Kontras Kinerja Tambang BUMN: ANTM Laba Melejit, INCO, TINS, dan PTBA Tersungkur
- Rapor keuangan emiten MIND ID semester I-2025 kontras: ANTM cetak laba Rp4,69 triliun, sementara INCO, TINS, dan PTBA tertekan laba anjlok.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Rapor keuangan emiten-emiten tambang di bawah holding BUMN, MIND ID, untuk semester I-2025 menyajikan sebuah perang nasib yang sangat kontras. Di satu sisi, ada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang sukses menggelar pesta cuan dengan laba meroket.
Namun di sisi lain, tiga saudaranya—INCO, TINS, dan PTBA, justru harus menelan pil pahit dengan kinerja laba yang anjlok. Fenomena ini menunjukkan betapa berbedanya tantangan dan peluang yang dihadapi oleh masing-masing komoditas di pasar global.
Kinerja yang jomplang ini memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai siapa yang menjadi raja dan siapa yang sedang berdarah-darah di sektor pertambangan nasional. Lantas, apa rahasia di balik pesta ANTM dan apa biang kerok dari anjloknya kinerja lainnya?
1. Sang Juara: ANTM, Diselamatkan oleh Kilau Emas
Panggung utama para juara jelas milik ANTM. Emiten ini berhasil membukukan laba bersih Rp4,69 triliun, sebuah lonjakan fantastis 202,58% dari periode yang sama tahun lalu. Kinerja gemilang ini menjadi anomali di tengah lesunya sektor pertambangan.
Juru selamat di balik ledakan laba ini adalah segmen emas. Penjualan emas menjadi kontributor terbesar, menyumbang Rp49,53 triliun atau 84% dari total pendapatan. Kenaikan penjualan emas yang mencapai 163% ini berhasil menutupi kinerja segmen lainnya.
Kinerja ini mendorong total pendapatan meroket 154,57% menjadi Rp59,01 triliun. Dengan fundamental yang sangat kuat, ANTM membuktikan diri sebagai benteng pertahanan yang paling kokoh di dalam holding MIND ID pada periode ini.
2. Korban Pertama: Laba INCO Tergerus Pelemahan Pendapatan
Nasib berbeda 180 derajat dialami oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Emiten nikel ini harus rela melihat laba bersihnya anjlok -32,29% menjadi hanya US$25,24 juta pada semester pertama tahun ini, menunjukkan adanya tekanan yang signifikan.
Pelemahan ini sejalan dengan pendapatan yang juga ikut turun -10,86% menjadi US$426,73 juta. Meskipun INCO berhasil mencatatkan pendapatan baru dari segmen bijih nikel, hal ini ternyata belum cukup kuat untuk menutupi pelemahan di segmen utamanya.
Beban pokok pendapatan yang masih tinggi juga ikut menekan profitabilitas perusahaan. Kondisi ini menempatkan INCO dalam posisi yang menantang, di mana efisiensi biaya menjadi kunci utama untuk bisa kembali pulih di sisa tahun ini.
3. Korban Kedua: TINS, Tertekan di Semua Lini Bisnis
Sama seperti INCO, PT Timah Tbk (TINS) juga mencatatkan penurunan kinerja. Laba bersih emiten BUMN ini turun -30,93% menjadi Rp300,06 miliar, dimotori oleh penyusutan pendapatan yang mencapai -19,19% menjadi Rp4,21 triliun.
Tekanan pada TINS terasa di hampir semua lini bisnisnya. Pendapatan dari usaha logam timah, tin chemical, hingga nikel dan batu bara semuanya menunjukkan pelemahan. Ini menunjukkan betapa beratnya tantangan yang sedang dihadapi oleh industri timah saat ini.
Meskipun perusahaan berhasil menekan beban pokok pendapatan, penurunan pendapatan yang jauh lebih dalam membuat laba tetap tergerus. Diversifikasi bisnis yang dimiliki TINS ternyata belum mampu menjadi penyelamat di tengah kondisi pasar yang sulit.
4. Dilema PTBA: Pendapatan Naik, Tapi Laba Anjlok
Kisah yang paling unik datang dari PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Emiten batu bara ini sebenarnya berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan 4,12% menjadi Rp20,45 triliun, didorong oleh ekspansi ke pasar ekspor baru seperti Bangladesh dan Vietnam.
Namun anehnya, di saat yang sama, laba bersihnya justru anjlok -59% menjadi hanya Rp833,04 miliar. Biang kerok dari anomali ini adalah lonjakan beban pokok penjualan yang tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan, yang menggerus habis margin keuntungan.
Meskipun volume angkutan batu bara naik 9%, hal itu tidak cukup untuk menutupi tekanan biaya. Ini adalah contoh klasik di mana pertumbuhan top-line tidak selalu sejalan dengan bottom-line, sebuah dilema yang kini dihadapi oleh manajemen PTBA.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Rapor kinerja yang kontras ini memberikan pelajaran penting: tidak semua saham tambang bisa disamaratakan. Kinerja masing-masing emiten sangat bergantung pada jenis komoditas yang menjadi andalannya dan efisiensi operasional yang mereka jalankan.
Saat ini, emas ANTM terbukti menjadi raja yang paling tangguh. Sebaliknya, nikel INCO, timah TINS, dan batu bara PTBA sedang menghadapi tantangan berat dari sisi harga jual dan margin keuntungan yang semakin menipis.
Bagi para investor, ini adalah momen yang tepat untuk menjadi lebih selektif dalam memilih kuda pacuan di sektor ini. Memahami dinamika masing-masing komoditas menjadi kunci utama untuk bisa menavigasi sektor pertambangan yang penuh dengan volatilitas.

Alvin Bagaskara
Editor
