Transisi Hijau Vietnam: Motor Bensin Dilarang 2026, Industri Terusik
- Vietnam mengambil langkah berani melarang motor bensin mulai 2026 di Hanoi dan Ho Chi Minh City. Pemerintah ingin mempercepat transisi ke motor listrik, meski kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran dari Jepang dan produsen otomotif besar seperti Honda terkait dampak ekonomi dan sosial.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pemerintah Vietnam berencana melarang sepeda motor berbahan bakar bensin mulai tahun 2026 sebagai bagian dari upaya besar untuk mengurangi polusi udara dan mempercepat transisi menuju kendaraan ramah lingkungan.
Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menandai perubahan besar dalam sektor transportasi di negara yang dikenal sebagai salah satu pasar sepeda motor terbesar di dunia.
Kementerian Transportasi Vietnam menyatakan bahwa pelarangan ini akan dilakukan secara bertahap, dimulai di kota-kota besar seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City.
Kedua kota tersebut dikenal memiliki tingkat polusi udara yang tinggi dan kemacetan parah akibat padatnya jumlah kendaraan bermotor. Pemerintah menargetkan pada tahun 2030, sebagian besar kendaraan roda dua yang beroperasi di wilayah perkotaan sudah beralih ke motor listrik.
Kebijakan ini juga sejalan dengan rencana nasional Vietnam untuk mencapai netral karbon pada tahun 2050, sesuai komitmen dalam perjanjian iklim global.
“Langkah ini merupakan bagian dari strategi kami untuk membangun masa depan transportasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,” jelas perwakilan Kementerian Transportasi Vietnam seperti dikutip VnExpress, Rabu, 22 Oktober 2025.
Berdasarkan data Vietnam Register yang dikutip oleh Vietnamnet.vn per tahun 2024), tercatat lebih dari 77 juta unit sepeda motor terdaftar di seluruh Vietnam.
Angka tersebut mencerminkan rasio kepemilikan sekitar 770 sepeda motor per 1.000 penduduk, menjadikan Vietnam sebagai salah satu negara dengan tingkat penggunaan motor tertinggi di dunia.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya sepeda motor sebagai sarana transportasi utama masyarakat Vietnam, terutama di kota-kota besar seperti Hanoi dan Ho Chi Minh City, di mana kepadatan lalu lintas dan efisiensi mobilitas harian sangat bergantung pada kendaraan roda dua.
Baca juga : Tekanan Rupiah dan Modal Asing Keluar, LPEM FEB UI Desak BI Pertahankan BI Rate
Tantangan Infrastruktur dan Harga
Meski demikian, kebijakan ini masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait kesiapan infrastruktur pengisian daya dan harga kendaraan listrik yang masih tergolong mahal bagi sebagian besar masyarakat Vietnam.
Pemerintah menyadari hal ini dan berencana memberikan insentif bagi produsen dan konsumen kendaraan listrik, termasuk subsidi pembelian dan pembangunan stasiun pengisian daya di seluruh kota besar.
Menurut laporan Nikkei Asia, pemerintah juga tengah bekerja sama dengan berbagai produsen kendaraan listrik lokal, seperti VinFast, untuk mempercepat produksi dan distribusi motor listrik dalam negeri.
VinFast bahkan telah menargetkan produksi hingga 2 juta unit motor listrik dalam beberapa tahun ke depan untuk memenuhi permintaan domestik.
Kebijakan ini mendapat dukungan dari kelompok lingkungan yang menilai langkah tersebut sebagai momentum penting bagi Vietnam dalam mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Namun, sebagian pihak juga mengkritik rencana ini karena dinilai dapat memukul pelaku usaha kecil seperti bengkel dan pedagang motor bekas yang masih mengandalkan sepeda motor bensin sebagai sumber penghidupan.
Seorang analis transportasi dari Universitas Nasional Hanoi mengatakan bahwa kebijakan ini sangat ambisius, ia juga meminta pemerintah untuk memastikan transisi berjalan adil bagi semua kalangan.
Diprotes Jepang
Kedutaan Besar Jepang di Hanoi secara resmi memprotes kebijakan pemerintah Vietnam yang akan melarang penggunaan sepeda motor berbahan bakar bensin di pusat kota Hanoi mulai Juli 2026.
Jepang menilai kebijakan ini terlalu mendadak dan berpotensi menimbulkan dampak sosial ekonomi besar, terutama terhadap industri otomotif dan tenaga kerja.
Dalam surat resminya, Kedubes Jepang meminta agar Vietnam menerapkan roadmap yang lebih realistis dengan masa transisi bertahap untuk menghindari gangguan terhadap pasar dan pekerjaan di sektor terkait.
Kekhawatiran Jepang terutama menyasar dampak kebijakan ini terhadap produsen sepeda motor seperti Honda, yang menguasai sekitar 80 persen pasar di Vietnam.
Baca juga : Rapor Solid dan Sederet Katalis Baru Topang Penguatan Saham BBCA
Honda memperingatkan pelarangan mendadak tersebut bisa mengguncang pasar senilai US$4,6 miliar serta menyebabkan ribuan dealer dan pemasok suku cadang kehilangan pekerjaan.
Data menunjukkan penjualan Honda di Vietnam sudah turun hingga 22 persen setelah pengumuman kebijakan ini, menunjukkan adanya ketidakpastian besar di pasar kendaraan bermotor negara tersebut.
Sementara itu, pemerintah Vietnam tetap berpegang pada rencana transisi menuju kendaraan listrik sebagai bagian dari upaya menekan polusi udara di Hanoi, yang termasuk kota dengan tingkat polusi tertinggi di dunia.
Meski memahami kekhawatiran mitra dagang seperti Jepang, otoritas Vietnam menegaskan bahwa kebijakan ini penting untuk keberlanjutan lingkungan jangka panjang.

Muhammad Imam Hatami
Editor
