Tren Leisure

Sejarah Gedung Grahadi yang Dibakar Massa Tak Dikenal

  • Gedung Grahadi yang berlokasi di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, dibakar massa tak dikenal pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025.
Gedung Negara Grahadi.
Gedung Negara Grahadi. (incar.jatimprov.go.id)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Gedung Grahadi yang berlokasi di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, dibakar massa tak dikenal pada Sabtu malam, 30 Agustus 2025. 

Dari informasi, kebakaran melanda rumah dinas Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. Namun, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Edy Herwiyanto menegaskan yang terbakar adalah ruang kerja Wakil Gubernur Jawa Timur beserta beberapa ruang kerja lain.

Edy mengatakan kebakaran di sejumlah ruangan diduga dipicu oleh lemparan bom molotov yang diarahkan ke bangunan tersebut.

Gedung Negara Grahadi atau lebih dikenal dengan Gedung Grahadi, merupakan bangunan peninggalan Belanda yang saat ini difungsikan sebagai rumah dinas Gubernur, pelantikan jabatan, serta upacara peringatan hari-hari besar nasional, seperti 17 Agustus.

Gedung Grahadi didirikan pada tahun 1795, pada masa pemerintahan Residen Dirk Van Hogendorps (1794-1798). Awalnya, bangunan tersebut berfungsi sebagai rumah kebun yang digunakan untuk tempat beristirahat para pejabat Belanda, sekaligus sesekali dijadikan lokasi pertemuan maupun pesta jamuan.

Dilansir dari p2k.stekom.ac.id, awalnya, gedung ini dibangun menghadap ke arah Kalimas di utara. Pada waktu sore, para penghuni dapat menikmati pemandangan perahu-perahu yang melintas sambil minum teh. Perahu-perahu tersebut juga digunakan sebagai alat transportasi, mengantar dan menjemput orang yang bepergian.

Namun, pada tahun 1802 posisi gedung diubah sehingga kini menghadap ke selatan, seperti yang terlihat sekarang.

Gedung Negara Grahadi terletak di jantung Kota Surabaya, berdekatan dengan kawasan perbelanjaan Tunjungan Plaza dan Plaza Surabaya.

Dilansir dari Indonesia Tourism, nama Grahadi berasal dari bahasa Sanskerta, gabungan kata Graha dan Adi, yang berarti rumah yang bernilai dan memiliki derajat yang tinggi. Makna tersebut tercermin dari kekokohan bangunannya yang mampu bertahan dalam bentuk aslinya selama lebih dari dua abad.

Selain karena keindahan fasad dan arsitekturnya, daya tarik Gedung Negara Grahadi juga terletak pada nilai sejarahnya sebagai saksi bisu perjalanan Kota Surabaya.

Gedung Negara Grahadi memiliki dua lantai, dengan luas bangunan induk 2.016 m² dan bangunan penunjang seluas 4.125,75 m², berdiri di atas lahan seluas 16.284 m². Pada lantai pertama, gedung ini terbagi ke dalam beberapa ruangan, termasuk ruang tamu serta ruang rapat Muspida Tingkat I Jawa Timur.

Dilansir dari East Java, sebagian lahan yang digunakan untuk membangun Gedung Grahadi merupakan tanah milik seorang saudagar China kaya, yang pada awalnya menolak untuk menjual tanahnya. Tanah itu akhirnya dibeli oleh pemerintah dengan ganti rugi sebesar segobang atau setara 1,5 sen.

Dirk van Hogendorp menghabiskan biaya sebesar 14.000 ringgit untuk membangun rumah kebunnya itu. Namun, ia hanya sempat merasakan kenyamanan tinggal di sana selama tiga tahun sebelum akhirnya ditangkap dan dibawa ke Batavia.

Pada tahun 1810, Jenderal Daendels dari Belanda melakukan perbaikan terhadap Gedung Grahadi ketika berkunjung ke Surabaya. Ia berkeinginan menjadikan Grahadi sebagai sebuah istana. Atas arahan Daendels, tuinhuis bekas milik Dirk van Hogendrop di renovasi total dengan gaya Indis Empire Style

Pada tahun 1870, gedung ini resmi sebagai kediaman Residen Surabaya. Ketika masa pendudukan Jepang, bangunan tersebut digunakan sebagai rumah bagi Gubernur Jepang (Syuuchockan Kakka).

Selain itu, Gedung Grahadi pernah digunakan sebagai tempat sidang Raad Van Justitie (Pengadilan Tinggi), bahkan menjadi lokasi penyelenggaraan pesta dan resepsi dansa.

Sejak 1991, Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuka Gedung Grahadi untuk kegiatan wisata, bersamaan dengan Kantor Gubernur Jawa Timur.

Hingga kini, Gedung Negara Grahadi digunakan sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur. Gedung ini juga kerap menjadi tempat beristirahat dan singgah bagi para Presiden RI ketika melakukan kunjungan kerja ke Surabaya dan wilayah sekitarnya.

Sejak era pemerintahan Presiden Joko Widodo, sayap kanan atau sisi barat bangunan utama Gedung Grahadi difungsikan sebagai Ruang Presiden, yaitu tempat menginap Presiden Republik Indonesia saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Surabaya.