
Kehilangan Dividen BUMN Rp90 Triliun, Kemenkeu Siapkan Strategi Penerimaan Baru
- Kemenkeu dipastikan tidak akan menerima setoran dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) pada tahun 2025
Nasional
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dipastikan tidak akan menerima setoran dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) pada tahun 2025. Nilai dividen yang hilang dari kas negara mencapai sekitar Rp90 triliun.
Kondisi ini terjadi karena mulai tahun ini, setoran dividen BUMN tidak lagi masuk langsung ke kas negara, melainkan disalurkan ke Badan Pengelola Dana Investasi (BPI) Danantara, lembaga baru yang mengelola dana kekayaan negara dalam bentuk Sovereign Wealth Fund (SWF).
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Palit, menilai bahwa meskipun Kementerian Keuangan telah mengupayakan langkah-langkah pengganti, hilangnya Rp90 triliun dari dividen BUMN tidak dapat serta merta digantikan.
“Tetapi akan dilakukan upaya-upaya lain, tetapi akan dilakukan oleh pajak dan sumber-sumber penerimaan lainnya,” ujar Dolfie kala apat kerja bersama Komisi XI DPR RI, dan Kemenkeu, Kamis, 8 Mei 2025.
Merespons tantangan ini, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan sejumlah strategi “extra effort” yang sedang ditempuh pemerintah untuk menutup potensi defisit penerimaan tersebut, antara lain dengan mengoptimalkan potensi dari sektor sumber daya alam (SDA), kementerian/lembaga (K/L), serta melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak dan perluasan basis penerimaan negara.
"Beberapa strategi extra effort itu dimaksudkan bisa memperbaiki kepatuhan,” tutur Suahasil menjawab.
- Bagaimana Bisa India dan Pakistan Sukses Membangun Senjata Nuklir?
- Kisruh Konser Day6 di Jakarta: Pindah Venue hingga Aksi Refund
- Berapa Dividen Astra (ASII) dalam 10 Tahun Terakhir? Ini Datanya
Strategi Pendapatan Baru ala Kemenkeu
Kemenkeu kini merancang ulang strategi penerimaan negara dengan mengandalkan tiga pilar utama, perluasan basis penerimaan dari sumber daya alam (SDA), optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari kementerian/lembaga, dan peningkatan kepatuhan melalui sinergi data lintas instansi.
Ekspansi SIMBARA dan Skema Royalti Baru
Langkah pertama dimulai dari sektor pertambangan. Pemerintah memperluas cakupan Sistem Informasi Mineral dan Batubara (SIMBARA) ke lebih banyak jenis mineral.
Sistem digital ini bukan hanya alat monitoring, tetapi juga menjadi instrumen kontrol dan transparansi penerimaan negara dari sektor yang selama ini rawan kebocoran. Dengan SIMBARA, data produksi, penjualan, hingga pembayaran royalti bisa terpantau secara real-time oleh lintas instansi.
Sejalan dengan itu, diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2025 yang mengatur skema baru royalti minerba untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Skema ini tidak hanya menyesuaikan dengan harga komoditas global, tetapi juga memberikan insentif kepada pelaku usaha yang melakukan hilirisasi di dalam negeri. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan secara signifikan.
Optimalisasi PNBP Kementerian dan Penegakan Lingkungan
Tidak hanya dari sektor SDA, pemerintah juga menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor layanan publik. Tiga kementerian dan lembaga utama menjadi tulang punggung strategi ini.
Pertama, Direktorat Jenderal Imigrasi dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di bawah Kementerian Hukum dan HAM berkontribusi melalui digitalisasi layanan keimigrasian dan pemasyarakatan.
Kedua, Kementerian Perhubungan meningkatkan PNBP melalui penyesuaian tarif transportasi dan optimalisasi pelayanan pelabuhan. Ketiga, Kepolisian RI menghadirkan inovasi seperti pelat nomor kendaraan premium yang tidak hanya meningkatkan layanan, tetapi juga menambah pundi-pundi pendapatan negara.
Tak kalah penting, sektor lingkungan hidup mulai dioptimalkan sebagai sumber pendapatan baru. Penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan, khususnya non-SDA, kini diarahkan untuk tidak hanya memberi efek jera, tetapi juga mendorong pemasukan tambahan sebesar Rp1–2 triliun per tahun.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ditugaskan meningkatkan intensitas pengawasan dan penindakan di lapangan.
- Bagaimana Bisa India dan Pakistan Sukses Membangun Senjata Nuklir?
- Kisruh Konser Day6 di Jakarta: Pindah Venue hingga Aksi Refund
- Berapa Dividen Astra (ASII) dalam 10 Tahun Terakhir? Ini Datanya
Sinergi Data dan Joint Program
Strategi ketiga berfokus pada peningkatan kepatuhan dan pemanfaatan sinergi data antarinstansi. Melalui program kolaboratif yang dikenal sebagai Joint Program, Kemenkeu menggabungkan kekuatan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), serta unit pengelola PNBP.
Target utamanya adalah mengintegrasikan data wajib pajak dan wajib bayar, terutama dari kalangan eksportir, importir, dan pelaku usaha strategis lainnya.
Dengan sistem ini, Kemenkeu dapat melakukan profiling risiko penerimaan secara akurat dan proaktif. Data yang sebelumnya terfragmentasi kini menjadi satu kesatuan, memudahkan audit kepatuhan sekaligus membuka potensi penerimaan dari sektor-sektor yang selama ini belum tergarap maksimal.
Meski demikian, pemerintah menyadari bahwa kehilangan setoran dividen dari BUMN menjadi tantangan besar bagi struktur APBN. Namun, strategi diversifikasi sumber pendapatan dan digitalisasi pengawasan dipercaya sebagai solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan.