Wah! Investor Ramai-ramai Tarik Duit Reksa Dana Hingga Rp19,97 Triliun
Setiap krisis sesungguhnya juga memberikan peluang investasi karena nilai unit investasi reksa dana menjadi terdiskon. Pandemi COVID-19 ini menjadi kesempatan buat investor untuk melakukan top up. Strategi average down ini membuat harga pembelian rata-rata menjadi turun.

Issa Almawadi
Author


Ilustrasi investasi reksa dana. / Reksadana.danareksaonline.com
(Istimewa)JAKARTA – Penurunan kinerja dana kelolaan (asset under management/AUM) reksa dana, tak hanya akibat volatilitas pasar modal. Ternyata, para investor pun banyak melakukan pencairan dana (redemption).
Seperti tertuang dalam statistik pasar modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sepanjang Januari hingga Mei 2020, industri reksa dana mencatat net redemption Rp19,97 triliun.
Sepanjang periode itu, sebenarnya industri reksa dana sempat mencatat net subscription pada beberapa bulan mulai Januari, Februari, dan Mei.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Namun memasuki Maret, jumlah subscription jauh lebih sedikit dari yang melakukan redemption. Nilai subscription pada Maret mencapai Rp46,27 triliun, sementara nilai redemption mencapai Rp67,69 triliun.
Kejadian itu pun berulang pada Mei. Dari nilai subscription Rp29,12 triliun, jumlah yang melakukan redemption mencapai Rp33,02 triliun.
Sebagai perbandingan, industri reksa dana mencatat net subscription Rp54,89 triliun di sepanjang 2019 lalu.
Terpukul Pandemi
Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak Maret lalu membuat banyak investor reksa dana mengalami potensi kerugian investasi. Hal ini terutama terjadi pada produk reksa dana saham atau yang underlying aset investasinya adalah saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Infovesta Utama Parto Kawito pernah mengatakan, potensi kerugian tidak hanya terjadi di reksa dana berbasis saham, jenis reksa dana lain seperti reksa dana pendapatan tetap (RDPT) juga mengalami fase naik-turun seiring pergerakan harga obligasi yang menjadi underlying-nya.
Meski demikian, selama investor tidak mencairkan atau melakukan redemption atas reksa dananya maka masih disebut sebatas sebagai potensi rugi. “Kerugian baru terjadi ketika investor melakukan redemption atas reksa dana yang dimilikinya,” tutur Parto belum lama ini.
Setiap krisis sesungguhnya juga memberikan peluang investasi karena nilai unit investasi menjadi terdiskon. Menurut Parto, ini menjadi kesempatan buat investor untuk melakukan top up. Strategi average down ini membuat harga pembelian rata-rata menjadi turun.
Sehingga ketika kondisi pasar mulai membaik, posisi untung lebih mudah dicapai dibanding tanpa melakukan average down. “Justru kalau ada uang sekarang waktunya top up, jadi harga rata-ratanya semakin baik. Ini saatnya membalikkan kerugian,” saran Parto.
Terlebih industri reksa dana termasuk salah satu sektor yang sangat teregulasi. Contohnya ketika investor mulai memasukan dananya, setiap manajer investasi akan menjalankan kebijakan know to your customer (KYC). Ini dilakukan untuk mengetahui asal usul dana investasi. (SKO)
