Norwegia Hibahkan Triliunan Rupiah Untuk Jaga Hutan Indonesia
- Indonesia menerima lebih dari US$432 juta dari Norwegia melalui skema iklim berbasis hasil. Pelajari alasan, data lengkap, dan dampaknya bagi hutan tropis dunia.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Kerja sama iklim antara Indonesia dan Norwegia telah lama terjalin. Norwegia telah menyalurkan rangkaian pembayaran Kompensasi Berbasis Hasil (Result-Based Contribution/RBC) yang nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan total dukungan yang kini melampaui US$432 juta (Rp7,08 triliun), kemitraan Indonesia–Norwegia menjelma menjadi salah satu model pendanaan iklim paling progresif di dunia, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai negara kunci dalam stabilitas iklim global.
Hutan hujan tropis Indonesia diketahui menyumbang lebih dari 10% penutup hutan tropis dunia, menampung lebih dari 15% keanekaragaman hayati global, dan menyimpan cadangan karbon raksasa yang menjadi penentu suhu bumi dalam jangka panjang.
Hutan tropis Indonesia mulai dari bentang alam Kalimantan, Sumatra, Papua, hingga mangrove terbesar di dunia bukan hanya penting bagi Indonesia, tetapi merupakan “mesin penyerap karbon” bagi planet ini.
Para peneliti menyebutnya sebagai global climate stabilizer, karena kemampuannya menyerap miliaran ton CO₂ dan mengatur pola iklim kawasan Asia-Pasifik.
- Baca juga : Mengapa Kita Rela Antre Lama Demi Makanan Viral?
Keberhasilan Indonesia memperlambat laju kehilangan hutan hingga titik terendah dalam dua dekade terakhir dipandang sebagai prestasi strategis yang layak diberi insentif global.
Di sinilah Norwegia masuk, pendanaan yang diberikan bukan bantuan biasa, melainkan bentuk “penghargaan berbasis bukti” terhadap keberhasilan Indonesia yang telah diverifikasi secara ilmiah.
Prinsip ini sejalan dengan pendekatan Norwegia: mendukung negara yang mampu menunjukkan penurunan emisi secara nyata, transparan, dan dapat diaudit secara independen. Karena itu pula, Norwegia menjadikan Indonesia sebagai mitra utama dalam komitmen iklim globalnya.
Rincian Kompensasi Norwegia
Indonesia menerima pendanaan hanya setelah penurunan emisi diverifikasi oleh lembaga independen. Berikut adalah data lengkapnya, beserta nilai konversi ke rupiah pada kurs Rp16.400 per US$.
1. Periode 2016–2017, Pembayaran US$56 Juta (Rp918,4 miliar)
Pembayaran pertama dilakukan pada 2020 setelah Indonesia berhasil menurunkan 11,2 juta ton CO₂e. Dana disalurkan melalui BPDLH sebagai pengakuan atas kinerja awal Indonesia dalam menekan deforestasi secara signifikan.
2. Periode 2017–2019, RBC-2 & RBC-3 Senilai US$100 Juta (Rp1,64 triliun)
Pada 2024, Norwegia meluncurkan pembayaran gabungan untuk capaian 2017–2019. Paket ini menjadi tanda kembalinya Indonesia ke jalur pendanaan berbasis hasil setelah jeda pembayaran pada 2021. Capaian ini menunjukkan peningkatan kepercayaan Norwegia terhadap sistem pemantauan hutan Indonesia.
3. Periode 2019–2020, RBC-4 Senilai US$60 Juta (Rp984 miliar)
Dibayarkan pada bulan Desember 2024, pembayaran ini mengakui penurunan emisi lanjutan dari sektor kehutanan. Nilai US$60 juta memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang mampu mengendalikan deforestasi melalui kombinasi kebijakan ekonomi, tata kelola lahan, dan penegakan hukum.
4. Perpanjangan Kemitraan hingga 2030, US$216 Juta (Rp3,54 triliun)
Pada Februari 2025, Norwegia mengumumkan hibah besar untuk mendukung implementasi Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, sebuah strategi Indonesia untuk memastikan sektor kehutanan dan lahan menjadi penyerap bersih karbon pada akhir dekade ini.
Baca juga : Libur Nataru, Kepala Daerah Dilarang Nglencer ke Luar Negeri
Mengapa Norwegia Memberikan Dana Besar
1. Indonesia Rumah Hutan Tropis Terbesar Kedua di Dunia
Indonesia memiliki sekitar 95,5 juta hektar lahan berhutan pada 2024. Hutan Indonesia, terutama di Kalimantan, Sumatra, dan Papua, menyimpan jutaan ton karbon dan menjadi benteng terakhir penyerap emisi global. Norwegia memahami bahwa menjaga hutan Indonesia berarti memperlambat pemanasan global.
2. Hutan Indonesia Menyimpan 13 Miliar Ton Karbon
Lahan gambut Indonesia adalah penyimpan karbon tropis terbesar di planet ini. Jika hutan dan gambut rusak, miliaran ton karbon akan terlepas dan memperburuk krisis iklim global.
Bagi Norwegia, investasi pada Indonesia merupakan investasi langsung pada stabilitas iklim dunia.
3. Model “Pay for Performance”
Norwegia hanya membayar setelah hasil pengurangan emisi diverifikasi secara independen. Artinya, ini bukan bantuan biasa, tapi merupakan pembayaran berdasarkan kerja nyata. Indonesia dianggap berhasil menunjukkan tren pengurangan deforestasi dalam beberapa tahun terakhir.
4. Kebijakan Luar Negeri yang Progresif
Sejak 2008, Norwegia menjalankan NICFI (Norway’s International Climate & Forests Initiative), program global untuk membantu negara-negara yang memiliki hutan tropis. Indonesia, sebagai salah satu pemilik hutan terbesar, otomatis menjadi mitra strategis.
5. Menyelamatkan Hutan Tropis Lebih Murah daripada Menangani Krisis Iklim
Bagi Norwegia, memodali Indonesia menjaga hutan jauh lebih efisien daripada membayar biaya kerusakan akibat cuaca ekstrem di masa depan. Dengan kata lain, dana ini bukan sekadar bantuan, tetapi investasi iklim global yang sangat penting.
Pendanaan RBC tidak masuk kas negara secara sembarangan. Dana masuk melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk program-program seperti berikut,
- Perlindungan hutan primer dan area konservasi
- Restorasi gambut dan mangrove
- Pencegahan kebakaran hutan dan lahan
- Penguatan masyarakat adat dan lokal sebagai penjaga hutan
- Implementasi strategi besar FOLU Net Sink 2030
- Peningkatan tata kelola kehutanan dan pemantauan deforestasi
Dana tersebut diarahkan untuk menghasilkan dampak lingkungan dan sosial secara langsung di lapangan.
Kerja sama iklim Indonesia–Norwegia sempat terhenti pada 2021 akibat polemik pembayaran. Namun pada tanggal 12 September 2022, kedua negara menandatangani kemitraan baru yang sepenuhnya fokus pada pendekatan result-based. Sejak itu, pembayaran kembali mengalir hingga menjadi semakin besar.
Dengan perpanjangan kemitraan hingga 2030, Indonesia menjadi salah satu negara prioritas Norwegia dalam skema kehutanan global.

Muhammad Imam Hatami
Editor
