50 Orang Kaya Setara 50 Juta Rakyat, Pajak Kekayaan Harus Segera Diterapkan
- Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp782 triliun per tahun akibat kebocoran sistem.

Debrinata Rizky
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Gelombang demonstrasi yang belakangan memenuhi jalanan ibu kota bukan sekadar kemarahan publik pada DPR yang dinilai boros tunjangan dan minim transparansi. Di balik teriakan massa, tersimpan masalah yang lebih fundamental yaitu ketidakadilan ekonomi yang kian menganga.
Menurut riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) 2025, jurang kaya-miskin di Indonesia sudah mencapai titik mengkhawatirkan. Sebanyak 50 orang terkaya di negeri ini memiliki harta setara dengan 50 juta rakyat biasa.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar jika sistem pajak adil, siapa yang seharusnya lebih dulu berkorban untuk negara? Mengapa beban pajak justru kerap menimpa rakyat kecil, sementara kelompok super kaya relatif aman?
- Pendapatan Sinar Terang Mandiri Naik 12,46% Jadi Rp1,15 Triliun di Semester I 2025
- SBY Art Community Gelar Pameran Art for Peace and a Better Future, Hadirkan 31 Karya Seni untuk Perdamaian dan Masa Depan
- Di Balik Ledakan Laba Antam (ANTM), Emas Jadi Mesin Uang Utamanya
CELIOS mencatat, Indonesia kehilangan potensi penerimaan pajak hingga Rp782 triliun per tahun akibat kebocoran sistem. Angka itu bahkan lebih besar dari defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Kebocoran tersebut terjadi melalui praktik penghindaran pajak, celah regulasi, dan lemahnya pengawasan fiskal. Akibatnya, publik merasa diperas, sementara oligarki tetap terlindungi.
Sebagai solusi, CELIOS mengusulkan penerapan pajak kekayaan progresif. Hanya dengan mengenakan tarif 2% kepada 50 orang terkaya, negara berpotensi menambah penerimaan Rp81,6 triliun per tahun. Dana itu bisa digunakan untuk menutup defisit sektor kesehatan, menstabilkan iuran BPJS agar tidak naik, sekaligus mengurangi ketimpangan ekonomi ekstrem.
"Potensi penerimaan negara dari pajak kekayaan mencapai Rp81,56 triliun per tahun dengan hanya memajaki 50 orang terkaya di Indonesia," ungkap riset Celios "Jangan Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang" dilansir pada Senin, 1 September 2025.
Kebutuhan reformasi pajak ini makin mendesak di tengah gelombang protes yang mengguncang legitimasi pemerintah dan DPR. Tanpa langkah berani membenahi struktur perpajakan, ketidakadilan ekonomi akan terus menjadi bara di jalanan.
Celios menilai pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan insentif pajak yang diberikan kepada korporasi besar. Realokasi belanja perpajakan dinilai lebih bermanfaat untuk memperbaiki iklim investasi dan dunia usaha.
Celios menyatakan insentif pajak untuk konglomerat belum efektif mengakselerasi pertumbuhan ekonomi domestik maupun menciptakan lapangan kerja. Menurut, terdapat potensi realokasi belanja perpajakan yang dikhususkan bagi peningkatan iklim dan investasi sebesar Rp137,4 triliun.

Debrinata Rizky
Editor
