Tren Pasar

Julfi Hadi Tinggalkan PGEO, Simak Rekam Jejaknya di Industri Geothermal

  • Julfi Hadi resmi mundur dari posisi Direktur Utama PGEO per 25 November 2025. Veteran industri panas bumi dengan pengalaman 30 tahun ini meninggalkan perusahaan di tengah tekanan laba bersih kuartal III.
Jufli_Hadi.jpg
Jufli Hadi (Dok:Ist)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Kabar mengejutkan datang dari emiten energi panas bumi pelat merah, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Julfi Hadi resmi mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama melalui surat tertanggal 25 November 2025.

Langkah ini dikonfirmasi oleh Corporate Secretary PGEO, Kitty Andhora, melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia pada 27 November 2025. Sesuai regulasi POJK 33/2014, perseroan wajib menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling lambat 90 hari untuk memproses keputusan strategis ini.

Kepergian Julfi Hadi menjadi sorotan tajam pelaku pasar modal. Pasalnya, ia bukan sekadar eksekutif biasa, melainkan figur veteran dengan pengalaman 30 tahun di industri panas bumi. Sentimen ini muncul bersamaan dengan rilis kinerja kuartal III yang menunjukkan tekanan profitabilitas.

Pengunduran Diri dan Mekanisme Korporasi

Manajemen PGEO mengonfirmasi telah menerima surat pengunduran diri Julfi Hadi pada 25 November 2025. Meski demikian, dalam keterbukaan informasi tersebut, manajemen tidak merinci alasan spesifik di balik keputusan mendadak orang nomor satu di perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia itu.

Sesuai dengan regulasi pasar modal yang berlaku, pengunduran diri direksi perusahaan terbuka memerlukan persetujuan pemegang saham. Oleh karena itu, PGEO diwajibkan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam kurun waktu paling lambat 90 hari kalender sejak surat diterima.

Momentum ini menjadi krusial bagi para pemegang saham dan investor. RUPS mendatang tidak hanya akan mengesahkan pemberhentian Julfi Hadi, tetapi juga menjadi ajang penunjukan nakhoda baru yang akan menentukan arah strategi perusahaan di tengah tantangan efisiensi biaya saat ini.

Profil Veteran: Pengalaman Lebih dari 30 Tahun

Julfi Hadi dikenal luas sebagai figur veteran di industri energi terbarukan Indonesia, khususnya sektor panas bumi. Ia memiliki pengalaman panjang lebih dari 30 tahun, mencakup penguasaan aspek teknis geologi hingga kemampuan manajerial strategis di berbagai perusahaan energi multinasional maupun nasional.

Latar belakang pendidikannya sangat solid di bidang kebumian, menjadi fondasi kuat bagi karier panjangnya. Julfi meraih gelar Bachelor of Science (B.Sc.) dan Master of Science (M.Sc.) di bidang Geologi dari University of Texas, Amerika Serikat, salah satu pusat pendidikan energi terkemuka dunia.

Keahlian teknisnya juga diakui secara internasional selama tiga dekade kariernya. Sebelum menduduki posisi puncak manajerial, ia pernah menerima penghargaan bergengsi dari Geological Society of America South Central Section. Penghargaan ini diberikan atas tesis geologi yang dikerjakannya, membuktikan kompetensi akademis yang mumpuni.

Rekam Jejak: Dari Chevron (1996) hingga Sarulla

Julfi memulai karier profesionalnya pada tahun 1996 sebagai Exploration Geologist di Amoseas Indonesia Inc. (ChevronTexaco). Sejak saat itu, ia terus menapaki jenjang karier di industri energi, memegang posisi manajerial penting di perusahaan besar seperti Star Energy dan Supreme Energy.

Keahlian manajerialnya semakin teruji saat ia menjabat sebagai Direktur Sarulla Operation Limited (SOL) mulai September 2020. Di sana, ia bertanggung jawab mengelola salah satu pembangkit listrik panas bumi terbesar di dunia yang berlokasi di Sumatera Utara, sebuah proyek yang sangat kompleks.

Pengalaman kepemimpinannya juga mencakup posisi puncak di perusahaan lain sebelum memimpin PGEO pasca-IPO. Ia tercatat pernah menjabat sebagai Presiden Direktur PT Medco Cahaya Geothermal dan Managing Director Hitay Energy Holdings. Rekam jejak ini menjadikannya salah satu eksekutif paling berpengalaman di sektor EBT.

Paradoks Kinerja: Pendapatan Naik, Laba Turun

Pengunduran diri ini terjadi tepat saat PGEO menghadapi tantangan efisiensi yang nyata. Laporan keuangan per 30 September 2025 menunjukkan pendapatan usaha berhasil naik menjadi US$318,86 juta, tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$306,02 juta.

Namun, pertumbuhan di sisi atas (top line) tersebut gagal menetes ke laba bersih. Laba tahun berjalan PGEO justru terkoreksi signifikan menjadi US$104,26 juta. Angka ini turun cukup dalam dibandingkan capaian laba bersih sebesar US$133,97 juta pada periode September 2024.

Penurunan profitabilitas ini disebabkan oleh lonjakan beban pokok pendapatan. Pos beban ini naik menjadi US$140,22 juta dari sebelumnya US$120,01 juta. Kenaikan beban pokok yang lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan ini secara langsung menekan margin laba kotor perseroan.

Tekanan Beban Operasional dan Keuangan

Selain beban pokok, struktur biaya operasional PGEO juga mengalami pembengkakan. Beban umum dan administrasi tercatat melonjak menjadi US$21,17 juta pada kuartal III-2025. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$15,03 juta.

Tekanan terhadap laba bersih semakin diperparah oleh faktor non-operasional. Perseroan mencatatkan rugi selisih kurs sebesar US$10,22 juta dan peningkatan beban keuangan menjadi US$22,88 juta. Hal ini menunjukkan adanya eksposur risiko pasar yang memengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pengganti Julfi Hadi nanti. Direktur Utama yang baru harus mampu melakukan efisiensi biaya operasional dan memitigasi risiko keuangan, sembari mempertahankan momentum pertumbuhan pendapatan yang sudah terbentuk saat ini.