Tren Pasar

Bea Keluar Emas Mengintai: PSAB dan AMMN Paling Terpukul, ANTM dan BRMS Aman

  • Rencana bea keluar emas 7,5%-15% berpotensi menekan margin PSAB dan AMMN akibat eksposur ekspor yang tinggi. Sebaliknya, ANTM dan BRMS dinilai aman karena fokus penjualan di pasar domestik.
Perdaganagn Emas Logam Mulia - Panji 5.jpg
Nampak karyawan menunjukkan logam mulia di sebuah gerai emas di kawasan BSD Tangerang. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Rencana pemerintah mengenakan tarif bea keluar (BK) emas sebesar 7,5% hingga 15% menjadi sentimen negatif bagi sejumlah emiten. Kebijakan yang akan difinalisasi dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini membidik ekspor emas setengah jadi (dore dan ingot).

Langkah ini diambil pemerintah untuk mendukung ketersediaan suplai emas domestik dan memenuhi tujuan hilirisasi serta pembentukan bullion bank. Tarif ini bersifat progresif, di mana tarif tertinggi akan dikenakan jika harga emas dunia menembus level di atas US$3.200 per troy ons.

Riset mendalam dari Pilarmas Investindo Sekuritas terhadap struktur pendapatan emiten emas menunjukkan dampak yang beragam. PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dinilai memiliki eksposur risiko paling tinggi, sementara emiten lain relatif aman dari tekanan margin tersebut.

1. PSAB: Mayoritas Pendapatan dari Ekspor

Nasib PSAB dinilai paling kontras karena mayoritas pendapatannya berasal dari ekspor. Tercatat, PSAB menjual emas dan perak kepada pihak asing, seperti Metalor Technologies Singapore Pte Ltd sebesar US$209,92 juta, serta Beijing Fuhalhua Import and Export Corp Ltd.

Selain itu, PSAB juga mencatatkan penjualan ke produsen perhiasan Malaysia, Kewasngsa Group Sdn Bhd. Ketergantungan pada pembeli luar negeri ini membuat PSAB sangat rentan terhadap pengenaan bea keluar yang dapat menggerus margin keuntungan perusahaan secara signifikan.

Sebaliknya, PSAB kini tidak lagi menjual emas maupun perak kepada pemain domestik seperti ANTM. Hal ini berbeda dengan periode sembilan bulan tahun lalu (9M24), di mana perseroan masih membukukan penjualan domestik ke Antam senilai US$15,82 juta.

2. AMMN: Eksposur Ekspor Signifikan (28%)

AMMN juga memiliki eksposur risiko yang cukup signifikan terhadap kebijakan baru ini. Laporan keuangan mencatat bahwa penjualan ekspor emas bersih dan murni memberikan kontribusi pendapatan sebesar US$156,64 juta hingga periode kuartal III-2025.

Angka tersebut mewakili porsi 28,70% dari total pendapatan perseroan yang mencapai US$545,33 juta. Dengan porsi hampir sepertiga dari total pendapatan, pengenaan tarif bea keluar tentu akan memberikan tekanan yang cukup terasa pada struktur biaya AMMN ke depannya.

3. UNTR, MDKA, HRTA: Dampak Minim

Tiga emiten lain memiliki dampak yang relatif minim karena porsi ekspor yang kecil. PT United Tractors Tbk (UNTR) mencatatkan pendapatan ekspor emas hanya 0,10% dari total pendapatan. PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) juga hanya memiliki eksposur 0,26%.

PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) juga berada di posisi aman. Emiten perhiasan ini mencatatkan penjualan ekspor emas sebesar Rp107,45 miliar. Angka ini hanya mencerminkan porsi kecil, yakni 0,42% dari total pendapatan bersih HRTA yang mencapai Rp25,19 triliun.

Karena kontribusi ekspor yang sangat minim terhadap total pendapatan konsolidasi, analis menilai kebijakan bea keluar ini tidak akan mengganggu fundamental kinerja keuangan ketiga emiten tersebut secara material pada tahun mendatang.

4. ANTM dan BRMS: Aman Karena Fokus Domestik

Sekretaris Perusahaan Antam, Wisnu Danandi Haryanto, menegaskan kebijakan bea keluar emas tidak berdampak signifikan. Seluruh produksi emas batangan Logam Mulia dialokasikan sepenuhnya untuk pasar domestik. "Dengan orientasi domestik yang kuat tersebut, struktur bisnis emas Antam relatif tidak terpengaruh oleh rencana penerapan bea keluar ekspor," ujarnya.

Kebijakan ini justru menjadi momentum bagi ANTM untuk memperkuat rantai pasok dalam negeri. Antam terbuka untuk menyerap lebih banyak emas hasil produksi lokal dari mitra maupun perusahaan tambang lain yang ingin memasok ke pasar domestik. "Langkah ini selaras dengan upaya memperkuat ketahanan emas nasional," imbuh Wisnu.

Senada dengan Antam, manajemen BRMS menegaskan tidak terdampak. Pendapatan bisnis emas perseroan sepenuhnya berasal dari penjualan domestik kepada pihak ketiga, dengan produk akhir berupa emas murni. "BRMS dan anak usahanya akan selalu berusaha untuk mengoptimalkan laba perusahaan dan menambah nilai bagi para pemegang saham,” tutup Agus Projosasmito.

5. Implikasi Strategis ke Depan

Pilarmas Investindo menilai PMK ini akan memaksa emiten eksportir untuk menyesuaikan strategi bisnisnya. Mereka harus melakukan lindung nilai (hedging), mengalihkan output ke pasar domestik, atau mempercepat investasi fasilitas pemurnian (refinery) sendiri agar terhindar dari tarif tinggi.

Langkah penyesuaian ini berpotensi meningkatkan belanja modal (capex) dalam jangka menengah bagi perusahaan yang belum terintegrasi. Namun, kebijakan ini dinilai positif untuk jangka panjang karena mendorong penciptaan nilai tambah di dalam negeri melalui industri hilirisasi.

Emiten yang telah memiliki fasilitas hilirisasi atau berorientasi domestik diprediksi akan mendapatkan sentimen positif dari kebijakan ini. Namun, tantangan berbeda dihadapi eksportir. "Dari sisi pasar saham, sentimen jangka pendek bisa negatif bagi produsen yang bergantung pada ekspor produk semi-refined," beber Pilarmas.