Krisis Tata Group, Konflik Internal Guncang Konglomerat Terbesar India
- Konflik antara Tata Trusts dan SP Group mengguncang Tata Group. Pemerintah India turun tangan untuk menjaga stabilitas konglomerat raksasa ini.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Konflik internal yang mengguncang Tata Group, salah satu konglomerat terbesar dan paling berpengaruh di India, telah menjadi sorotan dalam dunia bisnis global.
Dikutip Economic Times, Selasa, 21 Oktober 2025, perseteruan antara dua pemegang saham utama, Tata Trusts dan Shapoorji Pallonji (SP) Group, tidak hanya mengguncang ruang rapat direksi, tetapi juga memicu intervensi langsung pertama kali dari pemerintah India dalam sejarah panjang Tata Group.
Konflik berawal dari perbedaan mendasar dalam tata kelola dan arah strategis Tata Sons, perusahaan induk dari lebih dari 25 anak usaha besar Tata Group. Tata Trusts, lembaga filantropi yang menguasai sekitar 66% saham Tata Sons, memiliki hak veto terhadap keputusan besar.
Struktur unik ini, yang awalnya dimaksudkan untuk memastikan keseimbangan antara bisnis dan kepentingan sosial. Namun, mekanisme tersebut justru menjadi sumber ketegangan.
Di sisi lain, Shapoorji Pallonji Group, pemegang saham kedua terbesar dengan kepemilikan 18,4%, menuntut agar Tata Sons melakukan penawaran umum perdana (IPO).
Mereka berpendapat bahwa langkah ini merupakan “imperatif moral dan sosial” untuk meningkatkan transparansi dan membuka nilai bagi jutaan pemangku kepentingan tidak langsung. Namun, Tata Trusts menolak keras gagasan tersebut karena berpotensi mengurangi kontrol filantropis atas grup bisnis raksasa ini.
Baca juga : Kejagung Serahkan Uang Sitaan Rp13 T Kasus Korupsi CPO ke Negara
Tantangan Bisnis dan Intervensi Pemerintah
Situasi semakin memanas ketika Menteri Dalam Negeri Amit Shah dan Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman turun tangan secara langsung pada awal Oktober 2025.
Dalam pertemuan dengan pimpinan Tata Sons dan perwakilan SP Group, pemerintah India menyerukan stabilitas korporasi dan menekankan pentingnya menjaga Tata Group sebagai “aset sistemik bagi perekonomian nasional.”
Langkah pemerintah ini mencerminkan kekhawatiran yang mendalam, karena Tata Group menyumbang sekitar 4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) India, dengan nilai aset mencapai lebih dari US$368 miliar. Mengingat skala pengaruhnya, ketegangan internal berpotensi mengguncang pasar keuangan dan rantai pasok industri India.
Selain konflik internal, Tata Sons juga menghadapi tekanan dari Reserve Bank of India (RBI) yang menuntut perusahaan untuk melakukan listing di bursa saham paling lambat September 2025. Tujuannya adalah meningkatkan pengawasan regulasi terhadap perusahaan induk raksasa yang hingga kini masih berstatus tertutup.
Tata Sons menolak dengan alasan struktur kepemilikan yang kompleks, bahkan telah mengajukan permohonan pencabutan status perusahaan keuangan inti untuk menghindari kewajiban tersebut.
Meski demikian, kemampuan grup ini untuk menarik modal tetap terbukti melalui IPO Tata Capital pada Oktober 2025, yang berhasil menghimpun dana US$1,75 miliar, menunjukkan bahwa investor masih memiliki kepercayaan terhadap kekuatan fundamental Tata Group.

Konflik tersebut terjadi di tengah penurunan nilai pasar gabungan Tata Group sebesar US$73 miliar pada 2025. Penurunan kinerja terutama disumbang oleh pelemahan saham Tata Consultancy Services (TCS), raksasa IT yang menyumbang hampir 60% laba grup, serta tekanan di sektor otomotif melalui Tata Motors, yang menghadapi persaingan ketat di pasar kendaraan listrik global.
Di sisi lain, Tata Group tetap menunjukkan ambisi besar untuk memperkuat posisinya di sektor teknologi. Tata Electronics kini menjadi salah satu produsen utama iPhone di India, setelah mengakuisisi fasilitas perakitan Wistron di Karnataka dan mengambil alih sebagian besar saham Pegatron India.
Dengan langkah ini, Tata menjadi pabrikan iPhone pertama asal India, bergabung dengan Foxconn sebagai mitra utama Apple di negara tersebut.
Saat ini, Tata memproduksi sekitar 35% dari total iPhone buatan India, menandai kemajuan signifikan dalam upaya pemerintah India memperkuat rantai pasok teknologi domestik.
Tak hanya itu, Tata juga berkomitmen menggelontorkan US$11 miliar untuk membangun pabrik semikonduktor pertama di India, sebuah langkah besar yang dipandang strategis untuk memperkuat kemandirian teknologi nasional dan menarik investasi global di sektor manufaktur canggih.
Warisan Tata Group
Didirikan pada tahun 1868 oleh visioner Jamsetji Nusserwanji Tata, Tata Group telah menjelma menjadi simbol industrialisasi dan modernisasi India. Sejak awal berdirinya, Jamsetji Tata memiliki pandangan jauh ke depan tentang pentingnya membangun bangsa melalui kekuatan industri, pendidikan, dan inovasi.
Dari pabrik tekstil pertamanya di Nagpur hingga mendirikan perusahaan baja pertama di India, semangat pionir Tata menjadi fondasi bagi kemajuan ekonomi negara tersebut.
Kini, lebih dari satu setengah abad kemudian, Tata Group telah berkembang menjadi konglomerat multinasional dengan lebih dari 100 perusahaan yang beroperasi di lebih dari 100 negara di enam benua.
Portofolionya mencakup berbagai sektor strategis: teknologi (Tata Consultancy Services/TCS) sebagai salah satu perusahaan IT terbesar di dunia.
Kemudian otomotif (Tata Motors dan Jaguar Land Rover) yang menghadirkan inovasi dari mobil rakyat hingga kendaraan mewah. Disektor energi (Tata Power) memimpin transisi ke energi bersih, disektor logam dan bahan dasar (Tata Steel) yang menjadi tulang punggung industri berat India.
Disektor telekomunikasi dan infrastruktur digital (Tata Communications) yang memperkuat konektivitas global, kemudian disektor perhotelan dan pariwisata (Indian Hotels Company/Taj Hotels) yang dikenal akan kemewahan dan keramahtamahannya.
Keunikan Tata Group tidak hanya terletak pada skala bisnisnya, melainkan juga pada falsafah dasarnya yang menyeimbangkan antara keberhasilan ekonomi dan tanggung jawab sosial. Sejak awal, grup ini berkomitmen pada prinsip bahwa kemakmuran perusahaan harus berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat luas.
Melalui Tata Trusts, yang mengendalikan mayoritas saham induk Tata Sons, grup ini menyalurkan miliaran dolar setiap tahun untuk mendukung pendidikan, kesehatan masyarakat, riset ilmiah, pelestarian lingkungan, serta program pengentasan kemiskinan di India dan berbagai negara lain.
Filosofi ini mencerminkan bentuk kapitalisme sosial yang langka di dunia bisnis modern, di mana keuntungan bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana untuk menciptakan dampak sosial yang berkelanjutan.

Chrisna Chanis Cara
Editor
