ASEAN

  • Kejadian ini menambah daftar panjang preseden buruk soal praktik premanisme dan pungutan liar terhadap dunia usaha. Sebelumnya, publik dikejutkan oleh laporan organisasi masyarakat (ormas) yang mendatangi proyek-proyek swasta hingga meminta "jatah keamanan" dan upeti proyek.

Nasional

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Dunia usaha Indonesia kembali tercoreng setelah viralnya video yang memperlihatkan sekelompok orang yang mengatasnamakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Cilegon meminta jatah proyek senilai Rp5 triliun kepada perusahaan pelaksana proyek tanpa proses tender. Proyek tersebut merupakan bagian dari investasi anak usaha PT Chandra Asri Petrochemical Tbk, yang tengah membangun pabrik kimia bernilai Rp15 triliun.

Kejadian ini menambah daftar panjang preseden buruk soal praktik premanisme dan pungutan liar terhadap dunia usaha. Sebelumnya, publik dihebohkan oleh laporan organisasi masyarakat (ormas) yang mendatangi proyek-proyek swasta hingga meminta "jatah keamanan" dan upeti proyek.

Kondisi ini lantas membuat iklim investasi di Indonesia kontras dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Sebab, negara ASEAN justru sedang berlomba-lomba menciptakan iklim investasi yang bersih, efisien, dan penuh insentif.

Strategi Negara ASEAN Tarik Investasi Asing

Berikut sejumlah kebijakan dan insentif yang diberikan negara-negara ASEAN untuk menarik masuknya foreign direct investment (FDI), sekaligus menciptakan ekosistem yang kondusif bagi investor:

Vietnam: One-Stop Service dan Tax Holiday

Vietnam menjadi salah satu negara paling agresif dalam menarik investasi asing. Strateginya mencakup:

  1. Pembebasan pajak (tax holiday) selama 4–9 tahun, tergantung sektor dan lokasi investasi.
  2. Pengurangan pajak hingga 50% selama 9 tahun berikutnya.
  3. Sistem “one-stop service” untuk perizinan dan legalitas investasi.
  4. Kawasan industri khusus dengan insentif sewa lahan, infrastruktur, dan tenaga kerja terlatih.

Hasilnya, Vietnam berhasil menjadi hub manufaktur utama di Asia Tenggara, terutama untuk sektor elektronik, tekstil, dan otomotif.

Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam terus mencuri perhatian investor global sebagai pusat manufaktur alternatif yang strategis di tengah pergeseran rantai pasok global. Stabilitas ekonomi, tenaga kerja kompetitif, serta kebijakan insentif dari pemerintah membuat negara ini menjadi tujuan utama FDI di Asia Tenggara. Sejumlah perusahaan multinasional pun telah menanamkan modal besar dalam berbagai proyek industri, teknologi, hingga kendaraan listrik. Berikut adalah deretan proyek FDI terbesar yang masuk ke Vietnam:

Salah satu investasi terbesar datang dari Samsung Electronics asal Korea Selatan. Sejak pertama kali masuk ke Vietnam pada 2008, perusahaan ini terus memperluas operasinya. Hingga 2023, total investasi Samsung telah mencapai lebih dari US$20 miliar, menjadikannya investor asing terbesar di Vietnam. Samsung kini memiliki beberapa pabrik besar di Bac Ninh, Thai Nguyen, dan Ho Chi Minh City, yang memproduksi smartphone, komponen elektronik, hingga layar OLED untuk pasar global.

Tak hanya Samsung, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, Intel Corporation, juga menunjukkan kepercayaan kuat terhadap Vietnam. Pada awal 2021, Intel mengumumkan tambahan investasi sebesar US$475 juta untuk memperluas fasilitas perakitannya di Saigon Hi-Tech Park (SHTP), Ho Chi Minh City. Total investasi Intel di Vietnam kini mencapai lebih dari US$1,5 miliar, menjadikannya salah satu fasilitas manufaktur terbesar Intel di Asia.

Di sektor kendaraan listrik, Foxconn dan anak usahanya di bidang otomotif, VinFast, mencuri perhatian. Foxconn, yang juga bermarkas di Taiwan, sejak 2020 telah menanamkan lebih dari US$1,5 miliar di Vietnam untuk memperluas produksi komponen elektronik dan kendaraan listrik, termasuk kerja sama dengan VinFast. Adapun VinFast sendiri — perusahaan EV lokal terbesar Vietnam — berhasil menarik minat investor asing dan membangun pabrik EV raksasa di Hai Phong, dengan total investasi mencapai US$4 miliar pada tahap awal.

