Rekosistem: Cara Baru Kelola Sampah Kota Demi Masa Depan yang Lebih Bersih
- Perubahan iklim, keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA), dan rendahnya kesadaran masyarakat soal daur ulang adalah tiga tantangan besar di kota-kota Indonesia. Rekosistem mencoba menjawab semuanya dalam satu ekosistem digital-fisik yang terintegrasi.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Bayangkan kalau membuang sampah bukan lagi akhir dari sebuah proses, melainkan awal dari sesuatu yang bernilai. Inilah semangat yang diusung Rekosistem, sebuah startup climate-tech asal Indonesia yang sedang mengubah wajah pengelolaan sampah kota melalui pendekatan ekonomi sirkular dan teknologi cerdas.
Didirikan oleh Ernest Layman dan Joshua Valentino pada 2021, Rekosistem menawarkan sistem yang menyambungkan masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah kota dalam ekosistem pengelolaan sampah yang lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan.
Di tengah tantangan pengelolaan sampah kota yang semakin kompleks, Rekosistem hadir dengan solusi berbasis Internet of Things (IoT) dan machine learning. Teknologi ini memungkinkan monitoring sampah secara real-time, penjadwalan pengangkutan yang lebih efisien, serta analisis pola buang sampah di masyarakat.
- Oscar Darmawan: Dari Anak Sopir hingga Sukses Dirikan Indodax
- Digital Detox: Solusi Anak Muda Lepas dari Kecanduan Internet
- 9 Tips Menetapkan dan Mencapai Tujuan Tabungan
Lewat layanan seperti Reko Waste Station, Reko Hub, dan Reko Mitra, masyarakat bisa menyetor sampah mereka—baik plastik, kertas, elektronik, hingga organik—dengan mudah dan terdata. Sampah yang terkumpul akan dipilah, diproses, lalu disalurkan ke mitra daur ulang atau pengolah energi terbarukan.
Tak hanya itu, aplikasi Rekosistem juga memungkinkan pengguna individu dan perusahaan untuk melacak jejak limbah mereka, sekaligus mendapatkan insentif dalam bentuk poin yang bisa ditukar.
Menjawab Tantangan Kota Modern: Emisi, TPA, dan Edukasi
Perubahan iklim, keterbatasan lahan tempat pembuangan akhir (TPA), dan rendahnya kesadaran masyarakat soal daur ulang adalah tiga tantangan besar di kota-kota Indonesia. Rekosistem mencoba menjawab semuanya dalam satu ekosistem digital-fisik yang terintegrasi.
Hingga pertengahan 2025, Rekosistem telah mengelola lebih dari 4.500 ton sampah per bulan dari berbagai kota seperti Jakarta, Surabaya, dan Gresik. Mereka juga berhasil menghindari lebih dari 75.000 metrik ton emisi CO₂, dengan cara mengganti penggunaan bahan mentah baru dengan material hasil daur ulang.
Yang menarik, sistem insentif Rekosistem terbukti meningkatkan pendapatan para pekerja sektor informal pengelola sampah hingga lebih dari 100 %. Ini bukan hanya soal keberlanjutan lingkungan, tapi juga soal keadilan ekonomi.
Bertumbuh Lewat Kolaborasi dan Pendanaan
Rekosistem tidak berjalan sendirian. Mereka aktif menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk PLN lewat program Connext by PLN, untuk menjadikan sampah sebagai sumber energi alternatif. Ini selaras dengan upaya transisi energi bersih dan pengurangan emisi karbon yang dicanangkan pemerintah.
Pada Mei 2025, Rekosistem mengumumkan keberhasilan mereka mengamankan pendanaan Seri A sebesar US$7 juta atau sekitar Rp115 miliar. Pendanaan ini dipimpin oleh Saratoga Investama Sedaya dan K3 Ventures, serta melibatkan investor strategis lainnya. Dana tersebut akan digunakan untuk memperluas jaringan Reko Hub, mengembangkan teknologi, dan menjangkau lebih banyak kota di Indonesia.
Baca Juga: Ambisi Tak Selaras Realita: Ketika Startup Lokal Bermimpi Terlalu Besar
Ekonomi Sirkular: Dari Brand ke Konsumen, Semua Terlibat
Salah satu pendekatan unik Rekosistem adalah penerapan konsep Extended Producer Responsibility (EPR). Artinya, merek-merek yang memproduksi barang konsumsi juga turut bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan.
Dengan sistem ini, produsen bisa bekerja sama dengan Rekosistem untuk memastikan kemasan produk mereka dikumpulkan kembali dan didaur ulang secara tepat. Di sisi lain, konsumen pun diberdayakan untuk menjadi bagian dari solusi, bukan sekadar pengguna akhir yang membuang limbah begitu saja.
Hasilnya adalah sebuah ekosistem yang saling terhubung, di mana semua pihak memiliki peran nyata dalam mengurangi sampah dan menjaga keberlanjutan kota.
Membayangkan Masa Depan Kota yang Lebih Bersih
Coba bayangkan: kamu setor botol plastik bekas minum di Reko Waste Station terdekat. Lewat aplikasi Rekosistem, kamu tahu bahwa botol itu akan diubah menjadi bahan daur ulang untuk industri lokal. Sementara itu, sisa makanan dari kantin di sekolah atau kantor diolah jadi kompos atau energi. Semua proses tercatat, transparan, dan berkontribusi langsung pada pengurangan jejak karbon kota.
Inilah masa depan kota yang diimpikan: bersih, efisien, dan saling terhubung.
- Harga Emas Boncos Gara-gara Deal Dagang, Analis Malah Bilang Ini Peluang Serok
- Ambisi Amerika Serikat Mendominasi AI, Apa Implikasi Geopolitiknya?
- Danantara University: Peluang atau Ancaman Baru bagi PTS?
Siap Jadi Bagian dari Solusi?
Di era urbanisasi yang cepat, pengelolaan sampah bukan sekadar urusan kebersihan, tapi bagian penting dari strategi keberlanjutan kota. Melalui pendekatan teknologi dan kolaboratif, Rekosistem menunjukkan bahwa solusi itu bisa dibangun dari hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari—mulai dari memilah sampah dengan benar.
Kalau kamu tinggal di kota besar dan ingin hidup lebih bertanggung jawab secara lingkungan, mungkin sudah waktunya mempertimbangkan untuk bergabung ke dalam ekosistem seperti ini. Karena masa depan kota yang hijau bukan ditentukan oleh pemerintah atau perusahaan besar saja, tapi juga oleh kita semua.
