Tren Ekbis

Menyimak Laju Deforestasi Hutan Indonesia untuk Industri 2002-2025

  • Deforestasi Indonesia kembali melonjak 2022–2024, mencapai 175 ribu hektare pada 2024. Data Kemenhut dan Global Forest Watch ungkap lebih dari 60 juta hektare hutan telah hilang, memperparah banjir dan krisis ekologis.
batang-toru-staudamm-2023.png
Pembukaan hutan oleh korporasi di Ekosistem Batang Toru, Sumatra Utara. (Selamatkan Hutan Hujan)

JAKARTA TRENASIA.ID - Penggundulan hutan di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah bencana banjir bandang di Sumatra pada November 2025 mengungkap rapuhnya ekosistem hulu. 

Data milik Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa kondisi hutan nasional berada dalam situasi darurat, dengan tren deforestasi yang kembali meningkat dan upaya pemulihan yang belum sebanding dengan kerusakan.

Kementerian Kehutanan mencatat ada 12,7 juta hektare lahan kritis di kawasan hutan pada 2025. Namun, sejumlah pakar menilai kondisi sebenarnya jauh lebih buruk.

 Dari total hutan asli Indonesia yang dulunya mencapai 143 juta hektare, kini diperkirakan lebih dari 60 juta hektare telah gundul atau berubah menjadi tanah kosong.

Temuan Global Forest Watch menunjukkan bahwa dalam periode 2002–2024, Indonesia kehilangan 10,7 juta hektare hutan primer, salah satu jenis hutan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.

Baca juga : 8 Fandom K-POP yang Menggalang Dana untuk Bantuan Bencana Sumatra

Tren Deforestasi Naik dalam Tiga Tahun Terakhir

Alih-alih menurun, deforestasi Indonesia justru meningkat selama 2022–2024. Data resmi menunjukkan:

  • 2022: 104.032 hektare
  • 2023: 121.100 hektare
  • 2024: 175.400 hektare

Dengan angka tersebut, Indonesia tercatat sebagai negara dengan deforestasi terparah peringkat kedua di dunia (World Population Review), meski masih berada di peringkat kedelapan negara dengan area hutan terluas menurut FAO.

Walhi bahkan memperkirakan deforestasi pada 2025 dapat melonjak hingga 500.000–600.000 hektare jika tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan pengelolaan hutan.

Banjir bandang yang melanda Aceh, Sumut, dan Sumbar pada November 2025 memperlihatkan dampak langsung kerusakan hutan. Pakar lingkungan dari UGM menyebut hutan di hulu DAS yang telah gundul kehilangan kemampuan menyerap dan menahan air, sehingga air hujan meluncur bebas dan menciptakan banjir besar.

Baca juga : Raih Miliaran Hanya Dalam 3 Jam, Influencer Bantu Pemulihan Banjir Sumatra

Fragmentasi hutan akibat perluasan kebun sawit dan konversi lahan turut memperparah kondisi hidrologis wilayah tersebut. Penyebab utama penggundulan hutan di indonesia umumnya terjadi karena hal-hal berikut, diantaranya

1. Alih Fungsi Lahan

Konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit, tambang, dan proyek infrastruktur menjadi pendorong utama deforestasi.

2. Lemahnya Penegakan Hukum

Pengawasan yang longgar membuat praktik illegal logging, pembukaan lahan ilegal, dan korporasi nakal semakin leluasa.

3. Kebakaran Hutan dan Lahan

Karhutla masih terjadi setiap tahun, dengan sebagian besar disebabkan oleh pembukaan lahan menggunakan api.

Pemerintah mengklaim telah menjalankan berbagai program pemulihan atau rehabilitasi meliputi,

  • Rehabilitasi 217.900 hektare lahan pada tahun 2024
  • 2 juta hektare total rehabilitasi dalam 2015–2024
  • Kerja sama pendanaan internasional melalui REDD+
  • Target besar FOLU Net Sink 2030

Namun kebutuhan pemulihan jauh lebih besar. Seorang ahli menghitung bahwa untuk mereboisasi 60 juta hektare kawasan gundul diperlukan biaya sekitar Rp 9.000 triliun dan waktu hingga 200 tahun.

Tanpa perubahan kebijakan yang lebih tegas dan penegakan hukum yang konsisten, hutan Indonesia dikhawatirkan hanya tinggal nama, sementara generasi mendatang menanggung dampaknya.