Sejarah Panjang Pertamina dan Sederet Kontroversi Awal Pendiriannya
- Pertamina lahir dari semangat nasionalisasi pascakemerdekaan Indonesia. Dari Permina hingga PT Pertamina (Persero), perjalanan panjang BUMN ini diwarnai kejayaan, krisis, dan kontroversi tata kelola.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pertamina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar dan paling strategis di Indonesia. Namun di balik perannya yang vital dalam mengelola energi nasional, perjalanan panjang Pertamina diwarnai oleh sejarah penuh dinamika, mulai dari semangat nasionalisasi, masa kejayaan, hingga krisis besar yang mengguncang keuangannya.
Dilansir TrenAsia dari berbagai sumber, Cikal bakal Pertamina berawal dari semangat bangsa Indonesia untuk menguasai dan mengelola sumber daya minyak dan gas bumi setelah kemerdekaan. Pada masa kolonial, industri minyak Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing, terutama Royal Dutch/Shell yang telah beroperasi sejak era Hindia Belanda.
Setelah Proklamasi 1945, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Prinsip inilah yang menjadi dasar lahirnya perusahaan minyak nasional.
Tahun 1957, pemerintah melakukan nasionalisasi aset Shell dan mendirikan Permina, dipimpin oleh Letnan Jenderal Ibnu Sutowo, sebagai perusahaan minyak negara pertama. Beberapa tahun kemudian, pada 1961, lahir Pertamin sebagai perusahaan minyak negara lainnya.
Untuk memperkuat koordinasi, pada Agustus 1968, pemerintah menggabungkan kedua entitas tersebut menjadi Perusahaan Negara (PN) Pertamina. Penggabungan ini menjadi tonggak sejarah awal terbentuknya perusahaan minyak dan gas nasional yang terintegrasi.
Baca juga : Kekayaan Elon Musk Capai Rp8.150 Triliun, Setara 2,25 Kali APBN Indonesia
Masa Awal dan Ujian Besar (1968–1970-an)
Di bawah kepemimpinan Ibnu Sutowo, Pertamina berkembang pesat. Tidak hanya berfokus pada sektor minyak dan gas, perusahaan ini juga merambah ke berbagai sektor lain seperti pelayaran tanker, penerbangan (Pelita Air Service), semen, pupuk, hingga real estate.
Pertamina bahkan membangun Gedung Bina Graha di Jakarta yang kemudian digunakan sebagai kantor Presiden. Kala itu, Pertamina dianggap simbol kemajuan dan kemandirian bangsa.
Namun di balik kemegahan tersebut, ekspansi yang agresif dan minim pengawasan keuangan membawa perusahaan ke jurang krisis. Pada 1975, terungkap bahwa Pertamina memiliki utang luar negeri lebih dari US$10 miliar, atau sekitar 30% dari Produk Nasional Bruto (PNB) Indonesia kala itu.
Krisis ini menjadi salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia modern. Pemerintah akhirnya turun tangan melakukan bail-out besar-besaran untuk menyelamatkan Pertamina dan mencegah krisis ekonomi nasional. Ibnu Sutowo kemudian diberhentikan dari jabatannya.
Krisis 1975 menjadi titik balik penting dalam sejarah Pertamina. Sejak saat itu, pemerintah mulai menata ulang struktur dan tata kelola perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, status Pertamina diubah dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) pada tahun 2003, dengan nama resmi PT Pertamina (Persero).
Transformasi ini menggeser peran Pertamina dari sekadar lembaga negara menjadi entitas bisnis komersial yang harus bersaing di pasar bebas.
Memasuki abad ke-21, Pertamina mulai berbenah diri dengan meningkatkan transparansi, efisiensi, dan tata kelola perusahaan (good corporate governance). Meski begitu, sejumlah kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang masih kerap mencuat hingga era 2020-an, menandakan bahwa reformasi tata kelola belum sepenuhnya tuntas.
Baca juga : CBRE Bikin Heboh Bursa, Cuan Triliunan Mengalir ke Para Sultan
Pertamina mewarisi infrastruktur dan sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung industri energi Indonesia. Sejak awal berdirinya, Permina mendirikan Sekolah Kader Teknik di Pangkalan Brandan dan Akademi Minyak di Bandung (1962) untuk mencetak tenaga ahli migas nasional.
Namun di sisi lain, pola patronase dan tata kelola yang lemah sejak era 1970-an menjadi “hantu” yang terus menghantui perusahaan ini. Sejumlah skandal, mulai dari kasus pengadaan kapal hingga dugaan penyimpangan proyek kilang, menjadi bukti bahwa Pertamina masih menghadapi tantangan besar dalam membangun budaya korporasi yang bersih dan profesional.
Sejarah panjang Pertamina mencerminkan dua sisi perjuangan bangsa Indonesia, di satu sisi, semangat untuk meraih kedaulatan energi nasional, dan di sisi lain, tantangan besar dalam membangun tata kelola yang profesional, bebas korupsi, dan berdaya saing global.

Amirudin Zuhri
Editor
