Terseret Wall Street dan The Fed, Bitcoin Hadapi Ujian Terberat
- Kredibilitas stablecoin goyah setelah S&P menurunkan peringkat Tether (USDT). Tekanan struktural ini memperparah anjloknya harga Bitcoin (BTC) di tengah sentimen risk-off global.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pasar kripto kembali terguncang di awal Desember. Harga Bitcoin (BTC) anjlok parah 4,96% ke US$86.677 pada Selasa pagi, 2 Desember 2025. Total kapitalisasi pasar kripto global ambles 5,04% dalam 24 jam terakhir, menghapus seluruh kenaikannya.
Indeks Crypto Fear and Greed berada di kisaran 20, masih masuk kategori extreme fear. Sentimen negatif ini muncul dari kombinasi tekanan makroekonomi, gelombang likuidasi posisi long, dan anjloknya kepercayaan terhadap kredibilitas stablecoin sebagai fondasi pasar.
Berikut adalah bedah tuntas lima faktor yang memicu kejatuhan harga Bitcoin dan altcoin secara berjamaah, serta bagaimana dampak ini berkorelasi dengan pelemahan di Wall Street.
1. Krisis Likuiditas dan Likuidasi Jumbo
Pasar derivatif mencatat lebih dari US$1 miliar posisi kripto dilikuidasi dalam sehari, mayoritas berasal dari posisi long. Tekanan jual ini mempercepat penurunan harga, termasuk satu likuidasi besar senilai US$44 juta untuk Bitcoin di bursa HTX.
Krisis likuiditas juga diperparah oleh efek lanjutan shutdown pemerintah AS. Analis Mel Mattison mencatat pemerintah federal mencetak surplus fiskal besar, yang secara efektif menyedot likuiditas dari sistem keuangan. “Kita mengalami periode likuiditas fiskal yang paling kering dalam beberapa bulan, bahkan tahun,” kata Mattison dikutip pada Selasa, 2 Desember 2025.
2. Anjloknya Kredibilitas Stablecoin Tether (USDT)
Sentimen negatif struktural datang dari stablecoin. S&P Global Ratings menurunkan peringkat cadangan stablecoin Tether (USDT) ke level terendah. Penilaian tersebut menyoroti minimnya transparansi Tether terkait kualitas aset penopang cadangan dana dan kredibilitas pihak penyimpan dana.
Penilaian tersebut, meskipun USDT berbeda dari perbankan tradisional, cukup untuk menggerus selera risiko pelaku pasar dan memicu tekanan jual moderat. Bank Sentral China (PBOC) kembali menegaskan sikap keras terhadap aset digital, menyebut stablecoin banyak digunakan untuk aktivitas ilegal seperti pencucian uang.
3. Pukulan Makro: The Fed dan Gejolak Obligasi
Sentimen global terseret oleh memudarnya ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga pada Desember. Analis Paul Howard mencatat pasar kini menilai peluang pemangkasan suku bunga hanya sekitar 50%, yang membuat investor menjauhi aset berisiko tinggi.
Analis sempat mengaitkan penurunan Bitcoin dengan lonjakan imbal hasil obligasi Jepang tenor 20 tahun yang mencapai level tertinggi dalam 25 tahun. Kenaikan yield obligasi ini mencerminkan menurunnya minat investor akibat risiko inflasi dan peningkatan beban utang pemerintah.
4. Korelasi Makro dan Pergeseran Sentimen di Wall Street
Penurunan tajam Bitcoin menjadi salah satu pemicu pelemahan di pasar saham AS. Indeks S&P 500 ditutup turun 0,53%, dan Nasdaq Composite melemah 0,38%. Saham-saham terkait kripto dan teknologi (AI) juga ikut terkoreksi tajam.
Namun, terjadi rotasi modal yang menarik. Saham ritel seperti Ulta dan Walmart bergerak naik, menentang tren pelemahan pasar seiring memanasnya musim belanja akhir tahun. Hal ini menunjukkan pasar bergeser dari aset spekulatif ke aset berbasis konsumsi riil.
5. Prospek dan Sinyal Jangka Panjang
Meskipun pasar memasuki fase konsolidasi, faktor musiman memberi harapan. Pasar saham AS masih cukup kuat, didukung peluang bahwa The Fed akan memangkas suku bunga lagi minggu depan. “Kami menilai kondisi pasar masih cukup kuat, terutama dengan tingginya peluang bahwa The Fed akan memangkas suku bunga lagi minggu depan,” tutup Robert Schein, CIO Blanke Schein Wealth Management.
Namun, Analis Paul Howard memperkirakan Bitcoin akan bergerak datar hingga akhir tahun. Investor perlu waspada. “Ada kemungkinan kita sudah melihat puncak harga Bitcoin untuk 2025,” ujar Howard, memprediksi pasar masih menunggu katalis kuat untuk kembali bullish secara fundamental.

Alvin Bagaskara
Editor
