<p>JAKARTA, <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/">TRENASIA.ID&nbsp;</a>– Musim rilis laporan keuangan semester I-2025 untuk sektor batu bara menyajikan sebuah anomali yang membingungkan. Mayoritas emiten raksasa seperti <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/tag/ptba">PTBA</a>, <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/tag/bumi">BUMI</a>, hingga <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/tag/cuan">CUAN</a> berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan.</p><p>Namun anehnya, di saat yang sama, laba bersih mereka justru anjlok puluhan persen. Fenomena pendapatan yang naik tapi laba yang 'boncos' ini tentu membuat banyak investor bertanya-tanya: apa yang sebenarnya sedang terjadi di sektor ini?</p><p>Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, bahkan ikut angkat bicara mengenai kondisi pasar yang sulit ini. Lantas, apa penyebab di balik paradoks ini dan bagaimana prospek saham-saham batu bara ke depan? Mari kita bedah tuntas.</p><ul><li>Baca Juga: <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/tren-ekbis/mau-kerja-di-sektor-energi-ini-investasi-paling-moncer-hingga-kuartal-i-2025"><strong>Mau Kerja di Sektor Energi, Ini Investasi Paling Moncer hingga Kuartal I 2025</strong></a></li></ul><h2>1. Pendapatan Hijau, Laba Merah Berjamaah</h2><p>Jika kita melihat rapor keuangan semester I-2025, polanya terlihat sangat jelas dan seragam.&nbsp;PT Bukit Asam Tbk (PTBA)&nbsp;misalnya, mencatatkan kenaikan pendapatan 4,12% menjadi&nbsp;Rp20,45 triliun, namun laba bersihnya justru anjlok&nbsp;-59,02%&nbsp;menjadi Rp833 miliar.</p><p>Kisah serupa dialami oleh&nbsp;PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Pendapatannya berhasil tumbuh 13,78% menjadi&nbsp;US$677,93 juta, akan tetapi laba bersihnya 'terjun bebas' hingga&nbsp;-75,97%&nbsp;menjadi US$20,40 juta.</p><p>Nasib serupa juga menimpa&nbsp;PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN). Meskipun pendapatannya naik menjadi&nbsp;US$462,11 juta, laba bersih emiten milik Prajogo Pangestu ini anjlok sangat dalam hingga&nbsp;-93,43%&nbsp;menjadi hanya US$1,94 juta.</p><ul><li>Baca Juga: <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/tren-ekbis/energi-vs-bonus-demografi-menilik-serapan-pekerja-di-sektor-esdm-2025"><strong>Energi Vs Bonus Demografi: Menilik Serapan Pekerja di Sektor ESDM 2025</strong></a></li></ul><p>Bahkan emiten yang dikenal efisien seperti&nbsp;PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG)&nbsp;juga tidak luput. Pendapatan bersihnya tercatat turun&nbsp;-12,4%&nbsp;menjadi&nbsp;US$919,4 juta, yang berimbas pada anjloknya laba bersih sebesar&nbsp;-29,51%menjadi&nbsp;US$90,9 juta.</p><h2>2. Harga Jual yang Tak Bisa Dikendalikan</h2><p>Menurut Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, biang kerok utama dari anjloknya laba ini adalah harga batu bara global yang sedang melemah. Meskipun Indonesia adalah salah satu eksportir terbesar dunia, kita tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan harga.</p><p>"Sebenarnya agak lucu memang...begitu harga turun kita ga bisa apa-apa, kita permintaan dikit tapi produksi banyak,"&nbsp;ujar Bahlil&nbsp;dalam&nbsp;konferensi pers Capaian Kinerja Semester I-2025&nbsp;yang diselenggarakan pada hari&nbsp;Senin, 11 Agustus 2025.</p><p>Ia juga menyoroti kebijakan RKAB 3 tahun yang membuat produksi terus berjalan deras meskipun permintaan global sedang lesu. Dengan demikian, kombinasi antara produksi yang melimpah dan harga jual yang rendah inilah yang menggerus margin keuntungan para emiten.&nbsp;</p><h2>3. Rem Produksi Lewat Revisi RKAB</h2><p>Menyikapi kondisi ini, pemerintah tidak tinggal diam. Bahlil menegaskan bahwa ke depannya Kementerian ESDM akan melakukan revisi terhadap Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) para perusahaan tambang batu bara.</p><p>Tujuannya jelas: untuk 'mengerem' laju produksi agar pasokan di pasar tidak berlebihan. Dengan menjaga pasokan, diharapkan harga batu bara bisa kembali stabil dan membaik, yang pada akhirnya akan menguntungkan negara dan juga perusahaan.</p><p>"Kalau kita harga bagus berarti negara akan mendapatkan pajak yang baik, pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang baik,"&nbsp;tuturnya, menekankan pentingnya menjaga stabilitas harga.</p><h2>4. Pandangan Analis</h2><p>Di tengah kondisi yang menantang ini, pandangan para analis ternyata beragam. Berdasarkan data konsensus Bloomberg per 13 Agustus 2025, saham&nbsp;PTBA&nbsp;dan&nbsp;ITMG&nbsp;mayoritas mendapatkan rekomendasi&nbsp;"Tahan" (Hold).</p><p>Rekomendasi yang lebih optimistis justru diberikan kepada&nbsp;BUMI&nbsp;dan&nbsp;CUAN. Kedua saham ini sama-sama mendapatkan rekomendasi dominan&nbsp;"Beli"&nbsp;dari para analis yang mengulasnya, menunjukkan adanya keyakinan pada prospek kedua emiten ini.</p><h2>5. Intip Target Harga&nbsp;</h2><p>Rekomendasi yang beragam tersebut juga tercermin pada target harganya. Target harga rata-rata untuk&nbsp;PTBA&nbsp;dalam 12 bulan ke depan berada di level&nbsp;Rp2.391, sementara&nbsp;ITMG&nbsp;ditargetkan di&nbsp;Rp24.025.</p><p>Untuk saham yang direkomendasikan beli, target harga&nbsp;BUMI&nbsp;menurut konsensus berada di level&nbsp;Rp165. Sedangkan target harga rata-rata untuk&nbsp;CUAN&nbsp;dicanangkan pada level&nbsp;Rp1.610&nbsp;per sahamnya.</p>

Para Pekerja Berjalan di Dekat Ekskavator yang Memuat Batu Bara (Reuters/Kham)

Para Pekerja Berjalan di Dekat Ekskavator yang Memuat Batu Bara

Rapor saham batu bara: Pendapatan hijau, tapi laba merah berjamaah! Bongkar penyebab anjloknya profit BUMI, PTBA, CUAN, & ITMG.

Pendapatan Emiten Batu Bara Naik, Kenapa Labanya Justru Anjlok? Ini Jawabannya

Tren Pasar