IDHAM.png

<p>JAKARTA, TRENASIA.ID - Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan harapan hidup tertinggi di dunia. Namun, di balik pencapaian itu, negeri sakura ini menghadapi tantangan besar: populasi menua secara drastis. Data resmi menunjukkan bahwa hampir 30% dari total populasi Jepang saat ini adalah lansia berusia 65 tahun ke atas. Hal ini menjadikan Jepang sebagai negara dengan proporsi lansia tertinggi di dunia.</p><p>Menariknya, di tengah kondisi tersebut, banyak lansia di Jepang justru tetap memilih untuk bekerja. Mereka tak sekadar bertahan, tapi melakukannya dengan semangat dan dedikasi tinggi.&nbsp;</p><p>Fenomena ini menjadi sorotan global karena tidak hanya mencerminkan ketangguhan mental masyarakat Jepang, tetapi juga budaya kerja yang sangat berbeda dari banyak negara lainnya.</p><ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/andelsbolig-ketika-rumah-layak-tak-harus-mahal">Andelsbolig: Ketika Rumah Layak Tak Harus Mahal</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/kenapa-harga-saham-bergerak-duluan-sebelum-laporan-keuangan-rilis">Kenapa Harga Saham Bergerak Duluan Sebelum Laporan Keuangan Rilis?</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/berikut-cara-membuka-rekening-menganggur-yang-diblokir">Berikut Cara Membuka Rekening Menganggur yang Diblokir</a></li></ul><h2>Mengapa Lansia Jepang Tetap Ingin Bekerja?</h2><h3>1. Bekerja Demi Tujuan Sosial dan Kesehatan Mental</h3><p>Survei nasional yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dan lembaga riset swasta menunjukkan bahwa sebagian besar lansia di Jepang bekerja bukan semata karena kebutuhan ekonomi. Alasan utama mereka tetap aktif adalah untuk menjaga kesehatan jasmani dan mental. Bekerja membuat mereka merasa tetap berguna, memiliki rutinitas, dan menjaga interaksi sosial yang sehat.</p><p>Sebanyak 52% lansia mengaku bahwa alasan utama mereka bekerja adalah agar tetap sehat secara fisik dan mental. Mereka percaya bahwa rutinitas kerja membantu mencegah demensia dan menjaga kesehatan tubuh. Hanya sekitar 28% yang menyatakan bahwa uang adalah motivasi utama mereka untuk tetap bekerja.</p><h3>2. Budaya "Ganbaru" dan Rasa Tanggung Jawab</h3><p>Budaya kerja keras atau yang dikenal dengan istilah <i>ganbaru</i> sangat melekat dalam masyarakat Jepang. Nilai-nilai ini ditanamkan sejak usia muda, dan terus terbawa hingga masa tua. Banyak lansia merasa bahwa selama mereka masih sehat, mereka harus terus memberi kontribusi kepada masyarakat. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral yang kuat.</p><p>Selain itu, budaya malu (haji) yang tinggi juga membuat banyak lansia enggan dianggap sebagai beban. Mereka lebih memilih tetap aktif bekerja meski usianya tak lagi muda, dibandingkan bergantung sepenuhnya pada keluarga atau pemerintah.</p><h2>Dukungan Kebijakan Pemerintah Jepang</h2><p>Melihat tren populasi yang menua dan tenaga kerja produktif yang menyusut, pemerintah Jepang mengambil langkah strategis. Salah satu kebijakan penting adalah revisi terhadap Act on Stabilization of Employment of Elderly Persons, yang mendorong perusahaan untuk memperpanjang usia kerja minimum hingga 70 tahun.</p><p>Hasilnya, lebih dari 99% perusahaan di Jepang telah menyediakan skema kerja bagi karyawan hingga usia 65 tahun, dan sekitar 30% dari mereka bahkan membuka kesempatan hingga 70 tahun atau lebih. Pemerintah juga mendorong sistem re-employment (perekrutan ulang) setelah usia pensiun, dengan kontrak kerja baru yang disesuaikan dengan kapasitas dan keinginan pekerja lansia.</p><h2>Data Tingkat Partisipasi Lansia dalam Dunia Kerja</h2><p>Statistik resmi menunjukkan bahwa Jepang memiliki tingkat partisipasi lansia dalam dunia kerja tertinggi di antara negara-negara maju. Berikut datanya:</p><ul><li>Usia 65–69 tahun: sekitar 50% masih aktif bekerja</li><li>Usia 70–74 tahun: sekitar 33,5%</li><li>Usia 75 tahun ke atas: sekitar 11%</li></ul><p>Sebagai perbandingan, di banyak negara Barat seperti Jerman atau Prancis, angka partisipasi lansia dalam kerja berada di bawah 10% pada kelompok usia 70 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa lansia di Jepang memiliki semangat kerja yang sangat tinggi dan masih dianggap sebagai bagian penting dari pasar tenaga kerja nasional.</p><h2>Perusahaan Jepang Menyesuaikan Sistem Kerja untuk Lansia</h2><p>Untuk mendukung produktivitas pekerja senior, banyak perusahaan Jepang menerapkan strategi adaptif. Beberapa perusahaan besar seperti Mitsubishi Corporation dan Tokyo Gas bahkan memiliki unit khusus bernama Career Center yang memberikan pelatihan, pendampingan, dan konseling karier untuk karyawan berusia 50 tahun ke atas.