Penelitian Membuktikan, Gunung Selalu Bersenandung
- Dari sudut pandang manusia, gunung terlihat diam dan berdiri dengan tenang. Karena kokohnya gunung juga kerap menjadi simbol besar dari daya tahan dan keteguhan yang tak tergoyahkan.

Amirudin Zuhri
Author


JAKARTA-Dari sudut pandang kita, gunung terlihat diam dan berdiri dengan tenang. Karena kokohnya gunung juga kerap menjadi simbol besar dari daya tahan dan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Tetapi penelitian baru mengungkapkan bahwa gunung ternyata bergerak sepanjang waktu. Mereka terus bergoyang sesuai ritme seismik yang mengalir melalui Bumi tempat mereka beristirahat.
Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam jurnal Earth and Planetary Science Letters melaporkan bahwa Matterhorn, salah satu gunung paling terkenal di planet ini terus bergetar sekitar sekali setiap dua detik. Getaran ini sebagai akibat dari energi seismik ambien yang berasal dari gempa bumi dan gelombang laut di seluruh dunia.
- Presidensi G20 Bisa Perluas Transaksi Digital, Kadin: Literasi dan Ketampilan Harus Ditingkatkan
- Kredit Mikro BRI Tumbuh 13 Persen Tembus Rp351,4 Triliun pada 2021
- Lampaui Target 2021, Bumi Serpong Damai (BSDE) Raup Marketing Sales Rp7,7 Triliun
"Ini semacam nyanyian gunung yang sebenarnya," kata Jeffrey Moore, ahli geologi di University of Utah dan penulis senior studi tersebut.
"Gunung bersenandung dengan energi ini, dan frekuensinya sangat rendah. Kita tidak bisa merasakannya, kita tidak bisa mendengarnya. Itu adalah nada bumi."
Merekam 'Nyanyian Gunung'
Setiap objek akan bergetar pada frekuensi tertentu tergantung pada bentuknya dan terbuat dari apa. Ini yang yang dikenal sebagai resonansi. Contoh gampang adalah garpu tala dan gelas anggur. Ketika ketika energi dari frekuensi resonansi mengenai objek, dia akan bergetar lebih keras.
Moore dan rekan-rekannya berhipotesis bahwa gunung - seperti gedung tinggi, jembatan, dan struktur besar lainnya - juga bergetar pada resonansi yang dapat diprediksi berdasarkan bentuk topografinya.
Tetapi tidak seperti dunia teknik sipil, di mana seseorang dapat menguji frekuensi apa yang beresonansi dengan menempatkan alat besar pada struktur atau menunggu kendaraan melewatinya, tidak praktis untuk membangkitkan sesuatu yang begitu besar seperti gunung.
Sebagai gantinya, Moore dan tim kolaborator internasionalnya berusaha mengukur efek aktivitas seismik ambien di salah satu gunung paling ekstrem: Matterhorn.
Terletak di perbatasan Italia dan Swiss di Pegunungan Alpen, Matterhorn yang berbentuk piramida adalah gunung paling banyak difoto di dunia. Gunung ini menjulang hampir 4.500 meter di ketinggian, dan keempat sisinya menghadap ke arah mata angin.
Samuel Weber, seorang peneliti di Institut WSL untuk Penelitian Salju dan Longsor di Swiss dan penulis utama studi tersebut mengatakan para peneliti menggunakan helikopter di Matterhorn untuk memasang seismometer bertenaga surya kira-kira seukuran "cangkir besar kopi" di puncak. Satu lagi ditempatkan beberapa ratus meter di bawah puncak, dan yang ketiga ditempatkan di kaki gunung.
Seismometer terus merekam gerakan dan memungkinkan tim untuk mengekstrak frekuensi dan arah resonansi. Pergerakannya kecil, pada ukuran nanometer hingga milimeter selama gempa bumi. "Tapi itu sangat nyata. Itu selalu terjadi," kata Moore dikutip Howstuffwork 2 Februari 2022 lalu.
Pengukuran menunjukkan bahwa Matterhorn secara konsisten bergoyang ke arah utara-selatan pada frekuensi 0,42 hertz sedikitnya sekali sekali setiap dua detik. Gunung juga bergoyang ke arah timur-barat pada frekuensi yang sama.
Membandingkan pergerakan di puncak gunung dengan di dasarnya, para peneliti menemukan bahwa puncak bergerak lebih banyak daripada dasarnya. "Cukup mengejutkan bahwa kami mengukur pergerakan di puncak yang 14 kali lebih kuat daripada di bagian bawah gunung," kata Weber.
Para peneliti juga melakukan pengukuran di Grosser Mythen, gunung Swiss yang bentuknya sama walaupun lebih kecil, dan menemukan resonansi yang serupa.
Getaran dasar pegunungan seperti Matterhorn disebabkan oleh dengungan energi seismik. “Banyak dari getaran berasal dari gempa bumi yang mengguncang seluruh dunia, dan gempa bumi yang sangat jauh mampu menyebarkan energi dan frekuensi rendah,” katanya.
