Tolak Potongan Turun, Ogah Status Buruh: Ojol URC Demo Tuntut Perppu
- Salah satu tuntutan yang diangkat URC adalah menolak usulan penurunan potongan komisi dari aplikator dari 20% menjadi 10%. Meskipun terdengar menguntungkan, URC menilai wacana tersebut berpotensi merugikan ekosistem ojol secara keseluruhan.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA - Ratusan pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC Bergerak) menggelar aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Kamis, 17 Juli 2025.
Mereka membawa tiga tuntutan utama: menolak status sebagai buruh, menolak pemotongan 10% dari penghasilan, dan mendesak Presiden Prabowo Subianto segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang ojek online.
Aksi ini dimulai sejak pukul 13.00 WIB di Lapangan Banteng, lalu dilanjutkan longmarch ke Patung Kuda. Ratusan pengemudi ikut serta dalam aksi ini yang berlangsung tertib dan dikawal aparat keamanan.
- Gen Z Wajib Tahu: Peluang dan Tantangan Kerja Muncul Usai Tarif AS Dipangkas
- Tanpa Perusahaan Belanda Ini, Seluruh Teknologi Dunia Mustahil Dibuat
- The Meatguy Steakhouse Jakarta Tembus Daftar 101 Restoran Steak Terbaik Dunia
Tolak Jadi Buruh: “Kami Mitra, Bukan Karyawan!”
Salah satu tuntutan paling tegas dalam demonstrasi kali ini adalah penolakan terhadap wacana perubahan status ojol menjadi buruh atau pekerja tetap.
Menurut Achsanul Solihin, Jenderal Lapangan URC Bergerak, status buruh justru akan menyulitkan banyak pengemudi karena perusahaan kemungkinan akan melakukan efisiensi tenaga kerja.
“Kalau sistem ini diterapkan, perusahaan pasti akan ambil langkah efisiensi, dan itu bisa berdampak pada pengurangan jumlah driver,” kata Achsanul saat berorasi di depan massa aksi. Ia juga menyoroti potensi diskriminasi terhadap pengemudi berusia lanjut.
“Teman-teman kita yang usianya 40 tahun ke atas—yang selama ini mengandalkan ojol untuk hidup—bisa terancam kehilangan pekerjaan jika status buruh diberlakukan,” ujarnya. Hal serupa disampaikan oleh Juwi, perwakilan URC Bogor, yang turut hadir dalam aksi.
“Kalau jadi pekerja, pasti akan ada batasan usia, ada batasan ijazah. Banyak kawan-kawan kita yang tidak masuk kriteria. Itu realitasnya di lapangan,” ujarnya saat sesi tanya-jawab dengan TrenAsia, Kamis, 17 Juli 2025.
Baca Juga: Tarif Ojol Naik? Saatnya Pemerintah Serius Benahi Angkutan Umum
Tolak Potongan 10%: “Potongan 20% Justru Banyak Manfaatnya”
Tuntutan kedua yang diangkat URC adalah menolak usulan penurunan potongan komisi dari aplikator dari 20% menjadi 10%. Meskipun terdengar menguntungkan, URC menilai wacana tersebut berpotensi merugikan ekosistem ojol secara keseluruhan.
Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022, potongan maksimal yang diperbolehkan adalah 15% dari biaya layanan, ditambah 5% sebagai biaya penunjang kesejahteraan mitra pengemudi.
Potongan ini digunakan untuk mendanai:
- Asuransi keselamatan tambahan
- Pelatihan mitra
- Bantuan BBM dan pulsa
- Fasilitas kesehatan dan pusat informasi
“Potongan 20% ini justru yang menopang berbagai benefit ke kita. Kalau dikurangi jadi 10%, promo ke konsumen bisa hilang, fasilitas juga bisa terpangkas,” kata Juwi, menegaskan posisi URC.
URC juga mendesak transparansi penggunaan tambahan potongan 5% dari aplikator, agar pengemudi mengetahui secara pasti kemana aliran dana tersebut digunakan.
Desak Perppu Ojol: “Tanpa Payung Hukum, Aspirasi Kami Gantung”
Tuntutan ketiga adalah desakan agar Presiden Prabowo Subianto segera menerbitkan Perppu Ojek Online. Menurut URC, saat ini belum ada regulasi tunggal yang mengatur status pengemudi ojol secara komprehensif. Akibatnya, terjadi tumpang tindih antara kementerian seperti Kemenhub, Kemenaker, dan Kominfo.
“Harapannya, dengan adanya Perppu, ojol bisa punya tempat mengadu dan direspon secara resmi. Kalau sekarang, percuma. Mau bagaimana pun, tanpa payung hukum, tidak akan direspon,” tegas Juwi.
URC mengaku bingung ketika menyampaikan aspirasi ke DPR, karena tidak ada kejelasan lembaga mana yang bertanggung jawab menangani isu ketenagakerjaan ojol.
Beda Jalan dengan Garda: Satu Isu, Dua Pendekatan
Menariknya, meskipun memperjuangkan isu serupa, URC menyatakan tidak satu suara dengan organisasi lain seperti Gabungan Aksi Roda Dua (Garda). Garda, yang juga mewakili pengemudi ojol, justru mengusulkan pemotongan komisi aplikasi menjadi hanya 10%—kebalikan dari sikap URC.
“Kalau Garda itu menuntut potongan 10%. Kami menolak 10% karena takutnya malah promo berkurang. Kami punya sudut pandang sendiri,” ujar Juwi.
Garda dijadwalkan menggelar aksi lanjutan pada Senin, 21 Juli 2025, dengan estimasi massa hingga 5.000 pengemudi. Aksi tersebut akan digelar di depan Istana Presiden, membawa lima tuntutan besar termasuk:
- Biaya sewa aplikasi 10%
- Perppu Transportasi Online
- Regulasi tarif pengantaran makanan/barang
- Audit aplikator
- Penghapusan sistem promo/member/slot yang dinilai menyulitkan mitra
Menuju FGD: Dialog dengan Pemerintah dan Aplikator
Untuk meredakan tensi di lapangan, Kementerian Perhubungan disebut telah menjadwalkan Focus Group Discussion (FGD) antara URC, aplikator, dan perwakilan dari Garda. FGD ini direncanakan berlangsung pada Selasa mendatang dan diharapkan bisa menghasilkan rumusan bersama.
“Mudah-mudahan argumen-argumen dari semua pihak bisa bertemu dan tidak ada lagi perpecahan,” ujar Juwi.
- Scarlett Johansson Jadi Artis Terlaris dalam Sejarah, Ini Deretan Film Box Office-nya
- Dari Pencuci Piring Jadi Miliarder: Kisah tentang Muslim yang Jadi Orang Terkaya di AS
- Menguat, IHSG Hari Ini Ada di Level 7.037,30
Tuntutan Realistis atau Ketegangan Berkepanjangan?
Aksi URC menandakan bahwa ekosistem ekonomi digital Indonesia masih menyisakan banyak persoalan struktural. Status hukum pengemudi, skema bagi hasil, hingga kewenangan regulasi antarkementerian menjadi sumber ketegangan yang tak kunjung selesai.
Jika tak ditangani dengan pendekatan dialogis dan berbasis bukti, bukan tak mungkin ketegangan ini akan makin dalam—dan aksi-aksi jalanan seperti ini akan terus bergulir, seiring meningkatnya tekanan ekonomi di sektor informal.

Idham Nur Indrajaya
Editor
