Tren Pasar

Dilema PTBA: Bergantung pada PLN di Tengah Target Transisi Energi

  • Saham PTBA berada di persimpangan. Pahami dilema antara penjualan solid ke PLN saat ini dan ancaman transisi energi di masa depan.
<p>Kantor Pusat PT Bukit Asam Tbk, / Dok. PTBA</p>

Kantor Pusat PT Bukit Asam Tbk, / Dok. PTBA

(Istimewa)

JAKARTA, TRENASIA.ID – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) selama ini menikmati posisi nyaman sebagai pemasok utama batu bara untuk jantung kelistrikan Indonesia, PT PLN (Persero). Hubungan bisnis ini telah menjadi napas dan mesin uang utama yang menopang pendapatan perusahaan selama bertahun-tahun.

Namun, di balik zona nyaman ini, sebuah tantangan besar baru saja muncul. Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan bauran listrik 100% dari Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam 10 tahun ke depan, secara tidak langsung menjadi proyeksi suram bagi masa depan bisnis batu bara PTBA.

Kondisi ini menempatkan emiten BUMN ini dalam sebuah dilema besar. Lantas, seberapa besar ketergantungan PTBA pada PLN, dan bagaimana mereka harus menyikapi tantangan transisi energi ini? Mari kita bedah tuntas.

1. Napas Utama: Penjualan ke PLN yang Terus Meroket

Untuk memahami betapa krusialnya peran PLN, mari kita lihat datanya. Dalam lima tahun terakhir, penjualan batu bara PTBA ke PLN terus meroket. Dari yang semula hanya Rp2,70 triliun pada semester I-2020, kini angkanya telah melonjak menjadi Rp6,78 triliun pada semester I-2025.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan penjualan ke PLN jauh melampaui pertumbuhan total pendapatan PTBA. Ini menunjukkan bahwa napas dan pertumbuhan bisnis perusahaan semakin terpusat dan bergantung pada satu pelanggan raksasa ini.

Analis Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, sebelumnya menilai fokus pada pasar domestik ini sebagai sebuah keunggulan. ”Karena PTBA kan lebih mengandalkan pada penjualan domestik jika dibandingkan dengan Alamtri atau Agro Group yang memang lebih menitikberatkan kepada ekspor,” kata Nafan dalam keterangannya dikutip pada Selasa, 19 Agustus 2025,

2. Realita Saat Ini: Konsumsi Batu Bara PLN Masih Tinggi

Meskipun narasi transisi energi terus digaungkan, realita di lapangan menunjukkan bahwa kebutuhan PLN akan batu bara masih sangat tinggi. Tren konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik justru terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dari 66,16 juta ton pada 2020 menjadi 69,22 juta ton pada 2023.

Kondisi inilah yang membuat bisnis PTBA tetap solid hingga saat ini. Selama PLN masih mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), PTBA sebagai pemasok utama akan terus menikmati aliran pendapatan yang stabil dan terjamin.

3. Proyeksi Masa Depan: Target Ambisius 100% EBT

Di sinilah letak tantangan terbesarnya. Pidato Presiden Prabowo dalam Nota Keuangan APBN 2026 secara ambisius menargetkan bauran listrik 100% dari EBT hanya dalam 10 tahun ke depan. Ini artinya, peran batu bara di sektor kelistrikan secara bertahap harus dihilangkan.

Target ini, jika berhasil dieksekusi, secara langsung akan mengancam napas utama bisnis PTBA. PLN sebagai klien utamanya mau tidak mau harus mulai beralih dari batu bara ke sumber energi lain seperti panas bumi, air, dan surya.

4. Jurus Wajib PTBA: Diversifikasi Bisnis adalah Kunci

Menanggapi tantangan ini, Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa tidak ada jalan lain bagi emiten batu bara selain melakukan diversifikasi bisnis. Menurutnya, waktu 10 tahun yang diberikan pemerintah harus dimanfaatkan untuk membangun mesin uang baru di luar batu bara.

Untuk itu ia menyarankan PTBA untuk lebih mengencarkan diverfikasi. "Jadi masih ada waktu. Belum lagi permintaan batu bara masih relatif stagnan, jadi mau tidak mau emiten harus berkomitmen penuh dalam diversifikasi bisnis ke sektor EBT," kata Nafan.

Langkah diversifikasi ini menjadi pertaruhan terbesar bagi masa depan PTBA. Keberhasilan perusahaan dalam membangun pilar bisnis baru di sektor EBT atau hilirisasi akan menjadi penentu apakah mereka bisa bertahan dan tetap relevan di era transisi energi.

5. Proyek EBT dan Hilirisasi yang Sudah Berjalan

Menghadapi tantangan tersebut, PTBA tidak tinggal diam dan sudah secara aktif menjalankan diversifikasi. Di sektor Energi Baru Terbarukan, perusahaan ini sangat gencar membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mulai dari PLTS untuk kawasan industri di Cilegon, di infrastruktur vital seperti Bandara Soekarno-Hatta, hingga PLTS untuk irigasi pertanian.

Di sisi hilirisasi, PTBA juga fokus mengubah batu bara menjadi produk bernilai tambah tinggi. Proyek paling inovatifnya adalah pengembangan batu bara menjadi Artificial Graphite dan Anode Sheet, yang merupakan bahan baku krusial untuk industri baterai kendaraan listrik.

Langkah-langkah nyata ini menunjukkan bahwa PTBA secara serius sedang bertransformasi. Mereka tidak hanya menunggu, tetapi sudah membangun pilar-pilar bisnis baru untuk memastikan keberlanjutan perusahaan di era transisi energi.