Target Pertumbuhan Ekonomi 5%, Pemerintah Mesti Dongkrak Iklim Investasi
JAKARTA – Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pada tahun ini dinilai realistis. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, pemerintah mesti konsisten mewujudkan target yang telah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. “Untuk mendorong realisasi ini, pemerintah perlu memfokuskan pada beberapa aspek, yakni konsumsi, investasi, ekspor, […]

Aprilia Ciptaning
Author


Kepadatan lalu lintas tampak di ruas jalan Gatot Subroto dan Tol dalam Kota menuju Cawang, Jakarta, Rabu 3 Juni 2020. Kemacetan kembali tampak di Ibu Kota menjelang berakhirnya masa PSBB dan kembalinya karyawan yang bekerja dari kantor atau Work from Office. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% pada tahun ini dinilai realistis. Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, pemerintah mesti konsisten mewujudkan target yang telah tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
“Untuk mendorong realisasi ini, pemerintah perlu memfokuskan pada beberapa aspek, yakni konsumsi, investasi, ekspor, dan pengeluaran pemerintah,” kata Ester di Jakarta, 29 Januari 2021.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Menurutnya, aspek tersebut perlu menjadi perhatian karena memiliki efek besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi, misalnya, iklim di sektor ini akan meningkat jika ada perbaikan dari sisi birokrasi, penurunan korupsi, infrastruktur yang layak, dan kemudahan akses pembiayaan.
“Jika ingin meningkatkan investasi di Indonesia, semua masalah ini harus diatasi. Dengan demikian, tercapai kemudahan berbisnis di Indonesia,” kata dia.
Esther pun mengakui, peringkat kemudahan berusaha di Tanah Air telah mengalami perbaikan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data World Bank, kemudahan berusaha di Indonesia naik di urutan 73 pada 2019, dari sebelumnya di angka 114. Meskipun demikian, pada 2020 peringkatnya tetap di 73.
Hal ini, lanjutnya, perlu ditingkatkan untuk menarik investor dalam memulai bisnis di Indonesia. Pasalnya, investor biasanya membutuhkan waktu lama terkait perizinan dan birokrasi, seperti dari sisi enforcing contracts, how to start a business, dealing with construction permits, dan lainnya.
Padahal, keinginan investor untuk berinvestasi di Indonesia dianggap cukup besar. Ini terlihat dari data komitmen investasi di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Lembaga pengelola investasi ini pun didorong untuk menindaklanjuti berbagai sektor investasi, tak terkecuali bidang ramah lingkungan yang memiliki eksternalitas negatif rendah. Sebelumnya, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa pemerintah akan memprioritaskan investasi ramah lingkungan.
Rencana Investasi Toyota
Di bidang otomotif, misalnya, pemerintah perlu menindaklanjuti dan mempercepat rencana investasi Toyota Group terkait pengembangan kendaraan listrik. Esther pun mendorong pemerintah agar memberikan insentif fiskal kepada perusahaan atau investor yang melakukan inovasi green product.
“Artinya perusahaan yang memproduksi produk yang ramah lingkungan dan lebih sehat harusnya mendapat insentif lebih dibandingkan produk konvensional. Hal ini supaya ada consumer behavior shifting,” saran Ester. Selama ini, insentif berupa tax reduction pun dianggap belum optimal dalam implementasinya.
Sebelumnya, Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, inovasi dan investasi memang dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Pemerintah pun percaya bahwa produk riset dan inovasi bakal mendorong pergerakan ekonomi.
“Inovasi dan investasi merupakan kesatuan yang dapat melepaskan Indonesia dari middle income trap. Mari kita jaga komitmen untuk meningkatkan riset dan inovasi nasional demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Airlangga, beberapa waktu lalu.