Sementara itu, sektor tekstil dan pakaian masih menjadi salah satu penyumbang besar FDI. Perusahaan seperti TAL Group (Hong Kong) dan Crystal Group terus menanamkan modal di kawasan industri di utara dan tengah Vietnam. TAL Group, misalnya, telah menggelontorkan investasi lebih dari US$350 juta untuk mendirikan fasilitas produksi ramah lingkungan di Thai Binh, guna menyuplai merek-merek global seperti Uniqlo dan Levi’s.

Vietnam juga menjadi tujuan utama di sektor logistik dan energi. Perusahaan LEGO Group asal Denmark mengumumkan pembangunan pabrik pertamanya di Asia pada Desember 2021, dengan nilai investasi mencapai US$1,3 miliar. Pabrik tersebut berlokasi di Binh Duong Province dan dirancang sebagai fasilitas net-zero pertama LEGO, menggunakan panel surya dan sistem produksi hijau. Produksi dijadwalkan dimulai pada 2024.

Di sektor energi terbarukan, Vietnam berhasil menarik investasi dari perusahaan energi global seperti EDPR (Portugal) dan SkyX Solar (afiliasi VinaCapital), yang masing-masing menanamkan ratusan juta dolar untuk proyek-proyek tenaga surya dan angin, terutama di wilayah selatan dan pesisir tengah.

Dengan struktur biaya produksi yang efisien, perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang luas, serta tekad kuat pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi, Vietnam terus memperkokoh reputasinya sebagai kekuatan manufaktur dan teknologi baru di Asia. Arus FDI diperkirakan akan terus meningkat, terutama di sektor EV, komponen semikonduktor, logistik, dan energi hijau.

Thailand: Thailand 4.0 dan BOI Incentives

Pemerintah Thailand, lewat program “Thailand 4.0”, memberikan insentif khusus untuk investasi teknologi tinggi dan industri hijau. Melalui Thailand Board of Investment (BOI), investor bisa mendapatkan:

  1. Bebas pajak penghasilan badan hingga 8 tahun.
  2. Pembebasan bea impor atas mesin dan bahan baku.
  3. Kepemilikan asing 100% untuk sektor tertentu.
  4. Izin kerja dan visa yang dipermudah untuk tenaga kerja asing ahli.

Thailand terus memperkuat posisinya sebagai pusat manufaktur dan hub otomotif utama di Asia Tenggara. Dengan kebijakan investasi yang proaktif, insentif pajak dari Thailand Board of Investment (BOI), serta infrastruktur industri yang solid, negara ini berhasil menarik aliran FDI berskala besar dari berbagai sektor strategis. 

Berikut deretan proyek FDI raksasa yang masuk ke Thailand dalam beberapa tahun terakhir:

Sektor kendaraan listrik menjadi sorotan utama. Pada Maret 2023, BYD, produsen EV asal Tiongkok, mengumumkan pembangunan pabrik mobil listrik pertamanya di Asia Tenggara yang berlokasi di Rayong, Thailand. Investasi senilai US$660 juta ini ditargetkan menghasilkan hingga 150.000 unit mobil per tahun, dengan mulai produksi pada 2024. Proyek ini mempertegas ambisi Thailand menjadi pusat produksi kendaraan listrik regional.

Tak hanya BYD, Great Wall Motors (GWM) juga telah berinvestasi di Thailand sejak 2020 dengan mengakuisisi pabrik General Motors di Rayong. Perusahaan ini menjadikan Thailand sebagai basis ekspor EV dan hybrid untuk kawasan Asia Tenggara, dengan komitmen investasi lebih dari US$700 juta.

Dari sektor semikonduktor dan teknologi tinggi, Delta Electronics (Thailand) — anak perusahaan Delta Group asal Taiwan — mengumumkan ekspansi besar pada 2023, termasuk pembangunan fasilitas manufaktur baru di kawasan industri Bangkok dan Samut Prakan. Delta merupakan pemasok utama komponen daya dan pendingin untuk pusat data dan EV, dengan total nilai investasi di atas US$500 juta sejak 2021.

Sektor energi hijau juga menjadi tujuan utama FDI. Pada 2022, perusahaan Jepang Energy Absolute dan mitra asingnya meluncurkan proyek energi terbarukan dan pengembangan baterai lithium-ion di Chachoengsao, dengan nilai investasi mencapai US$1 miliar. Proyek ini sejalan dengan target net-zero carbon Thailand pada 2065.

Tak ketinggalan sektor bioteknologi dan farmasi. Perusahaan biotek asal Swiss, Lonza, telah memperluas fasilitas produksinya di Bangkok dengan investasi senilai lebih dari US$300 juta sejak 2021, difokuskan pada produksi bahan aktif farmasi (API) dan produk biotek untuk ekspor global. Thailand dinilai strategis karena kualitas SDM di sektor medis dan biaya produksi yang kompetitif.

