JAKARTA – Di tengah ketegangan geopolitik dan upaya banyak negara untuk mendiversifikasi sumber pasokan, China tetap berdiri sebagai tulang punggung rantai pasok dunia.&nbsp;Bahkan CEO Perusahaan asal Jerman, ebm-papst China, Thomas Nürnberger, &nbsp;menyebut Negeri Tirai Bambu sebagai pemimpin tak tergantikan dalam ekosistem logistik dan produksi global hingga dekade mendatang.&nbsp;Berdasarkan laporan United Nations Industrial Development Organization dalam laporan tahunan "International Yearbook of Industrial Statistics", China masih memegang sekitar 30% - 40% kontribusi terhadap output industri global, menjadikannya negara dengan kapasitas produksi terbesar di dunia.&nbsp;Dari otomotif, elektronik, hingga tekstil, ekspor China terus menunjukkan pertumbuhan signifikan, bahkan ketika banyak negara berupaya memindahkan sebagian operasional ke Asia Tenggara atau India.&nbsp;Pada tahun 2023, China secara resmi menyalip Jepang dan Jerman sebagai eksportir otomotif terbesar dunia, padahal lima tahun sebelumnya masih menjadi net importer di sektor tersebut. Keunggulan rantai pasok China bukan hanya terletak pada kuantitas, tetapi keterpaduan ekosistemnya.&nbsp;Relokasi sebagian industri ke Vietnam atau Bangladesh belum bisa menandingi efisiensi logistik, kedekatan pemasok, dan dukungan infrastruktur yang sudah mapan di China. Saat ini, sekitar 80% input manufaktur global masih bergantung pada pemasok China, menurut berbagai laporan industri.<h3>Inovasi Digital dan Transformasi Rantai Pasok</h3>China juga memimpin dalam transformasi digital rantai pasok. Perusahaan seperti JD Logistics mengoperasikan gudang pintar dengan AI dan otomasi penuh yang mampu memproses lebih dari 100.000 pesanan per hari.&nbsp;Pemerintah China menerapkan platform berbasis blockchain dalam proses bea cukai yang terbukti mengurangi penipuan dan mempercepat proses administrasi lintas negara. Studi dari periode 2012–2022 menunjukkan bahwa digitalisasi ini berdampak langsung pada peningkatan efisiensi, tata kelola, bahkan praktik keberlanjutan di sektor logistik.&nbsp;Melalui kombinasi AI, IoT, dan Big Data, perusahaan-perusahaan di China mampu mengoptimalkan rantai pasok secara real-time, mulai dari prediksi permintaan hingga distribusi last-mile.<ul><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/diskon-tarif-tol-digencarkan-jurus-ampuh-dongkrak-ekonomi">Diskon Tarif Tol Digencarkan, Jurus Ampuh Dongkrak Ekonomi?</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/minim-apresiasi-ini-fenomena-quiet-quitting-ala-jepang">Minim Apresiasi, Ini Fenomena Quiet Quitting Ala Jepang</a></li><li><a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/akhirnya-bangkit-harga-emas-antam-hari-ini-menguat-rp-16-000">Akhirnya Bangkit! Harga Emas Antam Hari ini Menguat Rp16.000</a></li></ul><h3>Kepemimpinan dalam Energi Bersih dan Keberlanjutan</h3>Di sektor energi bersih, China mendominasi rantai pasok global. Negara ini mengontrol 95% pasokan panel surya (PV) global, 70% pemrosesan bahan baku baterai kendaraan listrik (EV), serta produksi dari 29 jenis mineral kritikal yang menjadi tulang punggung industri energi baru.&nbsp;Pelabuhan seperti Tianjin bahkan sudah mengoperasikan logistik berbasis energi terbarukan, sementara armada pengiriman listrik mengurangi emisi karbon secara signifikan.&nbsp;Dalam menghadapi tekanan geopolitik seperti kenaikan tarif AS dan pembatasan ekspor, China menerapkan strategi “local for local”, memindahkan sebagian produksi ke wilayah lebih dekat pasar target, seperti Asia dan Afrika, sambil mempertahankan kendali atas komponen inti dan teknologi.Perusahaan multinasional seperti ebm-papst bahkan memperluas operasional di China karena infrastruktur dan kapasitas produksi yang jauh lebih unggul dibanding negara alternatif. Meski beberapa sektor padat karya seperti garmen mulai berpindah ke Vietnam dan Bangladesh karena biaya tenaga kerja, ketergantungan terhadap komponen dan teknologi dari China tetap tinggi dan sulit digantikan dalam jangka pendek.Seperti ditekankan oleh Thomas Nürnberger, CEO ebm-papst China, keunggulan rantai pasok China terletak pada integrasi antara kapasitas produksi masif, adopsi inovasi digital mutakhir, dan komitmen terhadap keberlanjutan.&nbsp;Meskipun ada tantangan biaya tenaga kerja dan risiko politik, posisi China sebagai pusat logistik dunia masih belum tergoyahkan. Bagi banyak perusahaan global, pasar China bukan sekadar pilihan, tapi keharusan strategis.

kontainer china.jpg

China masih memegang sekitar 30% - 40% kontribusi terhadap output industri global, menjadikannya negara dengan kapasitas produksi terbesar di dunia. 

Alasan China Tak Tergantikan dalam Rantai Pasok Dunia

Tren Global