gultik-pak-agus-budi-gultik-murah-legendaris-di-pengkolan-blok-m-plaza-7.jpeg
Tren Leisure

Kuliner Legendaris Jakarta Gultik Blok M: Porsi Mini, Cita Rasa Maksi

  • Gultik atau Gulai Tikungan Blok M menjadi ikon kuliner malam Jakarta. Simak sejarahnya, siapa pencetusnya, kenapa porsinya sedikit, dan apa yang bikin warung kaki lima ini selalu ramai pengunjung.

Tren Leisure

Ananda Astri Dianka

JAKARTA - Di jantung kawasan Blok M, tepatnya di tikungan antara Jalan Mahakam dan Jalan Bulungan, berdirilah puluhan tenda kaki lima yang menjajakan satu menu legendaris: gultik, alias gulai tikungan. Sekilas terlihat seperti gulai biasa, nasi putih disiram kuah kental berempah dengan potongan daging sapi, namun gultik punya tempat tersendiri di hati para pemburu kuliner malam ibu kota.

Gultik mulai populer sejak era 1980-an. Awalnya, hanya ada satu dua pedagang kaki lima yang berjualan gulai di tikungan kecil kawasan Blok M. Mereka mengincar para pekerja malam, sopir angkutan, dan mahasiswa yang mencari makanan hangat dan murah setelah pukul 9 malam. Seiring waktu, warung-warung ini semakin ramai dan berkembang menjadi sentra kuliner malam khas Jakarta Selatan.

Meski tak ada dokumen resmi soal siapa yang pertama kali membuka lapak gultik, banyak warga sekitar menyebut seorang pedagang bernama Pak Udin sebagai salah satu pelopor gultik di kawasan itu. Ia dikenal mulai menggelar tikar dan kompor pada malam hari untuk menjajakan gulai sapi dengan kuah kekuningan yang khas.

Saat ini, gultik bukan lagi nama satu warung, melainkan menjadi semacam “merek generik” untuk sekitar 20–30 pedagang yang menjajakan gulai serupa di sepanjang tikungan tersebut. Tidak ada satu pemilik tunggal gultik, karena para pedagang di sana berdiri sendiri-sendiri dan memiliki resep serta pelanggan masing-masing.

Meski demikian, banyak dari mereka saling mengenal dan membentuk komunitas informal yang menjaga kekompakan, termasuk soal harga dan waktu operasional. Gultik dapat ditemui di tikungan antara Jalan Mahakam dan Jalan Bulungan, tak jauh dari Terminal Blok M dan kawasan Little Tokyo. Tenda-tenda mulai buka sekitar pukul 6 sore dan beroperasi hingga dini hari, bahkan beberapa tetap buka sampai subuh.

Lokasinya yang strategis membuat gultik mudah dijangkau oleh siapa saja: dari anak muda yang baru keluar dari bar, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga selebritas yang ingin nostalgia makanan kaki lima.

Kenapa Gultik Terkenal?

Ada beberapa alasan mengapa gultik begitu digemari. Pertama, tentu karena rasa kuah gulainya yang gurih, ringan, dan tidak terlalu menyengat, cocok untuk lidah siapa saja. Kedua, gultik menyajikan pengalaman makan malam di trotoar dengan suasana khas Jakarta yang riuh tapi hangat. Ketiga, harganya masih tergolong terjangkau untuk kawasan urban, sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000 per porsi.

Bukan hanya soal rasa, gultik telah menjadi bagian dari budaya urban Jakarta. Ia adalah tempat bertemunya banyak dunia: anak kuliah, pemusik jalanan, pebisnis, hingga wisatawan asing yang penasaran dengan kuliner lokal. Salah satu ciri khas gultik adalah porsinya yang relatif kecil: nasi sepiring kecil dengan beberapa potong daging dan siraman kuah. Banyak pengunjung harus memesan dua hingga tiga piring untuk merasa kenyang.

Ukuran porsi yang kecil ini bukan tanpa alasan. Para pedagang menyadari bahwa mayoritas pelanggan datang larut malam, ketika tubuh tak lagi membutuhkan makanan berat. Selain itu, dengan porsi kecil, harga bisa ditekan agar tetap terjangkau. Ini juga strategi cerdas untuk menjaga sirkulasi pelanggan, yang cepat makan, cepat berganti.

Tak jarang, pengunjung sengaja datang bersama teman atau pasangan untuk ‘ngemil’ gultik sambil ngobrol, bukan untuk makan besar. Porsi kecil itu justru memperpanjang waktu nongkrong, menciptakan suasana santai yang jadi daya tarik sendiri.

Gultik bukan sekadar makanan, tapi potret kota Jakarta di malam hari—penuh warna, hangat, dan bersahabat. Meski porsinya kecil, ia menyajikan rasa besar dalam pengalaman yang tak mudah dilupakan. Dari sejarahnya yang sederhana hingga komunitas pedagangnya yang bersahabat, gulai tikungan tetap menjadi ikon kuliner yang layak dicoba siapa pun yang ingin menyicipi cita rasa Jakarta dalam semangkuk kecil gulai sapi.

Jika kamu mencari kuliner malam yang legendaris, murah, dan sarat cerita, maka gultik Blok M adalah jawabannya.