Menelusuri Potensi Ekonomi dan Wisata Sibolga
- Sibolga, sebagai kota pelabuhan, sejak dulu menjadi pusat perdagangan penting, titik pertemuan beragam budaya, dan akses utama menuju pulau-pulau kecil di sekitarnya. Simak potensi ekonomi dan wisata daerah yang baru saja diterjang banjir besar ini.

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Banjir melanda empat daerah di Provinsi Sumatra Utara, yaitu Sibolga, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara. Selain banjir, sejumlah wilayah juga terdampak bencana tanah longsor.
Banjir dan tanah longsor melanda Kota Sibolga terjadi karena kondisi cuaca ekstrem sejak Senin, 24 November dan Selasa, 25 November 2025.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan masih akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.
“Masyarakat diimbau untuk memantau informasi prakiraan cuaca secara berkala dan mengikuti instruksi resmi dari petugas di lapangan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Rabu, 26 November 2025.
“Bagi warga yang tinggal di sekitar lereng perbukitan, bantaran sungai, dan wilayah rawan longsor dapat melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman apabila hujan lebat mengguyur wilayah tempat tinggal lebih dari satu jam,” sambungnya.
Sibolga, sebagai kota pelabuhan, sejak dulu menjadi pusat perdagangan penting, titik pertemuan beragam budaya, dan akses utama menuju pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Identitas kota ini melekat pada laut dan pelabuhan, yang tidak hanya menjadi penggerak perekonomian, tapi juga menjadi ruang sosial dan budaya masyarakatnya. Sektor perikanan pernah menjadi penopang perekonomian utama Kota Sibolga karena mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Sektor ini juga pernah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi regional. Selama ini Sibolga dikenal sebagai kota ikan, namun dalam beberapa tahun terakhir ikan sulit ditemukan.
Dengan luas daerah hanya 10,77 km², Kota Sibolga memiliki letak yang strategis dengan jumlah penduduk sekitar 91.265 jiwa dan laju pertumbuhan 0,51% (Sibolga dalam Angka, 2024). Jumlah rumah tangga perikanan tercatat 1.090 dan jumlah nelayan mencapai 6.173 orang.
Dari angka tersebut, 4.781 orang merupakan nelayan penuh dan 1.392 nelayan sambilan. Pada tahun 2023, jumlah angkatan kerja di Kota Sibolga mencapai 47.411 jiwa dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 71,18%. Sekitar 13,02% penduduknya bekerja sebagai nelayan.
Menurut Wali Kota Sibolga Jamaluddin Pohan, selain masih banyak masyarakat Sibolga berprofesi di sektor perikanan dan lainnya. Mereka bekerja sebagai buruh bongkar muat di tangkahan, pengemudi transportasi pengangkutan ikan seperti truk dan becak, pekerja pemasaran ikan dan produk olahannya, pengolah ikan, pekerja di galangan kapal, SPDN, SPBU, toko perlengkapan perikanan, hingga tenaga kerja di fasilitas cold storage dan pabrik es.
Berdasarkan Kepmen KP Nomor 19 Tahun 2022, potensi sumber daya ikan di kawasan Pantai Barat Sumatra Utara yang termasuk dalam wilayah penangkapan WPP RI 572 diperkirakan mencapai 1.229.950 ton per tahun, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 860.608 ton per tahun.
Sementara, produksi ikan Kota Sibolga tahun 2023 hanya 34.105,08 ton, meningkat sedikit dibanding produksi tahun-tahun sebelumnya.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor justru telah menggeser sektor perikanan sebagai penyumbang terbesar terhadap PDRB Kota Sibolga.
Struktur PDRB Kota Sibolga berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2023 masih didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 27,44%.
Sedangkan, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya memberikan kontribusi sebesar 18,43%, disusul sektor konstruksi sebesar 12,17%.
Secara keseluruhan, ketiga sektor tersebut menyumbang 58,04% terhadap perekonomian Kota Sibolga. Menurunnya produktivitas perikanan tangkap di kota ini juga dipengaruhi oleh sejumlah regulasi yang membatasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairan.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, praktisi pemerintah daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota, tidak memiliki wewenangan dalam pengelolaan laut.
Kondisi ini semakin memberatkan setelah larangan penggunaan alat tangkap pukat melalui Permen KP Nomor 02 Tahun 2015.
Banyak kapal yang menggunakan pukat cincin akhirnya tidak dapat beroperasi. Akibatnya, para nelayan dan anak buah kapal kehilangan pekerjaan, produksi ikan menurun, dan harga ikan ikut meningkat.
Di sisi lain, industri pengolahan ikan mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku sehingga memaksa banyak pelaku usaha menghentikan operasionalnya dan merumahkan karyawan atau buruh.
Kota Sibolga terletak di pesisir barat Pulau Sumatra, kota dengan keindahan tepi pantai dengan deretan pulau-pulau di sekitarnya ini memiliki daya tarik bagi wisatawan.
Sibolga menawarkan daya tarik wisata alam. Pantai Ujung Sibolga, Bukit Pancuran Gerobak, dan pulau-pulau kecil seperti Poncan Ketek dan Poncan Gadang menyuguhkan pemandangan laut biru, pasir putih, dan beragam kegiatan wisata bahari.
Daya tarik budaya bisa dijumpai pada keberadaan rumah ibadah, perkampungan nelayan, festival budaya, hingga kuliner laut khas yang menjadi ciri rasa kota ini.
Kombinasi antara sejarah, keindahan alam, dan kekayaan budaya tersebut menjadikan Sibolga memiliki ragam potensi wisata yang lengkap, mulai dari wisata bahari, wisata sejarah, hingga wisata budaya masyarakat pesisir.
Dilansir dari jurnal bertajuk Model Komunikasi City Branding dalam Pengembangan Wisata Bahari Pulau Terintegrasi di Kota Sibolga, keberadaan wisata bahari pulau terintegrasi di Kota Sibolga dengan slogan Laut untuk Masa Depan Pariwisata Sibolga saat ini belum sepenuhnya mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah maupun masyarakat.
Hal ini terlihat dari keterbatasan sarana dan prasarana wisata, seperti kurangnya akomodasi, terbatasnya akses transportasi dan sarana pendukung menuju lokasi wisata, dan minimnya promosi melalui website dan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, dan platform lainnya oleh instansi terkait.
Selain itu, masih kurangnya penyelenggaraan event pariwisata berbasis kearifan lokal turut berdampak pada rendahnya angka kunjungan wisatawan ke Sibolga.

Distika Safara Setianda
Editor
