Sejarah Superbank, Transformasi dari Bank Konvensional 1993 Hingga IPO
- Kisah lengkap perjalanan Superbank, akuisisi Emtek, masuknya Grab, Singtel, KakaoBank, rebranding, hingga melantai di BEI sebagai SUPA.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Perjalanan PT Super Bank Indonesia Tbk, atau yang lebih dikenal sebagai Superbank, merupakan salah satu contoh paling menarik dari transformasi bank konvensional ke bank digital di Indonesia.
Lembaga keuangan yang kini dikenal sebagai pionir digital banking ini ternyata memiliki akar sejarah yang jauh lebih panjang, dimulai dari awal 1990-an ketika industri perbankan Indonesia masih sangat tradisional.
Transformasi besar Superbank bukanlah proses instan. Ia lahir dari rangkaian akuisisi, modernisasi teknologi, dan konsolidasi investasi yang memperkuat posisinya sebagai bank digital yang menyasar segmen masyarakat yang belum terlayani secara optimal oleh perbankan konvensional.
1993: Awal Perjalanan sebagai PT Bank Fama International
Superbank memulai langkahnya pada 1993 dengan nama PT Bank Fama International, sebuah bank konvensional berbasis di Bandung. Di masa itu, Bank Fama beroperasi sebagai bank umum yang melayani nasabah ritel dan komunitas lokal. Kiprahnya bertahan selama puluhan tahun tanpa perubahan signifikan, hingga akhirnya perubahan besar dimulai pada 2021.
Bank Fama International didirikan di Bandung pada 5 Maret 1993. Izin usaha sebagai Bank Umum diperoleh pada 11 Oktober 1993, dan operasinya dimulai pada November 1993.
2001 : Perkembangan cabang
Awalnya kantor pusat di Bandung (Jl. Cihampelas 40), dan beberapa tahun kemudian mulai buka cabang, termasuk cabang pertama di Jakarta (sekitar 1996) serta cabang pembantu di Bandung dan Tangerang.
Pada 2001, kantor pusat dipindah dalam Bandung (ke Jl. Asia Afrika 115), sebagai bagian dari upaya ekspansi.
Baca juga : Kisah Turnaround Superbank: Dari Rugi Ratusan Miliar Menjadi Laba Jelang IPO
2010-an : Status bank umum konvensional
Selama puluhan tahun, Bank Fama beroperasi sebagai bank umum konvensional, melayani nasabah ritel dan komunitas lokal, tanpa transformasi besar dalam hal digital banking.
2021 : Emtek Group Akuisisi
Perubahan besar terjadi pada akhir 2021, ketika Emtek Group, salah satu konglomerasi teknologi dan media terbesar Indonesiamengakuisisi Bank Fama International. Langkah ini menandai dimulainya transformasi digital menyeluruh, bukan hanya perubahan manajemen, tetapi juga mengarah pada reposisi total sebagai bank digital modern.
2022: Grab dan Singtel Bergabung
Awal 2022 menjadi momentum penting. Dua pemain besar Asia, Grab dan Singtel, resmi bergabung sebagai investor strategis. Kehadiran keduanya menghadirkan dukungan ekosistem digital yang luas, mulai dari layanan transportasi, pembayaran, hingga gaya hidup. Ini memberi fondasi kuat bagi transformasi Bank Fama menjadi bank digital dengan teknologi dan standar regional.
Baca juga : Dedicated Server Dorong Infrastruktur Data Center Aman untuk Pemerintah dan Sektor Publik
2023: Rebranding Menjadi Superbank
Pada awal 2023, proses rebranding dilakukan. Bank Fama resmi berganti nama menjadi Superbank. Identitas baru ini bukan sekadar perubahan nama, tetapi simbol lahirnya model bisnis baru yang sepenuhnya berfokus pada layanan perbankan digital.
Pada tahun yang sama, kantor pusat dipindahkan dari Bandung ke Jakarta, pusat aktivitas teknologi dan keuangan Indonesia. Perpindahan ini strategis untuk mempermudah pengembangan talenta digital serta kolaborasi dengan perusahaan teknologi besar.
2023 : KakaoBank Masuk
Masih di tahun 2023, Superbank mendapatkan amunisi tambahan ketika KakaoBank, bank digital asal Korea Selatan yang dikenal sebagai salah satu digital bank tersukses di Asia, bergabung ke dalam konsorsium. Masuknya KakaoBank memperkuat kapabilitas Superbank dalam pengembangan teknologi finansial, antarmuka pengguna, dan analisis data.
2024: Peluncuran Aplikasi
Pada Juni 2024, Superbank meluncurkan aplikasi digitalnya untuk publik, lengkap dengan integrasi ke dalam dua ekosistem besar: Grab dan OVO. Sinergi ini memungkinkan pengguna membuka rekening, menabung, atau mengakses kredit langsung melalui aplikasi sehari-hari yang mereka gunakan.
Fitur-fitur seperti Saku (rekening tabungan multi-tujuan), Celengan (tabungan otomatis), dan Pinjaman Atur Sendiri menjadikan Superbank cepat diterima masyarakat.
2025: IPO
Akhir 2025 menjadi puncak transformasi ketika Superbank resmi melantai di Bursa Efek Indonesia melalui Initial Public Offering (IPO). Dengan kode saham SUPA, Superbank memasuki fase baru sebagai perusahaan publik.
Dana yang diperoleh dari IPO difokuskan pada dua hal, 70% untuk modal kerja penyaluran kredit, 30% untuk pengembangan produk, keamanan sistem, dan infrastruktur digital
Dengan lebih dari 4 juta nasabah per Juni 2025 dan kredit tersalurkan mencapai Rp 8,4 triliun, langkah IPO memperluas kapasitas perusahaan untuk menjangkau segmen ritel dan UMKM secara lebih agresif.
Struktur Kepemilikan
Superbank kini didukung oleh konsorsium pemodal teknologi dan finansial berkelas internasional:
- Emtek Group – 31.11%
- Kudo Teknologi Indonesia – 19.16%
- GXS Bank (Grab-Singtel) – 12%
- A5-DB Holdings Pte. Ltd. – 11.52%
- KakaoBank Corp. – 9.95%
- Singtel Alpha Investment – 8.46%
Kombinasi ekosistem teknologi, media, telekomunikasi, dan layanan keuangan ini menjadikan Superbank sebagai salah satu digital bank dengan dukungan investor terkuat di Asia Tenggara.

Amirudin Zuhri
Editor
