BREN, ARCI, TOBA: 3 Strategi Berbeda Genjot Transisi Energi Hijau
- Tiga emiten (BREN, ARCI, TOBA) menjalankan strategi transisi energi hijau yang berbeda. BREN fokus pada ekspansi geothermal murni, ARCI diversifikasi via JV, dan TOBA pivot ke bisnis limbah regional.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Sejumlah emiten besar di Indonesia mengumumkan langkah strategis untuk mempercepat transisi ke energi hijau. PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) memaparkan rencana ekspansi di energi baru terbarukan (EBT).
Meski tujuannya sama, ketiga perusahaan ini mengambil jalur yang sangat berbeda. BREN fokus pada ekspansi geothermal murni sebagai bisnis inti. ARCI melakukan diversifikasi ke panas bumi melalui usaha patungan (JV) dengan mitra strategis, memanfaatkan konsesi tambang emasnya.
Sementara itu, TOBA memilih strategi pivot regional, fokus pada bisnis pengelolaan limbah (waste management) di Asia Tenggara, dan tidak memprioritaskan proyek WtE domestik. Perbedaan strategi ini menunjukkan berbagai cara emiten merespons tuntutan transisi energi di masa depan.
1. BREN: Ekspansi Geothermal Murni US$250 Juta
Emiten milik Prajogo Pangestu, BREN, menyiapkan belanja modal (capex) sebesar US$250 juta (Rp4,17 triliun) untuk tahun 2026. Alokasi ini meningkat dari US$100 juta tahun ini untuk mendukung rencana ekspansi agresif perusahaan.
Direktur BREN, Hsing Chee Shiam, mengatakan alokasi belanja modal ini sejalan dengan rencana pengembangan aset. "Hal tersebut berkaitan dengan aktivitas rencana yang kita miliki, aset dan unit yang kita miliki,” kata Shiam dalam paparan publik pada Selasa, 11 November 2025.
Direktur Utama BREN, Tan Hendra Soetjipto, menargetkan kapasitas terkelola 2.300 MW pada 2032. Target ini didukung empat proyek strategis yang sedang dieksekusi, yaitu retrofit dan ekspansi di tiga aset utamanya: Wayang Windu, Salak, dan Darajat.
2. Proyek Hamiding BREN Masuki Tahap Pengeboran
Selain proyek retrofit, BREN juga memaparkan progres proyek sumber daya panas bumi Hamiding di Maluku Utara. Proyek ini berpotensi menghasilkan 275–550 MW listrik, menjadi salah satu area eksplorasi paling strategis di kawasan timur Indonesia.
BREN telah menyelesaikan infrastruktur pendukung dan memulai pengeboran sumur eksplorasi pertama pada 18 Oktober 2025. Perusahaan kini berencana melakukan well test untuk menguji potensi produksi sumur pada Desember tahun ini.
Hendra Soetjipto menyebut pengeboran sumur kedua juga telah dimulai. “Target kami adalah menyelesaikan pengeboran di sumur. Kami baru saja menuntaskan sumur pertama... Setelah itu, kami akan melanjutkan dengan well test terhadap sumur kedua,” kata Hendra.
3. ARCI: Diversifikasi Emas ke Geothermal (JV)
Berbeda dengan BREN, emiten tambang emas PT Archi Indonesia Tbk (ARCI) memilih jalur diversifikasi. ARCI menggandeng PT Ormat Geothermal Indonesia untuk membentuk usaha patungan (JV) baru di bidang energi panas bumi.
Perusahaan patungan ini bernama PT Toka Tindung Geothermal (TTG). Dalam struktur kepemilikan, ARCI memegang 5% saham, sementara Ormat menguasai 95% sisanya. Kemitraan ini menunjukkan ARCI bertindak sebagai penyedia konsesi lahan.
Tujuan JV ini adalah mengembangkan fasilitas panas bumi di dalam konsesi tambang emas ARCI di Toka Tindung, Sulawesi Utara. Proyek ini telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh pemerintah.
Saat ini, TTG menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) berkapasitas 40 MW. Proyek ini juga didukung oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) melalui program Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM).
4. Kinerja Emas ARCI Jadi Penopang
Langkah diversifikasi ARCI ke geothermal didukung oleh kinerja bisnis inti yang solid. Emiten tambang emas ini membukukan laba bersih US$71 juta pada kuartal III-2025, berbalik dari rugi bersih US$4 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Hingga akhir Kuartal III-2025, ARCI mencatatkan total produksi emas sebesar 90.000 ons troi (koz). Angka ini meningkat 23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (73.000 ons troi), menunjukkan stabilitas operasional yang kuat.
Investor Relation ARCI, Fredric, menyebut per Oktober 2025, volume produksi telah melampaui 100.000 ons troi. "Atau lebih tinggi dibandingkan total produksi emas sepanjang tahun 2024,” tandas Fredric pada Selasa, 4 November 2025.
5. TOBA: Pivot Regional Rp10 Triliun
Strategi berbeda diambil PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang menyiapkan capex US$600 juta (Rp10,03 triliun) untuk lima tahun ke depan. Dana ini akan fokus pada tiga bisnis: pengelolaan limbah, energi terbarukan, dan kendaraan listrik (EV).
Direktur TOBA, Juli Oktarina, mengonfirmasi alokasi dana tersebut. "Kalau untuk estimasinya untuk 5 tahun ke depan... Capex mungkin sekitar USD 600 juta. Untuk total ya, untuk total 3 bisnis ini," ujarnya di Jakarta, Rabu, 12 November 2025.
Pendanaan capex US$600 juta ini akan dilakukan bertahap, bisa dari kas internal, bank, obligasi, atau rights issue. "Kita kan perusahaan terbuka, jadi kita lihat yang... optimum buat kita ya kita ambil," tutur Juli.
Menariknya, TOBA menegaskan tidak akan memprioritaskan proyek waste to energy (WtE) yang digagas oleh Danantara. Keputusan ini diambil karena TOBA fokus pada ekspansi regional di Asia Tenggara, melalui akuisisi AMES dan CORA di Singapura.
Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh CIO Danantara, Pandu Sjahrir, yang juga mantan pimpinan TOBA. "Minggu lalu teman-teman TOBA sudah declare tidak bakal ikutan untuk proyek yang menyangkut WtE Danantara," ujar Pandu pada Senin, 3 November 2025.

Alvin Bagaskara
Editor
