Duduk Perkara DJP Bongkar TPPU Pajak Lintas Negara Rp58 M
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp58,2 miliar. Begini modus operandinya.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID—Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp58,2 miliar yang dilakukan TB, terpidana kasus penggelapan pajak.
Dalam keterangan resmi yang dikutip Senin, 3 November 2025, DJP Jakarta Pusat menjelaskan TB menggunakan sejumlah skema rumit untuk menyembunyikan sumber dana hasil kejahatan perpajakan.
Modus operandi yang digunakan mencakup penempatan uang tunai ke dalam sistem perbankan, konversi ke valuta asing, transfer dana ke luar negeri, hingga pembelian berbagai aset bernilai tinggi.
"Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp58,2 miliar telah diblokir dan disita. Aset tersebut meliputi uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah," ujar DJP.
DJP tidak berhenti pada penyitaan aset domestik. Otoritas pajak juga melacak aliran dana yang mengalir ke luar negeri dan kini bekerja sama dengan Pemerintah Singapura melalui skema Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana untuk menyita aset-aset TB yang diduga disimpan di negara tersebut.
Beneficial Owner PT Uniflora
TB tercatat sebagai beneficial owner PT Uniflora Prima (PT UP), perusahaan yang terlibat dalam kasus penggelapan pajak. Mahkamah Agung RI melalui Putusan Kasasi Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024 yang telah inkracht, menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp634,7 miliar kepada TB.
Putusan kasasi ini membatalkan vonis bebas dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diputuskan pada 3 Agustus 2023. Pengungkapan kasus ini menunjukkan keberhasilan kolaborasi antarlembaga penegak hukum, melibatkan DJP, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, Bareskrim Polri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dukungan tambahan datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI. Kolaborasi internasional juga terjalin dengan otoritas pajak Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan beberapa yurisdiksi lainnya, mengingat transaksi keuangan lintas negara yang dilakukan oleh TB.
Kronologi kasus ini dimulai ketika DJP Jakarta Pusat menyerahkan TB ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Maret 2023 atas dugaan tindak pidana perpajakan dengan kerugian negara mencapai Rp 317 miliar.
Permasalahan berawal tahun 2014 ketika PT UP menjual aset senilai US$ 120 juta, namun hasil penjualan tersebut disimpan di luar negeri dan tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Baca Juga: Dugaan TPPU, PPATK Blokir Rekening Pengusaha Surabaya Ivan Sugianto
Perbuatan tersebut bukan sekadar pelanggaran regulasi perpajakan, melainkan juga membuka kedok modus konvensional penghindaran pajak melalui perusahaan cangkang dan transfer dana lintas negara. "Kami akan terus memperkuat kerja sama lintas lembaga, baik di dalam maupun luar negeri, untuk memastikan uang negara kembali ke kas negara," tegas DJP.
Sebelumnya DJP juga pernah mengungkap kasus TPPU yang lain. Hal itu seperti kasus RK dan PT RMJ. Saat itu DJP menyita dua truk milik korporasi PT RMJ yang diduga melakukan TPPU dengan tindak pidana asal penggelapan pajak.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus tersangka RK yang saat itu menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. PT RMJ bergerak di bidang jasa transportasi dan truknya diduga dibeli dengan uang hasil penggelapan pajak dari PT LMJ.
Ada pula kasus RK yang membuat tim penyidik DJP menyita delapan bus (tujuh bus pariwisata dan satu minibus), diduga merupakan hasil TPPU. Tersangka RK diduga membeli armada bus menggunakan uang dari rekening PT LMJ yang berisi dana hasil kejahatan pajak. PT LMJ tidak melaporkan dan menyetor PPN yang telah dipungut, merugikan negara hingga Rp20,8 miliar.

Chrisna Chanis Cara
Editor
