Industri

Bank Sentral di Seluruh Dunia Sepakat Kerja Extraordinary Pulihkan Ekonomi

  • JAKARTA – Bank Indonesia (BI) bersama bank sentral negara-negara G20 menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mendorong pemulihan ekonomi. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, respons kebijakan berskala besar (extraordinary) akan terus ditingkatkan di berbagai bidang, khususnya moneter, fiskal, keuangan, dan kesehatan. Dalam perkembangannya, International Monetary Fund (IMF) telah merevisi proyeksi ekonomi global tahun ini menjadi -4,4%. […]

<p>Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat hadir pada Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 September 2020. Raker tersebut membahas asumsi dasar Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat hadir pada Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 September 2020. Raker tersebut membahas asumsi dasar Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia

(Istimewa)

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) bersama bank sentral negara-negara G20 menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mendorong pemulihan ekonomi.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, respons kebijakan berskala besar (extraordinary) akan terus ditingkatkan di berbagai bidang, khususnya moneter, fiskal, keuangan, dan kesehatan.

Dalam perkembangannya, International Monetary Fund (IMF) telah merevisi proyeksi ekonomi global tahun ini menjadi -4,4%. Angka tersebut lebih baik daripada proyeksi pada Juni 2020 sebesar -4,9%.

“Perbaikan tersebut sejalan dengan realisasi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan II 2020 yang lebih baik dari prediksi semula,” ungkap Perry dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Senin, 19 Oktober 2020.

Meskipun demikian, prospek pertumbuhan perekonomian global masih dibayangi risiko akibat perkembangan pandemi yang belum terkendali.

Selain itu, volatilitas aliran modal, peningkatan beban utang, kerentanan di sektor keuangan, dan peningkatan kemiskinan menjadi masalah utama yang harus diperhatikan. Di tengah berbagai risiko tersebut, Perry menilai pemulihan ekonomi global masih bersifat parsial, tidak merata dan dipenuhi ketidakpastian.

Oleh karena itu, IMF memandang respons kebijakan yang bersifat extraordinary mesti disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi di masing-masing negara.

Dalam jangka pendek, lanjut Perry, kebijakan perlu diprioritaskan pada upaya untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang memadai bagi layanan kesehatan.

Kemudian, prioritas lain adalah meningkatkan kepercayaan pasar, mengatasi dampak krisis terhadap lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Adapun untuk jangka menengah, dukungan kebijakan perlu dilakukan secara lebih terarah dan untuk meningkatkan kapasitas perekonomian yang menyusut akibat pandemi COVID-19 .

“Kerja sama multilateral penting untuk memperkuat upaya bersama dalam memerangi krisis kesehatan dan ekonomi,” tambahnya.

Seluruh negara anggota G20 pun berkomitmen untuk melanjutkan kebijakan dan mempererat kerja sama internasional.

Di dalam negeri, BI sendiri telah melakukan sejumlah hal, yakni kebijakan moneter, stabilisasi nilai tukar, pemberian stimulus dalam bentuk quantitative easing, skema burden sharing dengan pemerintah, serta pelonggaran kebijakan makroprudensial.

“Kami bersama pemerintah akan terus menempuh langkah lanjutan dengan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global,” tutur bos BI ini.