Thailand juga menarik perhatian dari perusahaan logistik dan e-commerce global. Pada 2022, Alibaba Group meresmikan pusat logistik cerdas senilai US$350 juta di Eastern Economic Corridor (EEC) sebagai bagian dari inisiatif eWTP (electronic World Trade Platform). Fasilitas ini akan memproses logistik lintas batas dan mempercepat ekspor UMKM Thailand ke pasar global.

Salah satu pendorong utama meningkatnya arus FDI adalah pengembangan kawasan Eastern Economic Corridor (EEC), yang mencakup provinsi Chonburi, Rayong, dan Chachoengsao. Kawasan ini menjadi pusat insentif investasi khusus yang menarik banyak perusahaan dari Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan Eropa untuk mendirikan basis produksi baru.

Dengan fokus pada industri masa depan seperti EV, robotika, bioekonomi, dan smart logistics, Thailand menempatkan diri sebagai negara dengan strategi industrialisasi jangka panjang yang menarik bagi investor global. Dalam jangka menengah, arus FDI ke Thailand diprediksi akan terus tumbuh, seiring pergeseran rantai pasok dari Tiongkok ke Asia Tenggara.

Malaysia: Tax Exemption dan Ekosistem Digital

Malaysia menawarkan berbagai bentuk pembebasan pajak korporasi hingga 10 tahun untuk sektor prioritas seperti teknologi informasi, energi terbarukan, dan farmasi. Lewat lembaga seperti MIDA (Malaysian Investment Development Authority), semua proses perizinan dipusatkan dan dipercepat.

Malaysia juga mengembangkan Digital Free Trade Zone (DFTZ) untuk mendukung investasi di sektor digital dan e-commerce.

Berikut ini adalah deretan proyek FDI terbesar yang memperkuat posisi Malaysia dalam peta rantai pasok global:

Salah satu investasi terbesar datang dari Intel Corporation, raksasa teknologi asal Amerika Serikat. Pada Desember 2021, Intel mengumumkan ekspansi besar-besaran fasilitas test and assembly semikonduktornya di Penang dengan nilai mencapai US$7 miliar atau sekitar RM30 miliar. Proyek ini dijadwalkan selesai dalam beberapa tahun ke depan dan bertujuan untuk memperluas kapasitas produksi chip serta memperkuat ketahanan pasokan global di tengah tingginya permintaan industri teknologi.

Tak hanya Intel, Malaysia juga berhasil menarik investasi dari Infineon Technologies, perusahaan semikonduktor asal Jerman. Pada Agustus 2023, Infineon menggelontorkan dana sekitar USD 2 miliar (RM8 miliar) untuk memperluas fasilitas produksinya di Kulim, Kedah, yang akan difokuskan pada pembuatan chip daya untuk kendaraan listrik dan sektor energi.

Sektor energi terbarukan pun tak luput dari arus investasi asing. Pada Juli 2023, perusahaan asal Tiongkok, Risen Energy Co. Ltd, mengumumkan pembangunan pabrik modul surya berskala besar di Kulim, Kedah, dengan total nilai investasi fantastis mencapai US$10 miliar (RM42,2 miliar). Fasilitas ini akan menjadi pusat produksi panel surya untuk pasar ekspor global, sekaligus memperkuat peran Malaysia dalam ekosistem energi hijau dunia.

Di sektor teknologi digital, Amazon Web Services (AWS) mengumumkan pada Maret 2023 rencana investasi senilai US$6,3 miliar (RM25,5 miliar) untuk membangun infrastruktur cloud di Malaysia hingga tahun 2037. Proyek ini akan menciptakan Region AWS baru dan memberikan dukungan pada transformasi digital perusahaan serta lembaga pemerintah di negara tersebut.

Sementara itu, Tesla Inc. turut memperluas ekspansi regionalnya dengan menjadikan Malaysia sebagai markas kawasan Asia Tenggara. Pengumuman resmi dilakukan pada Juli 2023, diikuti dengan peluncuran jaringan Supercharger, showroom, dan pusat layanan yang dimulai secara bertahap sejak akhir 2023, sebagai bagian dari strategi penetrasi pasar kendaraan listrik di Asia.

Tak ketinggalan, sektor minyak dan gas juga mencatat masuknya investasi jumbo melalui kerja sama antara Saudi Aramco dan Petronas dalam proyek RAPID (Refinery and Petrochemical Integrated Development) di Pengerang, Johor. Investasi ini mulai digarap sejak 2017, dan Saudi Aramco secara resmi menanamkan dana sekitar US$7 miliar dari total proyek senilai US$27 miliar, menjadikan kompleks ini sebagai salah satu kilang minyak dan fasilitas petrokimia terbesar di Asia Tenggara yang kini telah beroperasi penuh.

