Whale Buka Posisi Short Jumbo, Prediksi Bitcoin Jebol Ke Level Ini
- Pasar memperkirakan Bank of Japan akan menaikkan suku bunga menjadi 0,75% pekan depan. Langkah ini berpotensi memicu likuidasi aset kripto akibat mekanisme Yen Carry Trade yang membuat biaya pinjaman semakin mahal.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Harga Bitcoin (BTC) kembali berada di bawah tekanan jual yang signifikan seiring meningkatnya spekulasi pasar terhadap kebijakan Bank of Japan (BOJ). Bank sentral Jepang tersebut diperkirakan hampir pasti akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan kebijakan pekan depan, sebuah langkah yang berpotensi mengguncang likuiditas global.
Para trader kini memproyeksikan BOJ akan mengerek suku bunga ke level 0,75%, level tertinggi dalam tiga puluh tahun terakhir. Langkah pengetatan moneter ini diperkirakan akan memberikan dampak negatif langsung pada aset-aset berisiko tinggi, termasuk mata uang kripto, yang selama ini menikmati aliran dana murah dari yen.
Data pasar menunjukkan probabilitas kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada pertemuan 18-19 Desember 2025 telah mencapai angka yang sangat meyakinkan. "Probabilitas kenaikan suku bunga dalam pertemuan BOJ pekan depan mencapai lebih dari 90%," tulis laporan Bloomberg mengutip grafik analis Ted Pillows, pada Senin, 15 Desember 2025.
1. Mimpi Buruk 'Yen Carry Trade'
Kekhawatiran utama pasar berpusat pada mekanisme Yen Carry Trade. Selama ini, investor global meminjam yen dengan bunga sangat rendah untuk membeli aset berimbal hasil tinggi seperti Bitcoin. Namun, ketika Jepang menaikkan bunga, biaya pinjaman menjadi mahal, memaksa investor menjual aset mereka untuk melunasi utang.
Sejarah mencatat korelasi negatif yang kuat antara kebijakan BOJ dan pasar kripto. Kenaikan suku bunga Jepang di masa lalu sering kali bertepatan dengan penurunan harga atau drawdown Bitcoin yang cukup dalam, berkisar antara 20% hingga 25% dari titik tertingginya akibat likuidasi posisi leverage.
Mekanisme ini menjadikan keputusan BOJ bukan sekadar urusan domestik Jepang, melainkan sinyal bagi tren likuiditas global. "Ketika Jepang menaikkan suku bunga, biaya meminjam yen menjadi mahal. Akibatnya, investor cenderung menjual aset-aset berisiko, termasuk kripto," jelas analisis pasar terkait dampak carry trade.
2. Target Harga dan Posisi Whale
Saat ini, harga Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$88.805, dengan sentimen pasar yang cenderung melemah. Analis memprediksi bahwa jika tekanan jual berlanjut akibat kebijakan Bank of Japan (BOJ), harga Bitcoin berpotensi terdorong turun hingga diperdagangkan di area US$70.000 dalam jangka pendek.
Data on-chain juga memperlihatkan peningkatan posisi bearish di kalangan investor besar atau whale. Analis melaporkan adanya pembukaan posisi jual (short) dalam jumlah masif, yang menandakan bahwa para pemain besar tengah bersiap menghadapi volatilitas penurunan harga menjelang pengumuman suku bunga.
Seorang trader besar terdeteksi baru saja membuka posisi short senilai US$89 juta dengan leverage 3x. Pelaku pasar ini memiliki rekam jejak profitabilitas yang tinggi. “Trader yang sama ini telah menghasilkan keuntungan lebih dari US$23 juta dalam dua bulan terakhir,” lapor analis kripto Ted Pillows.
3. Probabilitas Pasar dan Volatilitas Akhir Tahun
Pasar prediksi seperti Polymarket menunjukkan keyakinan yang nyaris mutlak terhadap langkah BOJ. Peluang kenaikan suku bunga sebesar 25 bps pada Desember 2025 tercatat mencapai 98%, menandakan bahwa pasar sebenarnya sudah mulai memperhitungkan skenario ini (priced in) dalam valuasi aset saat ini.
Namun, risiko volatilitas tetap tinggi jika terjadi penembusan harga di bawah level dukungan kunci. Kontrak di platform prediksi Kalshi menunjukkan probabilitas sebesar 28% bahwa Bitcoin akan jatuh di bawah level psikologis US$80.000 sebelum pergantian tahun, mempercepat momentum penurunan yang ada.
Pejabat BOJ kemungkinan akan mencoba menenangkan pasar dengan sinyal bahwa kondisi moneter tetap akomodatif meski bunga naik. Namun, pelaku pasar tetap waspada. "Penembusan harga yang menentukan di bawah level dukungan kunci dapat mempercepat momentum penurunan," sebut analisis teknikal pasar.
4. Optimisme Jangka Panjang Tetap Ada
Meskipun badai jangka pendek membayangi, sejumlah ahli strategi tetap optimistis terhadap prospek pemulihan Bitcoin setelah volatilitas mereda. Fundamental adopsi aset digital dinilai tetap kuat dan tidak akan terganggu secara permanen oleh siklus kebijakan moneter satu negara, meskipun dampaknya terasa saat ini.
Tom Lee, misalnya, memprediksi Bitcoin akan mampu mencetak rekor tertinggi baru (All-Time High) pada awal tahun depan. Sementara itu, investor institusi jangka panjang seperti Michael Saylor mengisyaratkan komitmennya untuk terus mengakumulasi Bitcoin terlepas dari sentimen pasar yang sedang diliputi ketakutan ekstrem.
Perspektif jangka panjang ini menjadi penyeimbang di tengah kepanikan ritel. Investor besar cenderung melihat koreksi sebagai peluang beli. "Hasil pertemuan BOJ pekan depan diperkirakan akan menentukan tren harga Bitcoin hingga akhir tahun ini," tulis riset pasar menyimpulkan situasi saat ini.
5. Kripto Terikat Makroekonomi Global
Fenomena ini menegaskan evolusi pasar kripto yang semakin terintegrasi dengan sistem keuangan tradisional. Bitcoin tidak lagi menjadi aset yang terisolasi, melainkan sangat sensitif terhadap dinamika kebijakan makroekonomi global, terutama dari negara ekonomi utama seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Pergerakan suku bunga di negara yang memiliki peran sentral dalam mekanisme carry trade memiliki dampak langsung pada selera risiko (risk appetite) investor global. Keputusan bank sentral kini menjadi indikator utama yang diawasi ketat oleh trader aset digital di seluruh dunia.
Kondisi ini menuntut investor kripto untuk lebih melek literasi makroekonomi. Volatilitas pasar saat ini adalah bukti nyata keterkaitan tersebut. "Ekspektasi kenaikan suku bunga menyoroti betapa eratnya pasar mata uang kripto kini terikat pada dinamika kebijakan makroekonomi global," tutup analisis tersebut.

Alvin Bagaskara
Editor
