Tren Pasar

Mengenal Robinhood (HOOD): Aplikasi Zero Commission yang Masuk Pasar RI

  • Profil Robinhood menyoroti perjalanan dari startup kontroversial hingga masuk indeks S&P 500. Model bisnisnya mengandalkan Payment for Order Flow untuk mensubsidi biaya komisi bagi pengguna ritel.
Robinhoods-Main-Product-is-the-Robinhood-Crypto-in-the-US-GM.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID – Robinhood Markets, Inc. (HOOD) bukan sekadar aplikasi investasi biasa. Perusahaan fintech asal California ini adalah disruptor yang mengubah wajah pasar modal modern Amerika Serikat. Dengan misi "mendemokratisasi keuangan", Robinhood memaksa industri keuangan di Wall Street untuk menghapus biaya komisi transaksi.

Kini, raksasa teknologi yang terdaftar di Nasdaq dan masuk dalam indeks S&P 500 itu membidik pasar Asia Tenggara. Indonesia dipilih sebagai pijakan utama ekspansi globalnya melalui akuisisi strategis terhadap entitas sekuritas lokal dan pedagang aset kripto berlisensi.

Langkah ini menandai babak baru bagi investor ritel Tanah Air. Kehadiran Robinhood berpotensi mengubah lanskap persaingan sekuritas domestik, membawa standar teknologi dan pengalaman pengguna (user experience) kelas dunia ke pasar yang dihuni oleh lebih dari 19 juta investor.

1. Sejarah: Lahir dari Frustrasi di Stanford

Robinhood didirikan pada 2013 oleh Vladimir Tenev dan Baiju Bhatt, dua sahabat lulusan Universitas Stanford. Ide ini lahir saat mereka membangun perangkat lunak perdagangan frekuensi tinggi (HFT) di New York dan menyadari ketimpangan besar dalam struktur biaya pasar modal AS.

Mereka melihat institusi besar berdagang dengan biaya nol, sementara investor ritel dibebani komisi $5-$10 per transaksi. Melihat ketidakadilan ini, mereka meluncurkan Robinhood dengan premis radikal: perdagangan saham tanpa komisi (zero-commission) dan tanpa saldo minimum, yang langsung meledak di kalangan milenial.

Dampak kehadiran Robinhood sangat sistemik. Tekanan kompetitif yang diciptakannya memaksa pialang petahana raksasa seperti Charles Schwab, TD Ameritrade, dan E*Trade untuk ikut menghapus biaya komisi pada 2019. Robinhood sukses memaksa "dinosaurus" Wall Street beradaptasi atau mati.

2. Ekspansi ke Indonesia: Akuisisi Buana Capital

Pada akhir 2025, Robinhood mengumumkan langkah agresifnya masuk ke Indonesia. Perusahaan menandatangani kesepakatan untuk mengakuisisi PT Buana Capital Sekuritas dan PT Pedagang Aset Kripto (Coinvest), dua entitas yang dimiliki oleh pengusaha veteran Pieter Tanuri.

Akuisisi ini merupakan strategi "jalan pintas" untuk mempercepat kepatuhan regulasi. Dengan membeli entitas yang sudah memiliki lisensi pialang saham dan pedagang kripto, Robinhood tidak perlu memulai proses perizinan dari nol, sehingga dapat lebih cepat meluncurkan layanannya di pasar domestik.

Manajemen menargetkan proses akuisisi dan integrasi sistem ini rampung pada paruh pertama 2026, setelah mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pieter Tanuri sendiri dipastikan akan tetap terlibat sebagai penasihat strategis untuk membantu navigasi di pasar lokal.

3. Model Bisnis: Kontroversi PFOF

Salah satu aspek paling unik sekaligus kontroversial dari Robinhood adalah model bisnisnya. Jika pengguna tidak membayar komisi, dari mana mereka untung? Jawabannya adalah Payment for Order Flow (PFOF). Robinhood menjual data pesanan nasabahnya kepada market maker raksasa.

Market maker seperti Citadel Securities mengeksekusi pesanan tersebut dan mengambil untung kecil dari selisih harga jual-beli (spread), lalu membagi sebagian keuntungan dengan Robinhood. Model ini sering dikritik karena potensi konflik kepentingan, namun menjadi mesin pendapatan utama yang memungkinkan layanan gratis.

Di Indonesia, penerapan model bisnis ini mungkin akan menghadapi penyesuaian. Struktur pasar modal Indonesia memiliki regulasi yang berbeda terkait eksekusi order dan biaya transaksi, sehingga menarik untuk dinantikan bagaimana Robinhood akan mengadaptasi model "bebas komisi" mereka di BEI.

4. Fitur Unggulan dan Gamifikasi

Robinhood dikenal dengan antarmuka aplikasi yang sangat intuitif, bersih, dan mudah digunakan, jauh dari kesan rumit platform sekuritas lama. Fitur "gamifikasi" seperti notifikasi yang memicu adrenalin dan tampilan visual yang menarik berhasil menarik jutaan investor pemula masuk ke pasar modal.

Selain saham, Robinhood juga agresif di aset kripto dan opsi (options). Di pasar asalnya, mereka bahkan meluncurkan 24 Hour Market yang memungkinkan perdagangan saham terpilih selama 24 jam sehari, sebuah fitur revolusioner yang mendahului jam bursa konvensional.

Fitur-fitur canggih inilah yang diharapkan akan dibawa ke Indonesia. Kemampuan untuk menghubungkan investor lokal dengan pasar saham AS dan aset kripto dalam satu aplikasi yang mulus menjadi nilai jual utama yang ditunggu-tunggu oleh pasar.

5. Transformasi Menuju Institusi Matang

Perjalanan Robinhood tak lepas dari kontroversi, termasuk insiden pembekuan perdagangan saham GameStop (GME) pada 2021 yang memicu kemarahan publik. Namun, pasca-IPO pada Juli 2021, perusahaan di bawah Vlad Tenev berusaha keras mengubah citranya menjadi institusi yang lebih matang.

Mereka mulai bergeser dari sekadar "aplikasi trading" menjadi platform manajemen kekayaan (wealth management). Peluncuran fitur akun pensiun (IRA) dengan bonus setoran dan kartu kredit premium menunjukkan ambisi Robinhood untuk menjadi rumah finansial jangka panjang bagi nasabahnya, bukan sekadar tempat spekulasi.