Ada Nepo Baby di Balik Demo Besar Gen Z di Nepal
- Kemiskinan yang meluas dan tingginya pengangguran kaum muda, sekitar 19,2% di antara mereka yang berusia 15–29 tahun, telah memaksa banyak anak muda Nepal mengambil pekerjaan berisiko. Di sisi lain, anak para pejabat justru berleha-leha.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID—Sedikitnya 19 orang tewas dalam aksi demonstrasi yang dipimpin Generasi Z di Nepal, Selasa, 9 September 2025. Mereka bentrok dengan aparat keamanan setelah beberapa platform media sosial utama diblokir pekan lalu.
Selama kerusuhan tersebut, tagar seperti '#NepoBaby' dan '#NepoKids' menjadi trending di beberapa platform. Pemerintah kini telah mencabut pemblokiran medsos tersebut. Sebagian besar peserta aksi adalah para pelajar, banyak yang mengenakan seragam sekolah atau perguruan tinggi mereka. Mereka menggambarkan protes ini sebagai "demonstrasi oleh Gen Z".
Nepal kini telah mencabut larangan media sosial setelah protes besar-besaran terjadi. Dalam hari-hari menjelang protes, Senin, 8 September 2025, tagar seperti #PoliticiansNepoBabyNepal, #NepoKids, dan #NepoBaby menjadi trending di beberapa platform media sosial.
Kerumunan memenuhi jalanan dekat gedung parlemen negara tersebut, di mana puluhan ribu orang berkumpul dengan rasa marah kepada pihak berwenang. Para demonstran membawa spanduk dengan slogan seperti "Tutup korupsi, bukan media sosial", "Buka blokir media sosial", dan "Pemuda melawan korupsi" saat mereka berbaris melewati Kathmandu.
Video-video dengan tagar seperti #NepoKid, #NepoBabies dan #PoliticiansNepoBabyNepal membanjiri media sosial. Tagar itu merujuk sejumlah anak politikus di Nepal yang berhasil lebih karena privilese daripada kerja keras.
Sebagai informasi, nepo kid berasal dari kata nepotisme. “Anak-anak pemimpin pulang dari luar negeri dengan tas Gucci, anak-anak rakyat dalam peti mati," bunyi salah satu spanduk yang dibawa seorang demonstran, dikutip dari India Today, Selasa.
Kondisi Sosial-Ekonomi yang Memicu Protes
Kemiskinan yang meluas dan tingginya pengangguran kaum muda, sekitar 19,2% di antara mereka yang berusia 15–29 tahun, telah memaksa banyak anak muda Nepal mengambil pekerjaan berisiko. Hal itu termasuk bertempur sebagai tentara bayaran dalam konflik Ukraina-Rusia.
Kampanye 'NepoKid' dan 'NepoBaby', yang dipengaruhi oleh perdebatan serupa di seluruh dunia, menjadi trending di TikTok dan Reddit selama akhir pekan dan menyentuh hati para pemuda Nepal.

Dengan latar belakang perjuangan ekonomi dan korupsi, banyak orang Nepal di dalam maupun luar negeri membandingkan gaya hidup mewah anak-anak politisi dengan kesulitan sehari-hari yang dihadapi rakyat biasa.
"Anak-anak elit politik tahu persis dari mana uang dan kemewahan orang tua mereka berasal, pembayar pajak seperti kamu dan aku. Sementara kita berjuang, mereka hidup dalam privilese penuh. Mulailah mengarsipkan konten mereka untuk meminta pertanggungjawaban dan mencegah mereka menghapus bukti," tulis seorang pengguna di forum Reddit Nepal.
Mereka yang menjadi sasaran termasuk keluarga Perdana Menteri Oli, mantan perdana menteri Sher Bahadur Deuba dan Pushpa Kamal Dahal 'Prachanda'. Para demonstran juga menuduh anak-anak politik nepotis menikmati keuntungan dari kekayaan korupsi, mengaitkannya dengan kemarahan anti-korupsi yang lebih luas yang mendorong gerakan tersebut.
Pencabutan Larangan Media Sosial
Beberapa platform terbesar, termasuk Facebook, X dan YouTube, diblokir pekan lalu, memicu protes besar di Kathmandu pada hari Senin. Langkah tersebut menuai kritik keras. Para penentang menyebutnya sebagai alat sensor dan cara untuk membungkam kritikus pemerintah.
Polisi di ibu kota menembaki para demonstran yang melakukan unjuk rasa menentang upaya pemerintah untuk mengatur media sosial. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak mengundurkan diri pada hari Senin selama rapat Kabinet darurat yang dipimpin Perdana Menteri Khadga Prasad Oli.
Kerusuhan terjadi ketika pemerintah mendorong RUU baru untuk memastikan platform media sosial "dikelola dengan baik, bertanggung jawab dan akuntabel." Aturan registrasi berlaku untuk hampir dua lusin jaringan yang umum digunakan di Nepal.
Baca Juga: 11 Demonstrasi Terbesar di Dunia, Aksi 98 Masuk Daftar
RUU tersebut juga mengharuskan perusahaan mendirikan kantor cabang atau menunjuk perwakilan lokal. Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan ini adalah upaya untuk membatasi kebebasan berbicara dan membatasi hak-hak dasar.
Menyusul deretan protes, pemerintah telah mencabut larangan tersebut. "Kami telah menarik penutupan media sosial. Mereka sudah berfungsi sekarang," kata juru bicara Kabinet dan Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi Prithvi Subba Gurung kepada Reuters.

Chrisna Chanis Cara
Editor
