Perang Saudara 75 Tahun Usai? Adidas Disebut Siap Ambil Alih PUMA yang Sedang Lesu
- Setelah 75 tahun berseteru, Adidas dirumorkan akan 'caplok' Puma. Pahami kisah perang saudara di balik dua raksasa dan kondisi Puma saat ini.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Sebuah drama bisnis yang akarnya berasal dari perseteruan keluarga 75 tahun lalu kini kembali memanas. Saham produsen pakaian olahraga asal Jerman, PUMA SE, melesat hampir 5% pada Selasa, 16 September 2025, setelah muncul spekulasi bahwa rival abadinya, Adidas, mungkin sedang bersiap untuk melakukan pengambilalihan.
Rumor reuni dua raksasa yang didirikan oleh kakak-beradik yang saling bermusuhan ini pertama kali dihembuskan oleh Roy Adams, salah satu pendiri firma investasi AS, Metronuclear. Menurutnya, merger adalah pilihan terbaik bagi PUMA yang kini sedang dalam kondisi sulit.
Langkah ini, jika benar-benar terjadi, tidak hanya akan mengakhiri salah satu persaingan bisnis paling legendaris di dunia, tetapi juga akan secara fundamental mengubah peta persaingan di industri olahraga global. Lantas, ada apa sebenarnya?
1. Peringatan dari Wall Street: Opsi Merger Mengemuka
Isu ini pertama kali diledakkan oleh Roy Adams dalam sebuah wawancara dengan koran bisnis Jerman, Handelsblatt, pada Jumat, 12 September 2025. Ia secara blak-blakan menyatakan bahwa kondisi PUMA saat ini berada dalam keadaan darurat setelah merilis kinerja keuangan yang mengecewakan.
Adams memberikan sebuah ultimatum yang sangat tajam bagi manajemen baru PUMA. “Jika manajemen gagal membalikkan keadaan, merger dengan Adidas adalah pilihan terbaik,” ujarnya, sebuah pernyataan yang langsung memicu spekulasi liar di pasar.
Menanggapi rumor ini, baik PUMA maupun Adidas memilih untuk bungkam. Juru bicara PUMA menolak berkomentar, sementara perwakilan Adidas menyatakan bahwa mereka pada prinsipnya tidak pernah mengomentari spekulasi pasar.
2. Rapor Merah PUMA: Kinerja Anjlok, CEO Dipecat
Spekulasi merger ini bukan tanpa dasar. Kondisi internal PUMA memang sedang tidak baik-baik saja. Pada Juli 2025, perusahaan merilis laporan kinerja kuartal kedua yang menunjukkan penjualan turun 2% menjadi 1,94 miliar euro, jauh di bawah ekspektasi.
Lebih parah lagi, PUMA memangkas drastis panduan kinerjanya untuk sisa tahun ini. Dari yang semula optimistis, perusahaan kini justru memperkirakan penjualan akan anjlok dua digit dan mengeluarkan peringatan laba (profit warning), di mana mereka kini memproyeksikan akan merugi.
Kondisi ini diperparah dengan pergantian di pucuk pimpinan. CEO PUMA sebelumnya, Arne Freundt, terpaksa lengser pada April 2025 karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksekusi strategi perusahaan.
3. Plot Twist: Mantan Petinggi Adidas Kini Pimpin PUMA
Di tengah spekulasi akuisisi oleh Adidas, ada sebuah plot twist yang sangat menarik. Sosok yang ditunjuk sebagai CEO baru PUMA untuk membalikkan keadaan adalah Arthur Hoeld, yang mulai menjabat pada 1 Juli 2025 dan notabene merupakan seorang veteran dari Adidas.
Penunjukan mantan orang dalam Adidas untuk memimpin PUMA ini tentu menambah bumbu drama. Sebagian pihak melihat ini sebagai langkah PUMA untuk mengadopsi strategi sukses rivalnya, namun sebagian lain justru melihatnya sebagai sinyal awal dari proses merger yang lebih besar.
Spekulasi penjualan PUMA sebenarnya sudah sempat beredar sebelumnya. Pada Agustus 2025, Bloomberg melaporkan bahwa keluarga Pinault (pemilik Kering Group) sedang mempertimbangkan untuk menjual 29% saham mereka di PUMA.
4. Kisah Perseteruan di Balik Dua Raksasa
Untuk memahami besarnya potensi reuni ini, penting untuk melihat kembali sejarah kelam di baliknya. Adidas dan PUMA lahir dari perseteruan antara dua kakak-beradik, Adolph (Adi) Dassler dan Rudolph (Rudi) Dassler.
Keduanya awalnya mendirikan pabrik sepatu bersama, Dassler Brothers Shoe Factory. Namun, perseteruan sengit yang dipicu oleh berbagai faktor, termasuk isu Perang Dunia II, membuat keduanya berpisah dan menjadi musuh bebuyutan.
Adi kemudian mendirikan Adidas (dari Adi Dassler), sementara Rudi mendirikan Ruda (dari Rudolf Dassler) yang kemudian diubah namanya menjadi PUMA. Keduanya mendirikan markas di kota yang sama, Herzogenaurach, menciptakan rivalitas yang membelah seluruh kota selama puluhan tahun.

Chrisna Chanis Cara
Editor
