Tren Leisure

Setahun Sejak Masa Transisi UU PDP Selesai, Regulasi Sudah Ada, Perlindungan Belum Nyata

  • Sudah satu tahun berlalu sejak berakhirnya masa transisi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) selama 2 tahun sejak resmi diundangkan, namun implementasinya masih jauh dari harapan publik.
Kebocoran data pribadi.
Kebocoran data pribadi. (Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Dr. Pratama Persadha )

JAKARTA, TRENASIA.ID – Sudah satu tahun berlalu sejak berakhirnya masa transisi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) selama 2 tahun sejak resmi diundangkan, namun implementasinya masih jauh dari harapan publik.

Di tengah perkembangan dunia digital yang kian kompleks dan penuh ancaman terhadap privasi, UU PDP sejatinya menjadi tonggak penting bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan data sekaligus melindungi hak warga atas informasi pribadinya.

Namun, tanpa tindakan nyata dan institusi pelaksana yang kuat, regulasi ini akan kehilangan maknanya. Urgensi implementasi UU PDP saat ini tidak bisa lagi ditunda.

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Dr. Pratama Persadha mengatakan, dalam satu tahun terakhir, masyarakat Indonesia terus menjadi sasaran berbagai bentuk kejahatan digital.

“Mulai dari kebocoran data pribadi di sektor publik maupun swasta, penipuan online yang merajalela, maraknya judi online, hingga berbagai modus scam yang memanfaatkan rekayasa sosial dan kecerdasan buatan,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Senin, 20 Oktober 2025.

Pola serangan digital ini menunjukkan data pribadi warga telah menjadi komoditas yang diperdagangkan secara ilegal di ruang siber, dan ketiadaan lembaga otoritatif yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara tegas membuat situasi ini semakin mengkhawatirkan.

Pratama Persadha mengungkapkan, Badan Pelindungan Data Pribadi (Badan PDP) yang diamanatkan oleh UU PDP seharusnya telah menjadi garda depan dalam memastikan kepatuhan lembaga dan perusahaan terhadap prinsip-prinsip perlindungan data. Sayangnya, hingga kini pembentukannya belum dilakukan oleh Presiden.

UU ini juga belum terealisasi secara efektif karena Peraturan Pemerintah (PP) sebagai dasar teknis implementasi juga belum terbit. Tanpa Badan PDP dan PP PDP, mekanisme penegakan hukum, tata kelola data, serta standar kepatuhan tidak memiliki kejelasan operasional.

Akibatnya, regulasi yang seharusnya menjamin perlindungan justru masih menjadi simbol tanpa daya eksekusi. Kehadiran Badan PDP bukan hanya kebutuhan administratif, melainkan sebuah urgensi strategis nasional. Lembaga ini harus dibentuk dengan fondasi yang kuat, independen, dan bebas dari intervensi politik.

Lebih penting lagi, pimpinan lembaga ini tidak boleh sekadar berdasarkan penunjukan politik, tetapi harus didasarkan pada kompetensi teknis dan pengalaman yang mendalam dalam bidang keamanan siber, tata kelola data, serta privasi digital.

Menurut dia, pemimpin Badan PDP harus memiliki pemahaman yang menyeluruh, tidak hanya dari aspek hukum, tapi juga mengenai seluk-beluk serangan siber, struktur data lintas sektor, serta strategi mitigasi risiko yang adaptif terhadap perkembangan teknologi global.

“Tanpa kepemimpinan yang kompeten, lembaga ini berisiko menjadi sekadar simbol administratif yang tidak mampu menegakkan mandat perlindungan data secara efektif.” jelasnya.

Momen ini juga hampir bertepatan dengan satu tahun masa pemerintahan Prabowo-Gibran, namun hingga kini, Badan PDP yang secara tegas diamanatkan kepada Presiden dalam Pasal 58 UU PDP belum juga dibentuk.

Menurutnya, pembentukan Badan PDP adalah kewajiban hukum yang menjadi tanggung jawab langsung Presiden, penundaan ini berpotensi menimbulkan persepsi publik bahwa Presiden telah melanggar amanat undang-undang, sekaligus menggerus kepercayaan masyarakat terhadap komitmen negara dalam melindungi hak digital warganya.

Oleh karena itu, momen ini sekaligus menjadi pengingat strategis bagi Presiden untuk segera mengambil langkah nyata dalam membentuk Badan Pelindungan Data Pribadi.

Hal ini untuk memastikan UU PDP diterapkan sesuai dengan amanat Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, dan menjaga marwah pemerintah dalam menegakkan hukum di ranah digital.

“Masyarakat kini semakin membutuhkan perlindungan nyata. Dalam setahun terakhir, laporan tentang pencurian identitas digital, pembobolan rekening bank melalui phishing dan social engineering, serta penyalahgunaan data pribadi untuk registrasi akun judi online semakin meningkat,” papar Pratama Persadha.

Banyak korban tidak menyadari data mereka telah bocor dari sumber-sumber resmi seperti platform e-commerce, layanan publik, bahkan lembaga keuangan. Situasi ini memicu krisis kepercayaan terhadap sistem digital nasional dan mengancam fondasi ekonomi digital Indonesia yang tengah tumbuh pesat.

Dia menambahakan, jika pemerintah ingin memastikan transformasi digital berjalan dengan aman dan berkelanjutan, maka percepatan implementasi UU PDP dan pembentukan Badan PDP harus menjadi prioritas utama.

PP PDP perlu segera diterbitkan untuk memberikan pedoman teknis yang jelas mengenai mekanisme pengawasan, pelaporan pelanggaran, serta sanksi administratif dan pidana bagi pelaku pelanggaran data pribadi.

“Tanpa hal itu, perlindungan data hanya akan menjadi wacana normatif di tengah praktik eksploitasi data yang terus berlangsung,” ujarnya.

Di tengah ekosistem digital global yang semakin terintegrasi, data pribadi menjadi aset strategis dengan nilai yang sangat tinggi. Negara-negara maju telah menyadari pentingnya hal ini dan membangun sistem perlindungan data yang ketat, seperti GDPR di Eropa dan PDPA di Singapura.

Indonesia tidak bisa terus tertinggal. UU PDP sudah menjadi dasar hukum yang kuat, tapi tanpa langkah implementasi yang nyata dan lembaga pelaksana yang berdaya, regulasi tersebut akan kehilangan maknanya di tengah ancaman digital yang terus berkembang.

Kini, tantangannya bukan sekadar menyusun regulasi, tapi menegakkannya dengan konsisten. Pemerintah harus menunjukkan komitmen bahwa perlindungan data pribadi bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi tanggung jawab negara dalam menjaga martabat dan keamanan warganya di era digital.

“Pembentukan Badan PDP yang kredibel, didukung oleh PP yang jelas, serta pemimpin dengan integritas dan kompetensi tinggi, akan menjadi kunci agar UU PDP benar-benar hidup dan bekerja melindungi rakyat, bukan sekadar tertulis di lembar undang-undang,” tegasnya.