Tren Pasar

Rugi Waskita Karya Kuartal III-2025 Tembus Rp3,17 Triliun, Divestasi Tol Cimanggis Disiapkan

  • Waskita Karya (WSKT) catat rugi Rp3,17 triliun di Kuartal III-2025. Perseroan siapkan divestasi Tol Cimanggis–Cibitung untuk perkuat keuangan.
1616735503411.webp
Waskita Karya (https://ik.imagekit.io/tk6ir0e7mng/uploads/2021/03/1616735503411.jpeg?tr=w-995)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Laporan keuangan entitas konstruksi Danantara, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), menunjukkan tekanan yang berlanjut hingga kuartal ketiga 2025. Pendapatan usaha tercatat turun, sementara rugi bersih perusahaan justru semakin dalam menjadi Rp3,17 triliun.

Untuk mengatasi tekanan finansial tersebut, Waskita berencana melakukan divestasi salah satu asetnya. Perusahaan akan menjual kepemilikan saham di ruas tol Cimanggis-Cibitung. Langkah ini dilakukan di saat segmen bisnis jalan tol menunjukkan pertumbuhan pendapatan, berbeda dengan segmen lainnya.

Langkah ini menimbulkan pertanyaan mengenai strategi jangka panjang perusahaan dalam program restrukturisasinya. Apakah penjualan aset produktif ini merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi tantangan fundamental yang sedang dihadapi?

1. Rapor Kinerja Keuangan

Kinerja operasional Waskita menunjukkan pelemahan yang signifikan. Pendapatan usaha perusahaan pada periode sembilan bulan 2025 tercatat turun 22,08% menjadi Rp5,28 triliun, dengan hampir semua segmen bisnis utamanya mengalami kontraksi.

Pendapatan dari jasa konstruksi misalnya, susut 20,79% menjadi Rp3,76 triliun. Namun, di tengah pelemahan tersebut, pendapatan dari jalan tol justru berhasil tumbuh tipis 2,97% menjadi Rp859,39 miliar, menjadikannya salah satu segmen dengan kinerja terbaik.

Akibatnya, rugi bersih perusahaan membengkak dari Rp3,00 triliun menjadi Rp3,17 triliun. Kondisi ini juga menggerus ekuitas atau modal perusahaan, yang tercatat anjlok signifikan sebesar 45,75% hanya dalam waktu sembilan bulan.

2. Rencana Divestasi Tol Cimanggis-Cibitung

Di tengah kondisi tersebut, manajemen Waskita mengonfirmasi rencana divestasi aset. Direktur Utama WSKT, Muhammad Hanugroho, telah menyatakan bahwa penjualan aset menjadi salah satu strategi utama perusahaan untuk mendapatkan dana segar yang dibutuhkan.

“Ada Cimanggis–Cibitung Tollways [yang akan didivestasi],” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu. Langkah ini merupakan bagian dari target divestasi senilai total Rp3,3 triliun.

Pembelinya adalah Grup Bakrie, melalui PT Bakrie Toll Indonesia (BTI), yang berambisi untuk menguasai 100% saham CCT. Dari penjualan 35% sahamnya, Waskita akan menerima dana segar sebesar Rp388 miliar yang ditargetkan selesai pada Desember 2025.

3. Profil Sang Pembeli

Langkah Grup Bakrie untuk mengakuisisi penuh Tol Cimanggis-Cibitung merupakan bagian dari strategi mereka. Akuisisi ini bertujuan untuk memperkuat posisi di jaringan jalan tol Jakarta Outer Ring Road 2 (JORR 2) yang dinilai sangat strategis.

Untuk mendanai akuisisi jumbo senilai total Rp3,56 triliun ini, Bakrie telah mendapatkan fasilitas pinjaman sebesar US$312 juta. Pinjaman ini berasal dari ADH Jackpot SPV Limited, sebuah perusahaan investasi yang berbasis di Uni Emirat Arab.

“Perseroan memandang bahwa akuisisi CCT merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi di sektor infrastruktur nasional,” tulis manajemen BNBR dalam keterbukaan informasinya, menunjukkan keyakinan pada prospek aset tersebut.

4. Implikasi bagi Waskita dan Investor

Bagi Waskita, penjualan aset ini memiliki dua sisi implikasi. Di satu sisi, dana segar Rp388 miliar dan berkurangnya beban utang akan memberikan ruang gerak tambahan yang sangat dibutuhkan untuk operasional jangka pendek perusahaan.

Namun di sisi lain, perusahaan harus merelakan salah satu asetnya yang menunjukkan kinerja pendapatan positif. Aset jalan tol ini selama ini menjadi sumber pendapatan berulang (recurring income) yang stabil, di saat bisnis inti konstruksinya sedang melemah.

Bagi investor, ini adalah sinyal bahwa proses restrukturisasi di bawah Danantara berjalan sangat serius. Pertanyaannya kini adalah apakah langkah ini akan menjadi titik balik, atau hanya solusi sementara untuk mengatasi masalah likuiditas perusahaan.