Industri

Beban Asuransi di Industri Hulu Migas Menurun, Nilainya Berkurang Jadi Rp20 Juta per Sumur pada 2020

  • JAKARTA - Beban biaya asuransi di industri hulu migas dinilai terus menurun. Hal ini menunjukkan semakin rendahnya exposure resiko di sektor tersebut.
<p>Jasa pertambangan minyak dan gas (migas) PT Elnusa Tbk (ELSA) / Dok. Perseroan</p>

Jasa pertambangan minyak dan gas (migas) PT Elnusa Tbk (ELSA) / Dok. Perseroan

(Istimewa)

JAKARTA - Beban biaya asuransi di industri hulu migas dinilai terus menurun. Hal ini menunjukkan semakin rendahnya exposure resiko di sektor tersebut.

“Biaya asuransi untuk pekerjaan pengeboran dan pemeliharaan sumur migas, kecenderungannya terus menurun,” ungkap Direktur Bisnis Strategi PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Syah Amondaris dalam sebuah diskusi daring, beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, pada 2012 biaya asuransi untuk pekerjaan pemboran sumur rata-rata mencapai Rp70 juta. Kemudian pada 2020, nilainya berkurang menjadi Rp20 juta per sumur.

Sementara itu, untuk pekerjaan pemeliharaan, pada 2012 nilai rata-rata di atas Rp 30 juta, sedangkan pada tahun lalu berada di angka Rp20 juta.

Di sisi lain, bisnis asuransi di sektor hulu migas dianggap masih memiliki potensi besar. Hal ini disebabkan oleh kemampuan perusahaan asuransi nasional dalam konsorsium di hulu migas, yang hanya mampu mengcover nilai aset sampai US$4 miliar atau setara Rp57,6 triliun (asumsi kurs Rp14.400 per dolar Amerika Serikat). Sementara itu, potensinya aset di hulu migas mencapai US$38 miliar atau setara Rp547,2 triliun.

Kemudian, persyaratan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyebut, salah satunya porsi maksimal pembiayaan asuransi di hulu migas sebesar 10% dari kemampuan perusahaan asuransi.

Dalam hal ini, program produksi sebesar satu juta barel minyak dan 12 BSCFD gas pada 2030 menjadi peluang tersendiri bagi industri asuransi nasional.

Pemerintah sendiri mematok target produksi tersebut karena belum mampu mencukupi kebutuhan minyak nasional. Berdasarkan data hingga tahun lalu, impor minyak mentah memang mengalami tren penurunan. Sempat naik dari 382 ribu barel per hari pada 2015 menjadi 411 ribu barel per hari pada 2016, impor mulai turun secara berkala pada tahun selanjutnya.

Pada 2017, impor minyak turun dari 411 ribu barel per hari pada 2016 menjadi 370 ribu. Kemudian, produksinya sebesar 344 ribu barel per hari pada 2018, berlanjut 245 ribu barel per hari pada 2019 dan per Januari 2020, angkanya menjadi 237 ribu barel per hari. (RCS)