Tren Pasar

Investor Lokal Kuasai Bursa, Menkeu Purbaya Tekan BEI Bereskan Saham Gorengan

  • Ultimatum Menkeu Purbaya: pasar modal harus bersih dari saham gorengan. Investor kecil kini dapat perlindungan ekstra.
Aktifitas Bursa Saham - Panji 2.jpg
Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengeluarkan ultimatum keras kepada para petinggi Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam kunjungannya ke markas bursa pada Kamis, 9 Oktober 2025, ia secara tegas menyatakan tidak akan memberikan insentif apapun sebelum BEI serius memberantas praktik saham gorengan.

Pernyataan yang sangat blak-blakan ini sontak menjadi angin segar bagi para investor ritel, yang selama ini seringkali menjadi korban dari permainan para bandar. Sikap Menkeu baru ini seolah menjadi sinyal dimulainya era baru dalam pengawasan pasar modal di Indonesia.

Langkah ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap investor kecil kini menjadi prioritas utama. Lantas, sedalam apa ultimatum yang dilontarkan oleh Purbaya dan kenapa perlindungan investor ritel kini menjadi isu yang begitu krusial? Mari kita bedah tuntas.

1. Ultimatum Tegas: Berantas Dulu, Insentif Kemudian

Ultimatum ini disampaikan oleh Purbaya dalam acara "Dialog Pelaku Pasar Modal Bersama Menteri Keuangan RI". Ia merespons permintaan insentif yang diajukan oleh Direktur Utama BEI, Iman Rachman, dengan sebuah syarat yang sangat tegas dan tidak bisa ditawar.

Menurut Purbaya, insentif baru bisa dipertimbangkan jika BEI mampu menunjukkan langkah nyata dalam mengendalikan praktik saham gorengan yang sangat merugikan investor kecil. Ia menempatkan perlindungan investor ritel sebagai prioritas utamanya di atas segalanya.

"Tadi direktur Bursa juga minta insentif, tapi belum tentu saya kasih. Saya bilang, insentif bisa diberikan kalau perilaku investor di pasar modal sudah dirapikan. Yang goreng-gorengan dikendalikan dulu supaya investor kecil terlindungi, baru saya pikirkan insentifnya," tandasnya.

2. Visi Jangka Panjang: Pasar yang Sehat & Berkelanjutan

Sikap keras Purbaya ini bukan tanpa alasan. Ia menjelaskan bahwa pemerintah kini fokus untuk membangun program-program ekonomi yang berkelanjutan, bukan sekadar kebijakan satu tembakan atau one shot yang hanya memberikan efek sesaat bagi perekonomian nasional.

Visi ini juga ia terapkan pada pasar modal. Ia menginginkan sebuah pasar yang sehat, kredibel, dan bisa dipercaya oleh semua kalangan, terutama bagi para investor ritel yang jumlahnya kini semakin besar dan terus bertumbuh secara signifikan.

Pemberantasan saham gorengan adalah langkah pertama menuju visi tersebut. “Kita membahas program-program ekonomi pemerintah ke depan, termasuk memastikan keberlanjutannya agar tidak sekadar one shot, tapi terus berjalan,” ujar Purbaya, menjelaskan arah kebijakannya.

3. Detail Ledakan Investor Ritel: Pasukan Baru di Pasar Modal

Sikap tegas Menkeu ini sangat relevan jika melihat data terbaru dari pasar modal khususnya saham only. Jumlah investor ritel di pasar saham Indonesia kini telah meledak. Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per akhir Agustus 2025 mencatat, jumlah investor saham telah mencapai 7.556.287 Single Investor Identification (SID) .

Angka ini menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Sebagai perbandingan, pada akhir Juni 2025, jumlah investor saham baru berada di angka 7,1 juta. Angka 7 juta SID itu sendiri baru pertama kali ditembus pada 26 Mei 2025, menunjukkan akselerasi pertumbuhan.

Pertumbuhan pasukan investor baru ini didominasi oleh kalangan muda. Data menunjukkan bahwa mayoritas investor pasar modal di Indonesia kini berusia di bawah 40 tahun, menandakan meningkatnya minat dan partisipasi dari generasi Z dan milenial.

4. Dominasi Investor Lokal

Ledakan jumlah investor ritel ini juga telah mengubah peta kekuatan di bursa. Investor lokal kini telah menjadi kekuatan dominan, menguasai lebih dari 50% kepemilikan di pasar modal per Juni 2025. Porsi kepemilikan asing, di sisi lain, terus menurun.

Meskipun mendominasi dari segi jumlah partisipan, penting untuk dicatat bahwa nilai kepemilikan efek oleh investor ritel domestik per Juni 2025 masih berada di kisaran 18,2% dari total nilai di bursa. Ini mengindikasikan bahwa nilai aset yang dikelola investor institusional masih jauh lebih besar.

Meskipun begitu, dominasi dari segi jumlah partisipan tidak bisa lagi diabaikan. Mereka adalah kekuatan baru yang suaranya kini didengar dan menjadi pertimbangan utama bagi para pemangku kebijakan, termasuk Menteri Keuangan.

5. Apa Artinya Ini Bagi Investor Ritel?

Bagi para investor ritel, ultimatum dari Menkeu Purbaya ini adalah kabar yang sangat baik. Ini adalah sinyal paling jelas bahwa pemerintah kini turun tangan dan menempatkan perlindungan terhadap investor kecil sebagai salah satu agenda utamanya.

Selama ini, praktik saham gorengan yang seringkali memakan korban investor ritel seolah menjadi penyakit kronis di bursa. Sikap tegas dari Menkeu ini memberikan harapan baru bahwa regulator akan lebih serius dalam menindak para pelaku pasar yang tidak bertanggung jawab.

Ke depan, investor ritel akan menantikan langkah-langkah konkret apa yang akan diambil oleh BEI untuk memenuhi ultimatum ini. Jika berhasil, ini akan menjadi sebuah babak baru yang akan membuat iklim investasi di Indonesia menjadi jauh lebih aman dan adil.