Sudah 3 Kali Diganti, Mata Uang Venezuela Tetap Ambrol
- Venezuela telah tiga kali redenominasi mata uang dalam dua dekade, namun Bolívar tetap anjlok akibat hiperinflasi ekstrem. IMF mencatat inflasi mencapai 130.060% pada 2018.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Venezuela menjadi contoh nyata bagaimana hiperinflasi dapat menghancurkan nilai mata uang sebuah negara. Meski telah melakukan redenominasi sebanyak tiga kali dalam dua dekade terakhir, Bolívar, mata uang resmi Venezuela tetap kehilangan daya beli secara drastis. Situasi ini mencerminkan betapa dalamnya krisis ekonomi yang melanda negara tersebut.
Dilansir dari laman International Monetary Fund (IMF), Rabu, 1 Oktober 2025, upaya Redenominasi pertama dilakukan pada tahun 2008, ketika pemerintah mengganti Bolívar lama (VEB) menjadi Bolívar Fuerte (VEF) dengan rasio 1 VEF setara 1.000 VEB.
Namun inflasi terus melonjak, hingga pada 2018 dilakukan redenominasi kedua menjadi Bolívar Soberano (VES), dengan nilai 1 VES sama dengan 100.000 VEF.
Baca juga : Sinopsis Film Rangga & Cinta yang Menghadirkan Nuansa Awal Milenium dan Romansa SMA
Krisis belum berakhir, dan pada tahun 2021 pemerintah kembali merubah mata uang menjadi Bolívar Digital (VED) dengan rasio 1 VED setara 1.000.000 VES.
Jika dihitung sejak mata uang pertama, 1 Bolívar Digital kini setara dengan 100 triliun Bolívar lama, menggambarkan betapa besarnya erosi nilai yang terjadi.
Inflasi Ekstrem Sepanjang 3 Dekade
Data dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan inflasi Venezuela meningkat tajam sejak pertengahan 2010-an. Inflasi tercatat 40,7% pada 1990 dan sempat turun menjadi 13,7% di 2005. Namun, krisis fiskal dan pencetakan uang besar-besaran memicu lonjakan pada 2015 (111,8%) dan 2017 (254,9%).
Puncaknya terjadi pada 2018, saat Venezuela mengalami hiperinflasi sebesar 130.060%. Tahun berikutnya, inflasi masih berada di level 9.585%. Meski turun secara bertahap 2.324% pada 2020, 700% pada 2021, dan 114,1% pada 2022, angka ini tetap jauh dari stabil. IMF memperkirakan inflasi pada 2025 mencapai sekitar 172%, menunjukkan bahwa krisis belum benar-benar usai.
Akibat mata uang lokal yang terus terdepresiasi, masyarakat Venezuela kini lebih banyak menggunakan dolar Amerika Serikat (USD) untuk aktivitas ekonomi sehari-hari.
Baca juga : Bitcoin Tembus US$114.000, Jadwal Oktober Jadi Penentu Arah Selanjutnya
Nilai tukar resmi pada awal 2025 berada di kisaran 1 USD = 40 VED, meski nilai di pasar bisa bervariasi. Secara teknis, negara ini keluar dari periode hiperinflasi pada kuartal pertama 2022, namun ekonomi belum sepenuhnya pulih.
Kasus Venezuela menunjukkan bahwa redenominasi saja tidak cukup untuk menyelesaikan krisis ekonomi. Penyebab utama melemahnya mata uang negara tersebut antara lain pencetakan uang tanpa kontrol, kebijakan harga yang ketat, ketergantungan besar pada ekspor minyak, dan krisis fiskal yang berkepanjangan.
Tanpa reformasi struktural dan kebijakan moneter yang disiplin, pergantian mata uang hanya menjadi tindakan kosmetik yang tidak menyelesaikan akar masalah.

Chrisna Chanis Cara
Editor