</p><p>Strategi lainnya meliputi:</p><ul><li>Menyediakan sistem kerja paruh waktu dengan jam kerja fleksibel</li><li>Memberikan pelatihan ulang (reskilling) agar lansia bisa menyesuaikan diri dengan teknologi baru</li><li>Menyediakan pekerjaan yang disesuaikan dengan kemampuan fisik</li><li>Menjaga lingkungan kerja yang ramah usia lanjut, baik secara fisik maupun sosial</li></ul><p>Perusahaan kosmetik FANCL, misalnya, memperbolehkan pegawainya bekerja hingga usia 70 tahun selama masih mampu secara fisik. Perusahaan lainnya seperti Nojima bahkan tidak memberlakukan batas usia pensiun tetap, melainkan menilai kinerja secara individu.</p><p>Baca Juga: <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/nasional/populasi-lansia-tembus-20-persen-pada-2045-bagaimana-ri-menyikapinya"><strong>Populasi Lansia Tembus 20 Persen pada 2045, Bagaimana RI Menyikapinya?</strong></a></p><h2>Program Komunitas: Silver Jinzai Center</h2><p>Selain sektor formal, Jepang juga memiliki sistem kerja komunitas untuk lansia bernama Silver Jinzai Center. Didirikan sejak 1975, program ini menyediakan pekerjaan ringan bagi lansia yang ingin tetap aktif. Saat ini, Silver Jinzai memiliki lebih dari 700.000 anggota di seluruh negeri.</p><p>Pekerjaan yang ditawarkan umumnya meliputi:</p><ul><li>Menjaga keamanan sekolah</li><li>Membersihkan taman kota</li><li>Menjadi pengawas lalu lintas</li><li>Menyediakan jasa antar-jemput anak-anak</li><li>Memberikan bantuan rumah tangga ringan</li></ul><p>Upah yang diberikan berkisar antara ¥870 hingga ¥1.800 per jam, tergantung jenis pekerjaan dan wilayah. Meskipun relatif kecil, sebagian besar peserta tidak menjadikan uang sebagai tujuan utama. Mereka lebih menghargai kesempatan untuk tetap aktif dan terlibat dalam komunitas.</p><h2>Dampak Positif bagi Individu dan Masyarakat</h2><h3>1. Mengurangi Risiko Penyakit dan Isolasi</h3><p>Bekerja di usia lanjut terbukti memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental dan fisik. Beberapa penelitian, termasuk studi dari jurnal <i>Frontiers in Public Health</i>, menunjukkan bahwa lansia yang tetap aktif secara sosial dan ekonomi memiliki risiko lebih rendah mengalami demensia dan gangguan mood seperti depresi.</p><h3>2. Mengurangi Beban Sistem Pensiun</h3><p>Dengan tetap bekerja, lansia tidak hanya membantu diri mereka sendiri tetap sehat, tetapi juga meringankan beban sistem jaminan sosial negara. Mereka tetap membayar pajak dan tidak langsung menjadi tanggungan negara.</p><h3>3. Transfer Pengetahuan Antar Generasi</h3><p>Lansia yang bekerja di lingkungan multigenerasi membawa manfaat berupa transfer pengetahuan dan nilai-nilai kerja kepada generasi muda. Ini menciptakan lingkungan kerja yang lebih kaya secara kultural dan mendorong solidaritas antargenerasi.</p><ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/ekspor-batubara-indonesia-anjlok-permintaan-china-turun-pnbp-direvisi">Ekspor Batu Bara Anjlok, Target PNPB Terkoreksi Rp15 Triliun</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/data-pribadi-ri-akan-ditransfer-ke-as-ini-12-cara-lindungi-privasimu">Data Pribadi RI Akan Ditransfer ke AS, Ini 12 Cara Lindungi Privasimu</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/pusat-data-ai-habiskan-700-000-galon-air-sehari-agar-tak-kepanasan">Pusat Data AI Habiskan 700.000 Galon Air Sehari Agar Tak Kepanasan</a></li></ul><h2>Tantangan dan Kritik</h2><p>Meski banyak hal positif, fenomena ini juga memunculkan sejumlah tantangan:</p><ul><li>Penurunan Gaji: Banyak lansia yang bekerja dengan gaji lebih rendah dibandingkan saat masih muda, bahkan di perusahaan yang sama.</li><li>Diskriminasi Terselubung: Masih ada persepsi bahwa pekerja lansia kurang produktif atau sulit beradaptasi dengan teknologi.</li><li>Ketergantungan Finansial: Sekitar 70% pekerja lansia masih bekerja karena alasan keuangan, bukan semata pilihan pribadi.</li></ul><p>Oleh karena itu, meskipun budaya kerja lansia di Jepang patut diapresiasi, penting untuk menciptakan sistem yang adil dan mendukung kesejahteraan semua generasi.</p><p>Budaya kerja masyarakat Jepang yang tetap semangat meski sudah lansia mencerminkan nilai-nilai tanggung jawab, ketekunan, dan keinginan untuk tetap bermanfaat bagi sesama. Dengan dukungan pemerintah, inovasi perusahaan, dan partisipasi aktif komunitas, lansia di Jepang tidak dipandang sebagai beban, melainkan aset penting dalam masyarakat.</p><p>Fenomena ini menjadi pelajaran berharga bagi banyak negara, terutama yang juga sedang menghadapi penuaan populasi. Jepang telah menunjukkan bahwa usia bukanlah batas untuk berhenti produktif. Selama ada niat, dukungan, dan sistem yang inklusif, semangat untuk berkarya bisa terus menyala hingga akhir hayat.</p>

AMIRUDDIN ZUHRI.png

portrait-senior-couple-visiting-great-wall-china (1).jpg

Budaya kerja masyarakat Jepang menunjukkan semangat luar biasa para lansia yang tetap produktif di usia senja. Cari tahu alasan mereka terus bekerja, peran pemerintah, serta dampak positif fenomena ini bagi masyarakat.

Bukan Karena Uang! Inilah Alasan Lansia Jepang Tetap Pilih Bekerja

Tren Inspirasi