Jurang Ekonomi Jakarta-Singapura dalam Laporan GFCI 2025
- GFCI 37 menempatkan Singapura di posisi 4 dunia, Jakarta ke-91. Jurang regulasi dan SDM jadi tantangan besar.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Ketika Singapura kembali mencatatkan diri sebagai salah satu pusat keuangan terkuat dunia, posisi Jakarta masih berjuang keras untuk masuk ke jajaran atas.
Berdasarkan laporan Global Financial Centres Index (GFCI) 37 yang dirilis pada tahun 2025, Singapura menempati peringkat ke-4 dunia, sementara Jakarta baru berada di posisi ke-91.
Perbedaan ini mencerminkan bukan hanya jarak angka, melainkan juga jurang dalam strategi pembangunan, kualitas regulasi, hingga kesiapan sumber daya manusia.
Singapura dikenal sebagai negara dengan stabilitas politik tinggi, birokrasi efisien, dan tingkat korupsi yang sangat rendah. Faktor ini menjadikannya magnet bagi investor global. Sejak merdeka, negeri pulau tersebut konsisten membangun citra sebagai negara dengan pemerintahan bersih dan sistem hukum yang terpercaya.
Sebaliknya, Indonesia masih menghadapi tantangan klasik berupa birokrasi yang berbelit, ketidakpastian regulasi, serta isu korupsi. Kondisi ini membuat Jakarta sulit bersaing dalam menciptakan iklim bisnis yang benar-benar ramah investasi.
Baca juga : Tilly Norwood Aktris AI yang Diprediksi Jadi Scarlett Johansson
Kebijakan Ekonomi dan Regulasi
Menurut laman Asean Briefing, Singapura menerapkan kebijakan pro-bisnis dengan regulasi ketat namun jelas, serta sistem perpajakan yang rendah dan transparan. Hal ini membuat perusahaan global merasa aman menempatkan pusat keuangan mereka di sana.
“Kemunculan Singapura sebagai pusat keuangan berakar kuat pada kebijakan pemerintah yang strategis dan warisan sejarah perdagangan dan perniagaan,” tulis laman Asean Briefing dalam laporan berjudul “Peran Singapura sebagai Pusat Keuangan ASEAN”, dikutip Selasa, 30 September 2025.
Indonesia, meski terus melakukan reformasi, masih dianggap tertinggal. Kompleksitas aturan dan tumpang tindih regulasi kerap menjadi hambatan, terutama bagi pelaku usaha asing yang membutuhkan kepastian hukum dan biaya kepatuhan rendah.
Di bidang pendidikan dan inovasi, Singapura menempati posisi unggul. Sistem pendidikannya termasuk terbaik dunia, dengan fokus besar pada STEM (Science, Technology, Engineering, and Math). Sistem tersebut melahirkan tenaga kerja kompeten yang siap bersaing di industri keuangan berbasis teknologi, termasuk fintech dan wealth management.
Indonesia masih berupaya mengejar ketertinggalan. Kualitas pendidikan belum merata, sementara kebutuhan talenta digital terus meningkat. Akibatnya, meski ekonomi digital tumbuh pesat, ketersediaan tenaga kerja ahli keuangan global masih terbatas.
Kesuksesan Singapura bukanlah kebetulan. Tanpa sumber daya alam, negeri ini memilih strategi jangka panjang berbasis perdagangan dan inovasi. Pada tahun 1968, Singapura mendirikan Asian Dollar Market (ADM), yang kemudian menjadi fondasi berkembangnya sektor finansial modern.
Langkah itu berlanjut dengan investasi besar di infrastruktur pelabuhan dan bandara, penguatan sistem hukum, hingga penciptaan ekosistem bisnis yang transparan.
Pemerintahnya juga lincah dalam membaca peluang, seperti masuk ke sektor wealth management dan fintech jauh sebelum banyak negara lain melakukannya.
“Lokasinya yang strategis, dipadukan dengan stabilitas politik dan sektor keuangan yang berkembang dengan baik, telah memposisikan negara-kota ini sebagai tujuan utama bagi inovasi perbankan, manajemen aset, dan teknologi finansial,” tambah laman Asean Briefing.
Baca juga : Putusan MK Soal Tapera Jadi Angin Segar Bagi Pekerja
Peringkat ASEAN dalam GFCI 37
Menurut laporan GFCI 37, posisi Jakarta masih berada di bawah Kuala Lumpur (peringkat 51) dan bahkan Bangkok (peringkat 96). Berikut peringkat pusat keuangan utama di ASEAN:
- Singapura, Peringkat 4
- Kuala Lumpur, Malaysia, Peringkat 51
- Jakarta, Indonesia, Peringkat 91
- Bangkok, Thailand, Peringkat 96
- Ho Chi Minh City, Vietnam, Peringkat 98
- Manila, Filipina, Peringkat 104

Chrisna Chanis Cara
Editor
