APINDO: Pelaku Usaha Optimistis Omzet Bisa Meroket 50%
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkap pelaku usaha melihat adanya potensi kenaikan omzet di tahun ini. Berdasarkan survei yang dilakukan Apindo, mayoritas pelaku usaha mengestimasikan adanya pemulihan omzet sebesar 25% hingga 50%.

Muhamad Arfan Septiawan
Author


Warga berbelanja di los sayur dan buah di Pasar Bersih Sentul City, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 15 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
(Istimewa)JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkap pelaku usaha melihat adanya potensi kenaikan omzet di tahun ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan Apindo dengan melibatkan 600 perusahaan anggotanya, mayoritas pelaku usaha mengestimasikan adanya pemulihan omzet sebesar 25% hingga 50%.
Lewat hasil survey, mayoritas pelaku usaha yakin biaya perusahaan tidak akan membengkak di tahun ini. Sebanyak 28,1% responden menyatakan biaya perusahaannya akan tetap, sementara 27,4% responden menyatakan biaya perusahaan akan naik tipis hingga maksimal 25%.
“Bisa kami simpulkan, sebagian besar masih tertekan masalah biaya karena omzet belum pulih seutuhnya,” kata Hariyadi dalam Indonesia Macroeconomics Update, Kamis 8 April 2021.
Kendati demikian, Hariyadi mendorong pemerintah untuk bisa mengendalikan pandemi COVID-19. Pasalnya, bila kondisi kenaikan kasus positif COVID-19 masih terjadi, sebanyak 33% perusahaan mengaku hanya bisa bertahan hingga satu tahun ke depan saja. Apalagi, sebanyak 59,4% perusahaan kelas menengah mengalami kesulitan pembayaran hutang.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
Utang Perusahaan Menengah Banyak, Pemulihan Lebih Lambat
Ekonom Senior Bank BCA David Sumual mengungkap, perusahaan kelas menengah memang lebih sulit untuk pulih bisnisnya ketimbang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Dari 64.000 perusahaan yang masuk dalam ekosistem BCA, perusahaan kelas menengah memiliki kecepatan pemulihan bisnis yang lebih lambat ketimbang UMKM.
“Perusahaan kelas menengah dengan kredit Rp15 miliar sampai Rp500 miliar punya omzet yang lebih melemah ketimbang UMKM, meski pun keduanya masih sama -sama mengalami pemulihan,” kata David dalam kesempatan yang sama.
Pemulihan itu nampak dari indeks transaksi bisnis di BCA yang terus merangkak naik sejak kuartal III 2021. Menurut David, kini indeks transaksi bisnis di BCA pada Maret 2021 mencapai 1,3%.
“Meski pun mobilitas masyarakat masih tertekan, tapi indeks transaksi bisnis sudah membaik dan bahkan angka ini sudah melampaui masa pra pandemi. Ini dipengaruhi juga intervensi kebijakan dari pemerintah” jelas David.
Untuk diketahui, pemerintah menggelontorkan dana Rp184,83 triliun untuk dukungan UMKM dan korporasi pada tahun ini, Anggaran ini disalurkan dalam enam pos belanja, yakni subsidi bunga UMKM untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non-KUR sebesar Rp31,95 triliun.
Kemudian insentif tagihan listrik dengan pagu anggaran Rp1,27 triliun, bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM) sebesar Rp15,36 triliun, penjaminan kredit perbankan bagi UMKM dan korporasi mencapai Rp10,51 triliun.
Penempatan dana untuk restrukturisasi kredit perbankan yang memiliki pagu anggaran Rp66,99 triliun dan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp58,76 triliun.
Selain dukungan dana, pemerintah juga menjamin kemudahan berusaha. Hal ini ditopang dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu, UU Cipta Kerja membuka peluang bagi masyarakat yang ingin berwirausaha menjadi lebih mudah lagi.
“Kami pastikan regulasi dan perizinan usaha makin simple dan iklim investasi akan lebih baik mulai tahun ini,” kata Febrio.(RCS)
