Anomali Saham BBCA Cs: Harga Meroket, Asing Malah Net Sell Besar
- Reli saham bank seperti BBRI, BBCA, BBNI, dan BMRI mendorong IHSG tembus rekor baru. Namun, investor asing justru ramai-ramai melepas saham bank dengan nilai jual bersih ratusan miliar.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Panggung bursa saham Indonesia menyajikan sebuah anomali yang sangat membingungkan pada perdagangan kemarin, Kamis, 9 Oktober 2025. Saham-saham perbankan raksasa yang selama ini tertidur lelap tiba-tiba bangkit dan menjadi motor utama yang mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,04% ke rekor barunya.
Namun, di balik pesta pora ini, data transaksi justru menunjukkan cerita yang sebaliknya. Investor asing tercatat masih ramai-ramai membuang saham-saham bank tersebut dengan nilai jual bersih yang mencapai ratusan miliar rupiah.
Fenomena di mana harga saham naik kencang namun di saat yang sama ditinggal pergi oleh asing tentu memicu pertanyaan besar. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi, dan siapa yang benar dalam perang pandangan ini? Mari kita bedah tuntas.
1. Pesta Pora di Saham Perbankan
Pesta pora di saham perbankan kemarin memang tidak main-main. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI)melesat 3,76% ke level Rp3.860. Reli ini diikuti oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang naik 4,06% menjadi Rp4.100.
Penguatan signifikan juga terjadi pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) yang menguat 3,29% ke Rp4.390. Tidak ketinggalan, bank swasta terbesar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), juga ikut terapresiasi 2,37% menjadi Rp7.550 per sahamnya.
Penguatan serempak inilah yang menjadi bensin utama pendorong IHSG hingga berhasil ditutup di level rekor 8.250,90. Ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh sektor perbankan terhadap pergerakan indeks secara keseluruhan.
2. Anomali Aliran Dana: Asing Justru Ramai-ramai Keluar
Inilah anomali yang paling menarik. Di saat harga sahamnya ngegas, investor asing justru tercatat sebagai penjual utama. BBRI mencatatkan jual bersih (net sell) asing sebesar Rp680,02 miliar, sementara BBCA juga dilepas asing senilai Rp554,30 miliar.
Aksi jual ini juga terjadi di BBNI (net sell Rp90,49 miliar) dan BMRI (net sell Rp74,32 miliar). Angka ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang sangat tajam antara investor domestik yang melakukan aksi beli dengan investor asing.
Jika ditarik sejak awal tahun, total dana asing yang telah kabur dari bursa Indonesia mencapai Rp51,69 triliun. Porsi terbesar dari arus keluar ini berasal dari penjualan saham bank-bank besar yang justru sedang reli.
3. Rapor Merah di Balik Reli: Margin Bunga Tertekan
Aksi jual asing ini ternyata bukan tanpa dasar. Riset terbaru dari Ciptadana Sekuritas yang terbit pada 2 Oktober 2025 mengungkap bahwa kinerja sektor perbankan hingga Agustus 2025 sebenarnya masih melemah, terutama akibat tekanan pada margin bunga bersih (NIM).
Laba bersih bank-bank dalam cakupan riset mereka tercatat turun 2,8% secara tahunan. Penurunan paling tajam secara bulanan bahkan dialami oleh BMRI yang labanya anjlok -34% pada Agustus akibat tekanan biaya operasional.
Hanya BBCA yang masih menjadi penopang utama dengan pertumbuhan laba 9%. Ciptadana menilai, tekanan terhadap NIM ini masih akan berlanjut pada kuartal ketiga, yang menjadi sentimen negatif bagi para investor institusional.
4. Pandangan Analis: Justru Ini Momen Akumulasi
Meskipun fundamental jangka pendeknya sedang tertekan, para analis justru melihat ini sebagai peluang emas. Ciptadana Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi "Overweight" untuk sektor perbankan, dengan BBCAsebagai pilihan utamanya.
Pandangan super optimistis datang dari DBS Group Research. Mereka menilai penurunan harga saham BBCA sekitar 20% sejak awal tahun adalah sebuah peluang untuk akumulasi. Prospek perbaikan pendapatan bunga bersih dinilai akan menjadi pendorong utama.
Dengan keyakinan yang kuat, DBS mempertahankan rekomendasi "Buy" untuk saham BBCA dengan target harga yang sangat tinggi. Target harga yang mereka pasang untuk BBCA adalah di level Rp12.000 per saham.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, fenomena ini adalah pertarungan klasik antara sentimen jangka pendek melawan fundamental jangka panjang. Reli harga yang terjadi kemarin lebih didorong oleh sentimen beli dari investor domestik yang melihat adanya peluang.
Sementara itu, investor asing tampaknya lebih fokus pada data kinerja delapan bulan yang menunjukkan adanya tekanan pada margin. Hal ini menciptakan sebuah dilema yang sangat menarik bagi para pelaku pasar saat ini.
Kunci bagi investor adalah menimbang antara risiko pelemahan NIM dengan peluang valuasi yang kini sudah lebih murah. Terutama pada saham-saham berkualitas seperti BBCA yang justru direkomendasikan beli oleh para analis.

Alvin Bagaskara
Editor