Deretan investasi tersebut menunjukkan bahwa Malaysia tidak hanya menjadi hub manufaktur, tetapi juga mulai mengukuhkan perannya sebagai pusat teknologi, energi hijau, dan transformasi digital di kawasan. Dengan dukungan kebijakan yang pro-investasi dan posisi geografis yang strategis, arus FDI ke Malaysia diperkirakan akan terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan.

Singapura: Kepastian Hukum dan Infrastruktur Premium

Singapura dikenal sebagai negara dengan peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) tertinggi di ASEAN. Meski biaya operasional tinggi, investor tetap tertarik karena:

  1. Sistem hukum yang kuat dan transparan.
  2. Infrastruktur kelas dunia dan akses pasar global.
  3. Tarif pajak badan kompetitif (17%), dengan berbagai skema potongan pajak untuk perusahaan inovatif.
  4. Kemudahan penuh dalam perizinan, properti, dan ekspor-impor.

Berikut adalah deretan proyek FDI besar yang memperkuat daya saing Singapura di kancah global:

Salah satu proyek terbesar datang dari perusahaan semikonduktor asal Amerika Serikat, GlobalFoundries. Pada Juni 2021, perusahaan ini memulai pembangunan fasilitas produksi chip canggih Fab 11 di kawasan Woodlands dengan nilai investasi mencapai US$4 miliar. Fasilitas ini menjadi bagian dari upaya memperluas kapasitas manufaktur semikonduktor global, di tengah meningkatnya permintaan terhadap chip untuk industri otomotif, elektronik, hingga AI.

Sementara itu, perusahaan teknologi raksasa seperti Google dan Microsoft terus memperluas kehadiran digital mereka di Singapura. Pada Agustus 2023, Google mengumumkan tambahan investasi sebesar US$1,5 miliar untuk ekspansi pusat data dan kantor regionalnya di Singapura. Ini menjadikan total investasi Google di negara tersebut melampaui US$5 miliar sejak 2011. Langkah ini memperkuat posisi Singapura sebagai hub digital utama di Asia Tenggara.

Di sisi lain, Microsoft juga memperluas kapasitas infrastruktur cloud Azure-nya di Singapura sejak Mei 2023. Meski nilai investasinya tidak diumumkan secara spesifik, ekspansi ini mencerminkan lonjakan permintaan layanan cloud dan AI di kawasan. Microsoft juga menjalankan berbagai program pelatihan untuk mendukung pengembangan talenta digital lokal.

Tak ketinggalan, Amazon Web Services (AWS) turut memperkuat infrastruktur digitalnya di Singapura. Pada April 2023, AWS mengumumkan pengembangan Region Asia Pasifik di Singapura, termasuk penambahan pusat data dan peluncuran pusat pelatihan AI. Langkah ini memperluas jangkauan layanan cloud AWS bagi bisnis dan instansi pemerintah di seluruh Asia Tenggara.

Di sektor energi, ExxonMobil menunjukkan komitmen terhadap transisi energi rendah karbon. Pada 2022, perusahaan ini memulai proyek konversi fasilitas di Jurong Island sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi, termasuk pengembangan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCUS). Meski nilai investasinya tidak dirinci secara spesifik, proyek ini merupakan bagian dari total komitmen global US$15 miliar untuk energi rendah emisi.

Di sektor kesehatan, BioNTech, perusahaan bioteknologi asal Jerman yang dikenal lewat vaksin mRNA COVID-19, membangun fasilitas produksi vaksin mRNA pertama mereka di Asia Tenggara. Peletakan batu pertama dilakukan pada Mei 2022, dengan nilai investasi sekitar US$140 juta. Fasilitas ini diharapkan siap beroperasi pada 2024, memperkuat ketahanan kesehatan kawasan.

Adapun proyek berskala nasional yang juga melibatkan kerja sama dengan mitra asing adalah pembangunan Tuas Megaport oleh PSA International. Proyek ini bernilai sekitar SGD 20 miliar (setara US$14 miliar) dan telah memasuki tahap operasional sejak 2022. Meski merupakan proyek milik negara, megaproyek pelabuhan ini menggandeng mitra logistik dan teknologi dari berbagai negara, termasuk Jerman, Jepang, dan AS, untuk implementasi sistem otomatisasi dan pengelolaan cerdas.

Dengan deretan proyek besar tersebut, Singapura menunjukkan bahwa meskipun berukuran kecil secara geografis, daya saingnya sebagai pusat ekonomi, digital, dan inovasi sangat besar. Di tengah persaingan regional yang semakin ketat, kepercayaan investor global terhadap Singapura tampaknya masih sangat tinggi.