
Banyak Kendala Adang Adaptasi Tenaga Nuklir di Indonesia
JAKARTA – Berly Martawardaya, Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan, adaptasi tenaga nuklir di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Sebut saja soal keamanan, pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) idealnya tidak dibangun di wilayah yang dekat dengan gunung berapi dan rawan gempa bumi. Sebab itu, wilayah yang berpotensi untuk pembangunan […]
Industri
JAKARTA – Berly Martawardaya, Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan, adaptasi tenaga nuklir di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan.
Sebut saja soal keamanan, pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) idealnya tidak dibangun di wilayah yang dekat dengan gunung berapi dan rawan gempa bumi. Sebab itu, wilayah yang berpotensi untuk pembangunan PLTN di Indonesia adalah Pulau Kalimantan dan Pulau Bangka.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“PLTN enggak bisa dibangun di Jawa karena banyak gunung berapi dan dikelilingi oleh sesar gempa,” kata Berly dalam diskusi virtual Indef, Senin, 30 Noember 2020.
Apabila PLTN dibangun di dua wilayah tersebut, masalah selanjutnya ialah serapan dan distribusi energi. “Siapa yang mau pakai kalau adanya di Kalimantan dan Bangka, sementara industri sebagian besar di Jawa?”
Sebab itu, pembangunan PLTN tak bisa sembarangan, pemerintah perlu memikirkan secara matang terkait jalur dan akses distribusi energi. Berly mengatakan, PLTN membutuhkan infrastruktur dan kebijakan industri yang matang dan berkelanjutan.
Selanjutnya, masalah keamanan operasionalnya, hal ini terkait sumber daya manusia (SDM) yang ada di PLTN. Katakanlah, kata Berly, Indonesia perlu 10 tahun untuk beradaptasi dengan kedispilinan dan strander operasional prosedur PLTN dari tenaga kerja asing.
“Nggak apa-apa dari asing dulu sementara, yang penting sudah teruji keahliannya seperti Jepang dan Jerman,” usul Berly.
Baginya, kualitas SDM tidak melulu soal keahlian di bidang tenaga nuklir, tetapi juga terkait kedisiplinan kerja. Sebagai contoh, kedisiplinan pekerja untuk tidak merokok di area PLTN.
Dengan banyak pertimbangan tersebut, Berly mewajarkan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia masih menjadi prioritas terakhir dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).