Dekati Titik Kritis, Hutan Amazon Bisa Jadi Sabana dalam 100 Tahun Mendatang
- Para peneliti memperingatkan bahwa hutan hujan Amazon dapat menghilang dalam seratus tahun ke depan. Ini akibat gabungan efek perubahan iklim dan penggundulan hutan, dan sebuah model baru memprediksi bagaimana hal itu dapat terjadi.

Amirudin Zuhri
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID- Para peneliti memperingatkan bahwa Amazon mungkin sedang mendekati titik kritis yang dapat mengubah hutan hujan yang rimbun menjadi sabana yang lebih kering dalam waktu satu abad. Pergeseran besar ini dapat dipicu oleh kombinasi perubahan iklim dan penggundulan hutan.
Hutan hujan Amazon adalah hutan hujan tropis terbesar di dunia. Kawasan meliputi lebih dari 6 juta kilometer persegi dan merupakan rumah bagi 10% spesies tumbuhan dan hewan dunia. World Wide Fund (WWF) memperkirakan bahwa Amazon mengandung 99 miliar hingga 154 miliar ton karbon dan menerima rata-rata lebih dari 180 sentimeter curah hujan setiap tahun. Dengan demikian, Amazon merupakan komponen kunci dari siklus air dan karbon global, yang mengatur iklim. Bahkan sedikit saja perlambatan arus utama di Atlantik menimbulkan 'risiko yang sangat besar' bagi hutan hujan
Dalam seabad terakhir, hutan hujan seperti Amazon semakin rentan terhadap tekanan seperti kekeringan dan kebakaran hutan , yang dipicu oleh perubahan iklim terkini dan deforestasi yang meluas. Tinjauan Hutan Global dari World Resources Institute memperkirakan bahwa Amazon Brasil kehilangan 28.000 km persegi hutannya pada tahun 2024 saja.
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa perubahan ini mendorong Amazon menuju "titik kritis" di mana hutan hujan yang rimbun dapat berubah menjadi padang rumput yang lebih kering. Namun, peneliti lain tidak sependapat.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan 1 Agustus di jurnal Geophysical Research Letters , para ilmuwan meninjau kembali masa depan Amazon yang tidak pasti. "Kami cukup yakin bahwa perubahan seperti itu mungkin terjadi," kata Co penulis studi Andrew Friend dikutip Live Science Rabu 13 Agustus 2025. Friend adalah seorang profesor ilmu sistem Bumi di Universitas Cambridge. "Pertanyaannya adalah seberapa besar perubahan iklim dan/atau deforestasi akan menyebabkan sistem ini berubah," ujar Friend.
Dengan menggunakan model komputer, tim menguji bagaimana hutan hujan Amazon akan merespons dampak gabungan perubahan iklim dan deforestasi. Mereka menggunakan apa yang dikenal sebagai "model kolom tunggal", yang dalam kasus ini hanya mensimulasikan satu lokasi rata-rata di dalam cekungan Amazon untuk mewakili seluruh wilayah yang dialiri Sungai Amazon dan anak-anak sungainya.
Jenis model ini menangkap beberapa kompleksitas model iklim global 3D, tetapi tidak memperhitungkan bagaimana kelembaban dan curah hujan dapat berubah di berbagai wilayah cekungan.
Tiga Titik Kritis
Berdasarkan hasil model tersebut, para peneliti mengidentifikasi tiga titik kritis dalam sistem Amazon. Tiga titik itu adalah penurunan tutupan hutan sebesar 65%, penurunan kelembapan dari Samudra Atlantik sebesar 10%, atau penurunan curah hujan sebesar 6%. Di luar ambang batas ini, perubahan kecil pada iklim atau tutupan hutan di wilayah tersebut dapat mendorong hutan melewati batas, mengubah ekosistemnya menjadi padang rumput.
Inti dari pergeseran ini adalah siklus umpan balik antara lahan, vegetasi, dan kelembapan di atmosfer. Pohon menyerap air dari tanah melalui akarnya dan melepaskan uap air ke atmosfer melalui daunnya, melalui penguapan dan transpirasi. Uap air tersebut mengembun di atmosfer dan membentuk hujan. Air hujan meresap ke dalam tanah, sehingga pohon dapat mengaksesnya. Dan siklus ini pun terus berlanjut.
Friend menjelaskan bahwa dengan lebih sedikit pohon, evapotranspirasi dan curah hujan pun berkurang, yang mengeringkan hutan dan akhirnya mengubahnya menjadi sabana. "Perubahan ini bisa disebabkan oleh deforestasi, tetapi perubahan iklim juga bisa menjadi penyebabnya, yang mengubah jumlah total air yang masuk ke cekungan dari Samudra Atlantik," ujarnya.
Tim tersebut mengakui bahwa salah satu keterbatasan model mereka adalah ketidakmampuannya untuk mengatasi perbedaan spasial di seluruh cekungan karena model tersebut hanya berfokus pada satu titik.
Chris Boulton , ilmuwan iklim di Universitas Exeter yang memimpin studi titik kritis sebelumnya sependapat. Boulton mengatakan bahwa sangat penting untuk mempertimbangkan lokasi terjadinya deforestasi. "Deforestasi di area yang dekat dengan Samudra Atlantik dapat mencegah evapotranspirasi di dekat tepi hutan, dan lebih sedikit air yang mengalir ke bagian yang lebih dalam," ujarnya.
Jadi, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya? Para penulis mengatakan bahwa tindakan mendesak diperlukan. Mereka mengindikasikan bahwa bahkan pada skenario perubahan iklim terendah yang diprediksi , deforestasi yang berkelanjutan dapat menghancurkan hutan hujan Amazon dalam 100 tahun ke depan.
"Perubahan iklim dan deforestasi harus dikurangi selama 10-20 tahun ke depan jika kita ingin yakin bahwa sistem ini akan tetap utuh," kata Friend. "Pemahaman kita masih jauh dari lengkap, dan kita mungkin salah tentang bagaimana sistem akan merespons ancaman-ancaman ini, tetapi tidaklah bijaksana untuk bergantung pada kemungkinan ini."

Amirudin Zuhri
Editor
