S&P Pertahankan Peringkat Kredit AS ‘AA+’, Dolar Jadi Senjata AS Atasi Utang
- S&P pertahankan peringkat kredit AS di ‘AA+’. Meski defisit melebar, dolar dan tarif impor jadi andalan Trump atasi beban utang.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Lembaga pemeringkat internasional S&P Global Ratings menegaskan kembali peringkat kredit jangka panjang Amerika Serikat pada level ‘AA+’ dengan prospek stabil, meski defisit anggaran federal terus melebar.
Keputusan ini datang setelah Presiden Donald Trump menandatangani ‘One Big Beautiful Bill Act’ pada Juli lalu. Rancangan undang-undang tersebut memuat pemotongan pajak baru, permanenisasi pemotongan pajak 2017, serta alokasi belanja tambahan.
"Di tengah kenaikan tarif efektif, kami memperkirakan pendapatan tarif yang signifikan secara umum akan mengimbangi hasil fiskal yang lebih lemah yang mungkin terkait dengan undang-undang fiskal terbaru, yang mencakup pemotongan dan peningkatan pajak dan belanja," papar S&P dalam keterangan resmi dikutip Reuters, Selasa, 19 Agustus 2025.
Menurut S&P, kebijakan tarif impor yang digagas Trump diyakini dapat membantu menutup sebagian beban fiskal dari kebijakan pajak dan belanja. Pada Juli 2025 saja, pemerintah AS berhasil meraup US$ 21 miliar dari tarif impor, di mana tarif dasar ditetapkan sebesar 10%, ditambah bea tambahan untuk produk maupun negara tertentu.
Namun, tambahan penerimaan tersebut belum cukup menahan pelebaran defisit. Data resmi pemerintah Amerika Serikat menunjukkan, defisit anggaran federal pada Juli naik hampir 20% menjadi US$ 291 miliar.
Baca juga : Rahasia Singapura Raih Usia Panjang: Bukan Tradisi, tapi Kebijakan Publik
Defisit Masih Tinggi, Tapi Tren Membaik
S&P memproyeksikan defisit anggaran AS rata-rata akan berada di kisaran 6,0% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang 2025–2028. Angka ini memang tinggi, namun dianggap sebagai perbaikan dibanding periode sebelumnya: 7,5% pada 2024 dan rata-rata 9,8% pada 2020–2023.
Lembaga tersebut juga menyatakan keyakinannya pada kemampuan Federal Reserve dalam menjaga stabilitas moneter serta mengendalikan inflasi, meski The Fed kerap mendapat kritik tajam dari Trump.
Keputusan S&P ini kontras dengan langkah lembaga lain. Pada Mei 2025, Moody’s justru menurunkan peringkat utang AS dengan alasan kekhawatiran terhadap lonjakan utang federal dan ketidakpastian kebijakan fiskal jangka panjang.
Meski demikian, bagi S&P, kombinasi pendapatan tarif, proyeksi defisit yang menurun, serta keyakinan pada independensi kebijakan moneter cukup untuk menjaga peringkat ‘AA+’ tetap stabil.
Baca juga : Anomali PANI: Mesin Bisnis Kencang, Tapi Laba per Saham Turun
Dolar jadi Andalan
Amerika Serikat selama ini mengandalkan dolar sebagai senjata utama dalam menghadapi beban utang negaranya. Posisi dolar yang masih menjadi mata uang cadangan dunia dengan porsi lebih dari 60 persen cadangan devisa global membuat permintaan terhadap mata uang ini tetap tinggi.
Keunggulan lain, utang pemerintah AS diterbitkan dalam dolar sehingga Washington tidak menghadapi risiko nilai tukar seperti negara berkembang. Surat utang AS atau US Treasury juga tetap dipandang sebagai aset paling aman, sehingga investor global terus menempatkan dananya meski defisit anggaran semakin melebar.
Didukung fleksibilitas kebijakan moneter Federal Reserve serta dominasi ekonomi dan geopolitik AS, dolar masih menjadi andalan untuk menjaga stabilitas fiskal. Namun, para analis mengingatkan bahwa ketergantungan berlebihan pada dolar juga mengandung risiko apabila kepercayaan global mulai menurun akibat utang yang kian menumpuk atau gejolak politik di dalam negeri.

Muhammad Imam Hatami
Editor
